Dia Hanya Mengingatku

Jangan Melupakan Janjimu



Jangan Melupakan Janjimu

0Pria itu tidak mengatakan sepatah kata pun, Wen Qiao mengangkat angpao dan berkata, "Nenekmu memberikan angpao, aku tidak ingin menerimanya, tetapi nenekmu begitu baik kepadaku, aku..."     

Fu Nanli menarik gadis itu ke dalam pelukannya.     

Rasa tertekan yang Wen Qiao rasakan kini seakan-akan lenyap seketika.     

Dia bukanlah orang yang suka mengeluh, dirinya sudah merasa sangat bersyukur bisa mendapatkan sedikit perhatian dari orang yang dicintainya.     

"Nenek sudah memberikannya kepadamu, terima saja pemberiannya. Hanya saja aku minta satu hal kepadamu, lain kali jangan bertemu dan berbicara bahkan pergi lagi bersama mereka."     

"Iya, aku mengerti."     

Sepasang kekasih ini kemudian naik ke lantai atas, Fu Nanli menuangkan air hangat untuk Wen Qiao. Wen Qiao masih memegang angpao pemberian nenek Fu Nanli di tangannya dan merasa kebingungan, "Nenek memberiku uang terlalu banyak."     

Dia merasa tidak enak karena sudah menerima uang dari nenek secara cuma-cuma.     

"Tidak apa-apa, terima saja, itu sudah tradisi yang dilakukan orang tua ketika bertemu dengan orang muda."     

Sumber pemasukannya dari keluarga Fu kini bertambah satu lagi, hatinya terasa berat bila mengingat hal itu.     

"Aku dengar klub rugby-mu memenangkan pertandingan. Aku ucapkan selamat, ya."     

Dia hanya asal bicara untuk mencari topik pembicaraan. Dia tidak menuntut hal lain seperti kamu berjanji padaku untuk mengajakku kesana untuk menonton bersama, tetapi kamu sudah mengingkari janjimu.     

Fu Nanli membelai rambutnya, "Kamu marah?"     

Fu Nanli berjanji, "Aku akan mengajakmu menonton pertandingan rugby bersamaku di pertandingan selanjutnya."     

Fu Nanli sudah memutuskan bahwa dia tidak akan menutup hatinya lagi untuk gadis ini, dia hanya ingin melindungi Wen Qiao dan akan menyimpan rahasia tentang gadis itu dengan hati-hati.     

Dia harus menyimpan rahasia itu sampai Wen Qiao sudah cukup umur untuk menikah, agar tidak menimbulkan masalah besar.     

Wen Qiao sadar Fu Nanli telah salah sangka dengan ucapannya, dengan cepat menyanggah, "Aku tahu kamu sibuk, aku tidak masalah jika kita pergi atau tidak. Sungguh."     

Fu Nanli memegang tangannya, "Aku akan menepati apa yang sudah kujanjikan kepadamu, dan kuharap kamu juga menepati janjimu."     

Wen Qiao mengingat lagi janji yang diucapkannya kepada pria itu, lalu berkata, "Iya, aku tidak akan bertemu lagi dengan mama dan nenekmu."     

Fu Nanli membelai rambutnya, lalu sampai ke telinga dan terakhir menyentuh dagunya dan berbisik, "Selain itu?"     

Wen Qiao sedikit tercengang, "Apa lagi?"     

"Pikirkan baik-baik." Dagunya dicubit oleh pria itu.     

Wen Qiao memikirkannya untuk waktu yang lama, dia memikirkannya terus selama perjalanan pulang. Ketika dia sampai di gang barulah dia teringat apabila dia dulu pernah berjanji akan selalu berada disamping pria itu.     

Jantungnya berdebar-debar, dia juga ingin selalu berada di samping pria itu, bukan untuk menyelamatkan nyawanya.     

Meskipun dia selalu ingin berada di samping pria itu, dia takut pria itu tidak menginginkannya lagi begitu mengetahui semua kebohongannya.     

"Aku akan menepati janjiku." Kata Wen Qiao dengan tulus.     

Dia pasti bisa menepatinya.     

Fu Nanli memeluknya, "Wen Qiao, jangan melupakan janjimu."     

Di Cuaca yang dingin, Wen Chi menyandarkan setengah badannya ke meja sambil mengerjakan tugas rumah. Kondisi Wen Chi saat ini sudah mulai pulih, dia sudah bisa berkonsentrasi dibandingkan sebelumnya.     

Dulu emosinya masih tidak stabil, hal itu yang menyebabkan nilai pelajarannya selalu jelek. Dia selalu marah tiap kali mengerjakan tugas rumah.     

Sekarang kondisinya sudah membaik, nilai di setiap pelajarannya juga sudah meningkat, bukan hal yang mustahil baginya untuk bisa menduduki posisi sepuluh besar.     

Tiba-tiba ada suara langkah kaki di luar, serta suara panik Ding Hai dan Xia Bai.     

"Kakak Chi, Kakak Chi, ada hal buruk terjadi."     

Wen Chi menyelesaikan pertanyaan terakhir dari soal matematika, kemudian melirik dua orang yang terengah-engah, "Ada apa?"     

"Klub pamannya Ding Hai akan ditutup."     

Ekspresi Wen Chi berubah sedius, "Apa? Ding Hai, apa yang sebenarnya terjadi?"     

Ding Hai datang dengan posisi tubuh setengah berjongkok, kedua tangannya bertumpu pada kedua pahanya, nafasnya terdengar terengah-engah, dia terlihat susah untuk mengeluarkan suaranya.     

"Cepat katakan padaku."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.