Menjalin Cinta Dengan Paman

Paman… Tahukah Kamu? Aku Sangat Mencintaimu



Paman… Tahukah Kamu? Aku Sangat Mencintaimu

0Berdiam diri di dalam kamar, An Ge'er mengingat kembali kejadian hari itu. Terlihat adegan saat Rong Bei menembak Bo Yan dan dia menerjang ke sana. Sebelumnya, dia memang sudah pusing karena terlalu lama berada dalam air. Jadi ketika peluru itu menembus tubuhnya, nyaris seketika dia pingsan.     

'Tapi apa yang terjadi setelahnya? Paman… apakah dia baik-baik saja?'     

'Rong Bei…'     

'Apa dia masih hidup?'     

Ketika pikiran An Ge'er sedang berantakan, tiba-tiba terdengar suara beberapa langkah kaki dari luar pintu. Namun pada akhirnya, yang masuk ke dalam hanya satu orang…     

Tanpa sadar, An Ge'er memejamkan matanya saat mendengar suara langkah kaki yang berjalan perlahan ke sisinya dan diikuti oleh suara tas yang diletakkan. Lalu, orang itu duduk.     

Kemudian, ada kesunyian yang tak berujung. Hanya terdengar suara napas ringan, juga tercium aroma tidak asing yang bercampur dengan aroma tembakau yang samar.     

An Ge'er tiba-tiba merasa hidungnya sedikit berair.     

'Untung saja, Paman baik-baik saja.'     

An Ge'er baru saja ingin membuka mata untuk melihat Bo Yan. Namun tidak disangka, detik berikutnya tangannya telah digenggam, diangkat, lalu dicium dengan lembut oleh pria itu. Rasanya seperti ada bulu ringan yang jatuh ke atas punggung tangannya, satu per satu….     

Belaiannya penuh kasih sayang, suara Bo Yan sangat dalam dan parau, "Gadis bodoh, kelak aku tidak akan marah padamu lagi. Jadi, buka matamu dan lihat aku… Ya?"     

Mendengar itu, hati An Ge'er tiba-tiba menegang.     

'Aku tertembak, apakah Paman… sangat ketakutan?'     

Bo Yan dengan lembut merapikan rambut halus yang berantakan di dahi An Ge'er. Melihat bibir gadis itu sedikit kering, secara refleks dia melepaskan tangannya dan mengambil bola kapas untuk melembabkannya.     

Namun pada saat Bo Yan akan melepaskan genggamannya, tangan kecil putih yang ramping dan halus itu tiba-tiba menggenggamnya.     

Seluruh tubuh Bo Yan membeku.     

"Xiao Ge'er?" Suaranya agak bergetar.     

An Ge'er sedikit menoleh untuk menatap Bo Yan. Kemudian, perlahan-lahan dia membuka mata… Meskipun dia masih mengenakan masker oksigen, dia sedikit membuka bibirnya dan mengucapkan beberapa patah kata tanpa suara…     

"Paman… tahukah kamu? Sebenarnya aku sangat… mencintaimu…"     

Mata bunga persik An Ge'er yang indah dan perlahan terbuka itu sudah penuh dengan kabut. Namun, sudut bibirnya sedikit terangkat, menunjukkan senyum cantik dan memikat. Penampilannya menyayat hari dan penuh kasih sayang.     

An Ge'er mencintai Bo Yan. Namun, dia tidak pernah mengatakan itu kepadanya.     

Hanya saja kali ini, An Ge'er tidak mengira kalau Tuhan nyaris mengambil nyawanya lagi. Mau tidak mau, dia harus menyebut dirinya sudah putus asa. Begitu putus asa sampai dia takut kalau tidak mengatakannya sekarang, tidak menyampaikan rasa cintai… Maka nanti tidak akan ada kesempatan lagi.     

Sementara itu, saat Bo Yan melihat An Ge'er memiringkan kepala dan membuka mata untuk memandangnya. Saat dia melihat apa yang dikatakan bibir kecil yang sedikit pucat tanpa suara itu… Tiba-tiba dia membeku.     

Bo Yan terkejut. Matanya yang sipit dan jernih tiba-tiba sedikit memerah. Sesaat, dia tidak tahu apa yang harus dilakukannya.     

Namun, lubuk hati Bo Yan dipenuhi oleh kegembiraan getir yang tidak dapat dijelaskan. Sudah lebih dari sepuluh tahun, akhirnya dia mendapatkan kata-kata itu dari An Ge'er.     

Kata-kata yang telah ditunggunya lebih dari sepuluh tahun…     

Meskipun sangat bahagia, detik berikutnya Bo Yan tiba-tiba mengalihkan pandangannya. Dia tidak ingin An Ge'er melihat matanya yang memerah.     

An Ge'er awalnya melawan sampai takut. Kemudian, ketakutan itu berubah menjadi ketergantungan secara perlahan. Lalu dari ketergantungan, perlahan-lahan itu berubah menjadi suka. Akhirnya, perasaan suka itu berubah menjadi cinta...     

Bo Yan telah melihat segalanya tentang An Ge'er. Namun saat ini, ketika gadis itu akhirnya mengucapkan kata-kata yang selalu ingin didengarnya, di dalam hatinya ada lebih banyak simpati dan rasa bersalah. Gadis itu telah jatuh cinta kepadanya…     

Kalau bukan karena cinta, lalu mengapa An Ge'er berani menghadang peluru untuknya dan bahkan rela memberikan nyawanya demi menyelamatkan Bo Yan?     

Sementara itu, Bo Yan merasa dirinya hanya bisa marah kepada An Ge'er karena hal lain. Dia tidak memercayai gadis itu dan dengan berapi-api terus mendesaknya untuk mengatakan hal yang tidak ingin dikatakannya.     

Apakah semua rahasia itu benar-benar penting? Apakah lebih penting dari nyawa gadis yang dicintai?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.