Menjalin Cinta Dengan Paman

Tidak Perlu Obat, Kamulah Obatku



Tidak Perlu Obat, Kamulah Obatku

0Lebih baik mati terhormat daripada hidup hina.     

Pada akhirnya, An Ge'er telah menjadi seorang wanita yang egois dalam cinta. Bahkan seandainya Xu Wei tidak menyukai Bo Yan, dia tetap tidak akan tenang membiarkan pamannya menemani wanita itu merayakan ulang tahun setiap tahun.     

'Apalagi Xu Wei selalu mengincar Paman!'     

An Ge'er semakin kesal saat teringat dengan kejadian yang lalu, saat pertama kali berkenalan dengan Xu Wei. Jelas-jelas dia bukan pacar Bo Yan, tapi waktu baru kembali ke China, dia antara sengaja dan tidak sengaja mengatakan kepada bahwa pria itu adalah pacarnya.     

Wanita seperti Xu Wei itu, An Ge'er hanya bisa mendiamkannya.     

Namun, tidak menerima bukan berarti An Ge'er tidak bisa memahami Bo Yan. Bagaimanapun juga, pamannya itu telah menabrak mati orang tua Xu Wei. Menyetujui permintaannya seperti itu juga memang sudah semestinya…     

Hanya saja, saat ini hal itu tidak adil bagi An Ge'er.     

Saat kesepian baru melintas di mata An Ge'er, terdengar Bo Yan berkata, "Kelak tidak akan lagi. Nantinya, setiap tahun ketika dia berulang tahun, aku mungkin mempunyai urusan penting yang tidak bisa kutinggalkan."     

"Hmm?"     

An Ge'er mengangkat alis sambil menatap Bo Yan. 'Dia punya urusan penting apa?'     

Bo Yan menatap An Ge'er juga, suaranya tiba-tiba melunak dan melambat, "Menemanimu."     

Mendengar itu, hati An Ge'er tiba-tiba bergolak. Mau tidak mau harus dikatakan, meskipun itu tampaknya seperti tidak bermoral, tapi dia benar-benar senang di lubuk hati yang terdalam.     

"Ada banyak orang yang rela mengecewakan orang di sampingnya demi orang lain karena mengira orang itu tidak akan pergi. Tapi dia tidak sadar, kalau orang di sampingnya itu sakit hati dan pergi, maka itu akan menjadi penyesalan yang sesungguhnya," suara elegan Bo Yan terdengar samar-samar, tidak cepat juga tidak lambat.     

Pada saat yang bersamaan, pria itu meraih tangan An Ge'er, meletakkannya di bibirnya, lalu menciumnya dengan lembut… Mengecupnya ringan, bagaikan harta paling berharga di dunia.     

Mendengar kata-kata Bo Yan, hati An Ge'er bergetar. Entah mengapa, hidungnya seketika menjadi sesak tanpa bisa dijelaskan.     

'Memang benar…'     

Bahkan, An Ge'er pun mungkin tidak memikirkan hal itu. Memangnya di dunia ini, ada berapa orang yang bisa mengerti? Seringkali orang-orang mengecewakan orang di samping mereka karena hal kecil yang tak terhitung jumlahnya. Sampai ketika orang itu akhirnya memilih pergi, rasa sakit yang ditimbulkan mungkin seperti lengan yang patah.     

Bo Yan lebih rela kehilangan moralnya daripada mengecewakan An Ge'er.     

An Ge'er sangat ingin berpura-pura logis dan berkata kepada Bo Yan kalau itu tidak perlu, tapi dia tidak bisa mengatakannya. Mengatakan itu berarti bertentangan dengan hatinya.      

Sementara itu, Bo Yan seolah-olah langsung bisa melihat isi hatinya.     

"Waktu aku mengenal Xu Wei, dia masih seorang model kecil yang tidak terkenal. Sekarang aku sudah membantunya berdiri di puncak. Jadi untuk hal yang lainnya, kalau dia menginginkannya lagi, maka itu hanya akan menjadi angan-angan saja."     

An Ge'er menggigit bibirnya, tidak bisa berbicara dalam waktu yang lama. Bagaimana mungkin dia tidak tahu kalau Bo Yan mengatakan itu demi dirinya?     

Bo Yan takut An Ge'er merasa bersalah dan tidak senang.     

Setelah beberapa saat, An Ge'er pun mengangguk-anggukkan kepala. Dia tidak berbicara, hanya bersandar di dada Bo Yan sambil merasa terpesona dan bergantung kepadanya.     

Lalu, merasakan pangkal paha Bo Yan terus membara, wajah An Ge'er sedikit memerah. Dia bersandar di dada pamannya itu sambil merasa agak malu dan tidak berani memandangnya. Detik berikutnya, dia pun bergumam dengan suara pelan, "Pa… Paman, apakah kamu diberi… Hmm, semacam obat perangsang?"     

Saat menguping di depan pintu, An Ge'er mendengar sedikit perkataan Xu Wei tentang hal itu. Dia pun merasa marah, tetapi lebih banyak khawatir. Bagaimanapun, dia takut Bo Yan akan benar-benar dikendalikan oleh obat itu. Namun kemudian, pria itu jelas mengatakan tidak.     

'Tapi mengapa Paman masih begitu impulsif terhadapku?'     

Mata dingin Bo Yan sedikit terbakar, dipenuhi dengan kelembutan yang memabukkan. Dia mengangkat wajah mungil An Ge'er dengan satu tangan, ujung jarinya yang lentik mengusap bibir kecil yang merah itu.     

Detik berikutnya, Bo Yan mengucapkan kata-kata yang membuat jiwa An Ge'er terguncang hebat. Seketika, hatinya dipenuhi dengan rasa malu dan manis yang tiada habisnya.     

Bibir tipis Bo Yan sedikit terbuka, "Tidak perlu obat, kamulah obat… perangsangku."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.