Dia Hanya Mengingatku

Janjimu Tidak Bisa Dipegang



Janjimu Tidak Bisa Dipegang

0Ye Minqiu memberikan sang nenek semangkuk sup ikan, "Ma, pergilah juga ke Kota Haicheng, kami semua tinggal disana."     

Wanita tua itu tidak senang, "Aku sudah terbiasa tinggal disini, Kota Haicheng adalah kota yang terlalu besar dan berkembang, aku tidak menyukainya."     

"Papa sudah meninggal bertahun-tahun yang lalu, aku takut mama akan kesepian disini."     

"Aku punya banyak saudara perempuan di sini, dan kami juga sering bertemu bersama. Lagipula, Kota Shaocheng tidak jauh dari Kota Haicheng. Kalian berkunjung kesini saja kalau kalian sedang tidak sibuk."     

Pengurus rumah bergegas masuk dan berkata, "Tuan Muda Kedua, ada seorang gadis muda di luar pintu yang mengatakan bahwa dia mencari Anda."     

Fu Nanli tampak ketakutan, segera meletakkan sumpitnya, dan dia bergegas keluar bersama pengurus rumah itu.     

Sang nenek bersemangat, matanya bersinar, "Gadis muda? Aku mau melihatnya."     

Ye Minqiu buru-buru menahan ibunya, "Ma, diluar masih hujan, jangan ikut kesana."     

"Apa kamu tadi tidak dengar dia barusan saja bilang gadis muda? Apakah dia adalah kekasih Fu Nanli?"     

Ye Minqiu berkata dengan tidak jelas, "Aku...aku tidak terlalu jelas mendengarnya."     

Fu Nanli buru-buru menuju ke gerbang pintu rumahnya, dan melihat Lu Youyou dengan ekspresi serius.     

Lu Youyou terlihat seperti langit yang akan runtuh, "Tuan Muda Fu, Qiaoqiao sedang menunggumu di kaki gunung."     

"Ada apa dengannya?"     

"Dia merindukanmu."     

Fu Nanli segera meminta supir untuk mengemudikan mobil ke kaki gunung, mobil terhenti di tempat terjadi runtuhan tanah longsor, dan berjalan melewati puing-puing dan kerikil, membuat dia kesusahan untuk memegang payung.     

SUV BMW hitam itu menyala, wipernya masih bergoyang dari kiri ke kanan. kaca depan mobil itu berkabut, sehingga sulit untuk melihat pemandangan di dalamnya.     

Lampu depan mobil pekerja menyala, dan dari arah belakang terdengar suara bising dari para pekerja yang sedang bekerja.     

Fu Nanli berjalan ke sisi mobil dengan cepat, membuka pintu, dan melihat Wen Qiao berbaring setengah duduk di kursi mobil, dan melihat seorang pria muda yang duduk di kursi belakang mencondongkan tubuh ke depan untuk menatapnya. Dia cukup dekat sehingga Fu Nanli secara naluriah merasa terganggu.     

Fu Nanli mengulurkan tangannya untuk menekan tuas kursi agar kursi dapat lebih tinggi, dan Dong Yao melihat pria itu datang, perlahan dia mengangkat badannya ke belakang setelah melihat tatapan dingin di mata pria itu.     

Dia hanya sebagai dokter yang sedang mengamati keadaan pasien, tetapi pria itu seakan justru melihatnya seperti seorang saingan.     

"Wen Qiao..." Fu Nanli mengulurkan tangannya dan dengan lembut menyentuh wajah Wen Qiao, sementara Lu Youyou membantu pria itu memegangi payung.     

"Ada apa dengannya?" Fu Nanli menoleh untuk melihat Lu Youyou.     

Lu Youyou berkata, "Dia tertidur sepanjang perjalanan menuju kesini."     

Fu Nanli memandang orang yang berbaring di kursi mobil itu dengan penuh keraguan, gadis ini tidak terlihat seperti sedang tertidur, tetapi terlihat sedang pingsan.     

Tangan Wen Qiao yang tergenggam itu tiba-tiba bergerak, gadis itu perlahan-lahan membuka kedua mata, dia melihat samar-samar wajah dan ekspresi Fu Nanli, tapi itu tetap membuatnya merasa nyaman.     

Dia segera memeluk Fu Nanli.     

Fu Nanli harus membungkuk sedikit, menepuk punggungnya dengan ringan, dan berkata dengan suara yang jelas, "Ada apa denganmu?"     

Wen Qiao memeluk kekasihnya itu dengan sangat erat, ini kedua kalinya dia hampir kehilangan nyawanya, ketakutan dalam dirinya masih terasa sangat jelas.     

"Kamu bilang kamu akan pulang ke Kota Haicheng setelah tiga hari, kenapa kamu berbohong kepadaku?"     

Di telinga Fu Nanli, suaranya penuh dengan keluhan, dan hatinya melunak melihat gadis ini begitu bergantung padanya.     

Tidak ada waktu untuk berpikir berlebihan.     

"Karena hujan, lereng tanah di kaki gunung itu menjadi runtuh."     

Wen Qiao sebenarnya sudah memahami situasi yang sebenarnya terjadi disini, dia hanya ingin melampiaskan keluhannya, dan ingin mendengar penjelasan dari mulut pria itu sendiri.     

"Ponselmu juga tidak bisa dihubungi. Aku sudah menunggu di apartemen mu selama dua hari."     

Suara gadis itu terdengar tidak begitu jelas hingga dia tersedak karena isak tangisnya, setiap kata yang dia ucapkan mengena di hati pria itu dan setiap kata yang diucapkan mengandung keluhan.     

"Tidak ada sinyal di gunung, dan kebetulan lereng bukit itu runtuh sehingga nenek punya alasan untuk membiarkan kami tinggal lebih lama di villa selama dua hari lagi, sehingga aku tidak bisa pergi dari sini."     

Wen Qiao berkata dengan datar, "Iya, aku mengerti."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.