Dia Hanya Mengingatku

Sudah Percaya, kan?



Sudah Percaya, kan?

0Shen Tian memandang Wen Mo dari atas ke bawah, "Dia kelas 2 SMA? Dia sama sekali tidak terlihat seperti anak SMA."     

"Dia kelas 3 SMP dan akan mengikuti ujian masuk SMA."     

Shen Tian sebagai generasi kedua Keluarga Shen merasa dipermalukan, dia berkata, "Bibi, apa Bibi tidak salah? Bibi meminta dia yang masih kelas 3 SMP untuk mengajariku yang saat ini sudah kelas 2 SMA?"      

Wen Qiao mengambil kertas ujian dan menepuk kepalanya, "Kalau begitu, kalian berdua cobalah kerjakan soal-soal yang ada di kertas ini, nanti kita lihat siapa di antara kalian yang nilainya lebih bagus."     

Melihat Shen Tian yang sudah meremehkan kemampuan adiknya, Wen Qiao ingin memberinya pelajaran agar tidak congkak.     

Xia Bai bergegas membuat salinan soal di toko fotokopi depan gang.     

Lima menit kemudian, di meja tua tepat di bawah pohon akasia hijau yang ada di halaman, Shen Tian dan Wen Mo mulai mengerjakan soal.     

Mereka saat ini mengerjakan soal matematika.     

Wen Mo mengerjakan soal pilihan ganda tanpa berpikir lama, tetapi Shen Tian menertawakannya, "Adik, kamu sudah mulai menjawab soal dengan asal-asalan, ya? Hehehe…"     

Wen Qiao menegurnya, "Fokus kerjakan soalmu sendiri, jangan urusi orang lain."     

Begitu Shen Tian menyelesaikan pertanyaan pilihan ganda, Wen Mo mulai membalik halaman. Shen Tian meliriknya dan tidak menganggapnya serius. Shen Tian tidak peduli seberapa pintar si junior kelas 3 SMP ini, dia berpikir jika Wen Mo tidak mungkin lebih pintar dari dirinya.     

Jangan panik.     

Ketika dia selesai menjawab soal pilihan ganda, Wen Mo sudah meletakkan bolpoinnya.     

Shen Tian menjawab pertanyaan dengan tenang. Sudah selesai mengerjakan soal dengan cepat, belum pasti nilainya lebih bagus. Dia tidak mau terpancing setelah melihat Wen Mo sudah selesai mengerjakan soal lebih dulu.     

Satu setengah jam kemudian, akhirnya Shen Tian selesai mengerjakan soal. Dari tadi Wen Mo menunggunya dengan bermain rubik kubus.     

Wen Qiao adalah orang yang akan menilai soal yang sudah mereka kerjakan. Wen Qiao akan menandai dengan tanda silang ataupun tanda centang dengan bolpoin merah yang dipegangnya. Tentu saja, hanya pada kertas ujian Shen Tian yang mendapatkan tanda silang lebih banyak.     

Akhirnya, Wen Qiao menekan tutup bolpoin, "Kalau menjawab benar semua nilainya 150, sedangkan nilai Shen Tian adalah 67."     

Shen Tian berkata dengan bangga, "Ujian kemarin lusa aku hanya mendapat nilai 50 lebih. Bibi, nilaiku ada kemajuan, kan?"     

Wen Qiao menggulung kertas ujian dan mengetuk kepala Shen Tian. Shen Tian menyentuh bagian kepalanya yang dipukul.     

Wen Qiao berkata lagi, "Nilai Wen Mo adalah…150. Shen Tian, nilaimu bahkan belum setengah dari nilai juniormu yang masih kelas 3 SMP."     

Shen Tian tertegun, "Tidak mungkin! Aku akan mengirimkan kertas ujiannya kepada teman terpintar di kelasku."     

Setelah selesai berbicara, dia mengambil kertas ujian Wen Mo dan mengirimkan kepada temannya.     

Wen Qiao duduk di kursi bambu dengan kaki disilangkan, "Kalau begitu kita tunggu saja hasilnya."     

Wen Qiao merasa bahwa keponakan Fu Nanli yang congkak ini harus sadar dengan sendirinya bahwa dia sudah kalah dari adiknya.     

Wen Mo berdiri di samping kakaknya dengan ekspresi acuh tak acuh di wajahnya, Wen Chi memegang permen lolipop di mulutnya dan berkata, "Kakak, jangan keras kepala, tidak ada gunanya. Xiao Mo adalah anak yang jenius. Dia tidak hanya bisa mengerjakan soal ujian kelas 2 SMA, dia bahkan bisa mendapatkan nilai 100 dalam mengerjakan soal ujian tingkat universitas."     

Shen Tian bereaksi, "Kalau kamu mau membual, membualah yang masuk akal. Kalau dia benar bisa mendapat nilai 100 dalam mengerjakan soal ujian tingkat universitas, kenapa dia tidak langsung masuk kuliah saja? Bukankah sekarang banyak universitas yang menerima mahasiswa remaja?"     

Wen Qiao meraih tangan Wen Mo, "Alasan utama aku melarangnya lompat menjadi seorang mahasiswa adalah meskipun dia jenius, tetapi aku ingin dia berteman dengan teman-teman seusianya, bagaimanapun juga mentalnya masih anak berusia 16 tahun. Kalau memaksakan dia langsung masuk ke Universitas, itu tidak bagus untuk mentalnya."     

Shen Tian kelihatan tidak peduli.     

Setelah beberapa saat, teman sekelasnya yang pintar membalas pesan darinya, Nilainya 100.     

Lutut Shen Tian langsung lemas dan dia seperti barusan mendapat tamparan keras, sebegitu jeniuskah keluarga bibi ini?     

Wen Qiao masih duduk di kursi bambu, menatap Shen Tian sambil tersenyum. Tatapan Wen Qiao seakan berkata, Bagaimana? Sudah percaya, kan?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.