Dia Hanya Mengingatku

Buat Apa Emosi?



Buat Apa Emosi?

0Wen Qiao memasukkan satu tangannya ke saku dan menatap Xu Lu sambil tersenyum, "Tidak ada, aku hanya ingin mengecek apakah hidungmu sudah sembuh sepenuhnya."     

Xu Lu melangkah mundur dan berkata, "Wen Qiao, aku peringatkan kepadamu, ini di lingkungan sekolah, jadi jangan sampai macam-macam. Kalau tidak, kamu bisa dikeluarkan dari sekolah."     

Wen Qiao mengulurkan tangannya untuk bersandar di pintu, "Sekarang aku masih bisa menahan tinjuku. Tetapi kalau kamu terus-terusan menyebarkan rumor bahwa aku yang mencelakai Fang Duo, aku tidak segan-segan untuk memukulmu. Tulang hidungmu sudah pernah patah sekali, jika sampai itu terjadi lagi, entah apakah dokter masih bisa memperbaiki hidungmu."     

Wajah Xu Lu menjadi pucat, "Kamu ..."     

Wen Qiao tersenyum sinis, "Aku apa? Jangan berdebat denganku, jika ingin menuduhku, kamu harus punya bukti. Sekali lagi kamu menuduhku, aku akan memukulmu, hanya saja kali ini aku akan membiarkanmu memilih mau dipukul pada bagian hidung atau di bagian tubuhmu yang lain, bukankah aku cukup bermurah hati kepadamu?"     

Xu Lu sangat ketakutan sehingga dia tidak berani mengatakan sepatah kata pun, dia berpikir bahwa Wen Qiao sudah benar-benar gila.     

Dia takut berhadapan dengan Wen Qiao.     

"Kamu gila." Xu Lu mendorong Wen Qiao dan pergi dengan tergesa-gesa, dia berjalan sambil sesekali melihat ke belakang. Wen Qiao berdiri di pintu, membelakangi cahaya lampu, Xu Lu terhuyung beberapa kali, dan akhirnya kembali untuk ruangan pianonya sambil menghela nafas.     

Hatinya terasa sedih dan tertekan.     

Nasib terasa tidak adil baginya, dia merasa selama setahun ini Wen Qiao telah berubah menjadi orang yang berbeda.     

Sedikit saja ada perubahan pada Wen Qiao, itu bisa mengubah nasibnya menjadi buruk.     

Walaupun dia membenci perubahan yang terjadi pada Wen Qiao, tetapi dia tidak bisa berbuat apa-apa.     

Satu hal yang bisa menenangkannya adalah Fu Nanli sepertinya sudah puas mempermainkannya, dan dia menantikan pria itu mencampakkan Wen Qiao.     

Selain itu, dia harus lebih dulu memenangkan Lily Award, penghargaan paling bergengsi di Tiongkok, agar dia bisa membanggakan dirinya.     

Setelah memperingatkan Xu Lu, Wen Qiao menerima pesan dari Fu Nanli bahwa dia telah kembali dari Pulau Nanbin, dan memintanya untuk mengundang dirinya makan malam setelah ada waktu luang.     

Wen Qiao bersandar di ambang jendela dan mengerutkan kening, bagaimana pun dia sudah berjanji kepada Fu Nanli untuk mengundangnya makan malam, jadi dia harus menepati janjinya itu.     

Setengah jam kemudian, Wen Qiao berdiri di depan rumah Fu Nanli dengan bahan-bahan yang sudah dia beli di supermarket. Fu Nanli membukakan pintu untuknya. Wen Qiao menatapnya dan berkata, "Apakah ini normal? Traktiran makan malam pertama dilakukan di rumahmu?"     

Fu Nanli mempersilahkan Wen Qiao masuk ke dalam, "Maaf, aku belum pernah berpacaran sebelumnya, jadi aku tidak bisa memberikan pendapat. Apakah kamu sudah pernah berpacaran?"     

Wen Qiao menggelengkan kepalanya, "Aku juga belum pernah."     

Tidak seorang pun orang di sekitarnya yang memiliki pengalaman berpacaran, jadi dia tidak bisa mendapatkan saran.     

Wen Qiao berdiri di depan meja kaca dapur dengan satu tangan di pinggulnya, "Aku rasa apa yang kulakukan ini tidak masuk akal."     

Fu Nanli membantunya mengolah bahan sambil menjawab, "Aku pikir masuk akal. Lagipula kamu masih belum berpengalaman, jadi jangan terlalu pusing memikirkan masuk akal atau tidaknya."     

Apa yang dikatakan oleh Fu Nanli ada benarnya juga.     

Fu Nanli mengambil celemek di samping dan membantu memakaikannya, menyisir rambutnya yang panjang, dan menyentuh lehernya dengan jari-jarinya. Sentuhan hangat itu membuat Wen Qiao ingin bersembunyi, "Apakah ini pantas dilakukan?"     

Fu Nanli mencibir dalam hati, Apanya yang tidak pantas?     

"Maaf, aku tidak sengaja menyentuh lehermu."     

Wen Qiao berbalik dan bertanya curiga, "Apakah benar tidak disengaja?"     

Garis rahang Fu Nanli kencang, dan giginya gemeretak, "Potonglah bawang itu dengan baik, jangan berbicara omong kosong. Kalau tidak, aku tidak bisa menahan diriku untuk menciummu di sini?"     

Wen Qiao mencibir dalam hati, Mengapa jadi emosi?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.