Menjalin Cinta Dengan Paman

Temukan Kebenaran! Datanglah ke An Ge'er!



Temukan Kebenaran! Datanglah ke An Ge'er!

0Beberapa saat kemudian, Nenek An yang masih dalam suasana hati tidak baik dua hari terakhir mengikutinya. Dia meraih wadah itu dan melihat kata-kata yang tertulis di atasnya.     

Nenek An segera membacakan kata demi kata, "Saat kalian melihat ini, kalian harus tahu bahwa ini adalah pertemuan pertama sekaligus yang terakhir dengan cucu kalian..."     

Setelah selesai membaca, Nenek An tampak masih bingung dengan maksud surat itu. Dia mengangkat kepalanya dan menatap wajah pucat semua orang yang ada di sana, lalu bergumam dengan tatapan mata kosong, "Cucu, cucu, cucu kita..."     

"Bawa Mamamu masuk!" Kakek An menahan rasa ingin pingsan sambil memegangi dadanya. Dia menggertakkan gigi dan berkata kepada menantu perempuannya dengan susah payah.     

Nenek An tidak pergi, dia menunjuk wadah itu dengan kedua tangannya sambil bergumam, "Ini… Ini cicitku? Cicitku..."     

"Ma! Berhenti bicara omong kosong!"     

Ibu An tidak bisa menahan air mata. Anak dari putri mereka, cucu mereka… Ada di wadah itu? Dia bertanya-tanya tentang siapa sebenarnya orang yang telah menculik An Ge'er dan seberapa kebenciannya dan betapa sesat hatinya hingga mampu melakukan hal-hal mengerikan seperti itu.     

Dia bahkan tidak bisa melihat wadah itu secara langsung.     

Nenek An tidak bisa mengendalikan diri, tangannya tiba-tiba mengendur saat memegang wadah itu.     

"Pyaarr—!"     

"Ah—!"     

Darah berceceran. Pada saat yang bersamaan, Ibu An akhirnya runtuh dan menangis.     

Ibu An merasa itu semua adalah salah mereka, karma dari perilaku mereka, dan buah dari didikan yang tidak tepat. Jika tidak, dia berpikir An Ruxue tidak akan memprovokasi orang-orang dan terjadi hal-hal seperti ini.     

Sekarang, An Ruxue kehilangan anaknya dan itu dikirim kembali ke anggota keluarga dengan cara yang mengerikan.     

'Betapa sesat dan menakutkannya orang-orang ini!'     

Melihat begitu banyak darah, Nenek An merasa seolah-olah dia telah kembali ke hari pembunuhan massal itu. Setelah lama tertegun, pupil matanya tampak sedikit lebih fokus dan tidak terlalu keruh. Seolah-olah, darah telah merangsang sarafnya untuk kembali normal.     

Pada saat yang sama, dia gemetar dan berjalan ke dalam rumah sendirian. Wajahnya sangat pucat!     

Meskipun begitu, dia tahu dengan jelas apa yang baru saja terjadi dan apa yang telah dia lakukan.     

Udara dipenuhi dengan aroma anyir darah, beberapa penjaga bergegas membersihkan pemandangan yang tak menyenangkan itu. Namun ketika salah satu orang mengambil paket yang tergeletak di tanah, dia menemukan bahwa masih ada sesuatu di dalamnya. Itu adalah sebuah catatan di kertas putih.     

Orang itu pun segera berseru, "Kepala, Komandan, masih ada sesuatu di sini!"     

Ayah An segera mengambilnya. Sementara itu, Kakek An bersandar pada tongkat, memejamkan mata, berdiri di halaman sambil bersumpah di dalam hati bahwa dia akan membuat orang-orang itu membayar hutang mereka dengan darah!     

Kakek An sudah memiliki perseteruan dengan organisasi teroris internasional itu lebih dari sepuluh tahun lamanya.     

Saat itu, putra keduanya meninggal di tangan mereka!     

Lalu sekarang, sekelompok orang itu melakukan serangan mengerikan yang menumpahkan darah lagi. Bedanya, dulu mereka sedang berada di luar negeri saat insiden berdarah itu terjadi. Sedangkan sekarang, mereka ada di rumah dan bahkan kini cucunya diculik!     

Kakek An telah menanyakan hal itu berkali-kali kepada Bo Yan dan anaknya itu baru memberitahunya.     

Setelah lebih dari sepuluh tahun, apakah organisasi teroris itu masih akan memusuhi mereka seperti ini? Apakah pembantaian ini tak beralasan?     

Apakah benar semua ini hanya karena An Ruxue?     

Kakek An tidak percaya dengan hal itu.     

Namun jika dia mau jujur, orang yang mereka inginkan bukanlah cucunya An Ruxue, tetapi yang lain...     

Saat Kakek An masih memikirkan hal-hal itu, Ayah An tiba-tiba memanggilnya. Detik berikutnya, sebuah catatan lain yang berada di dalam paket diserahkan kepadanya.     

Melihat kata-kata yang tertulis di kertas putih itu, Kakek An tiba-tiba memejamkan matanya, memegang dadanya, dan mengucapkan beberapa kata dengan susah payah, "Sebuah dosa!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.