Dia Hanya Mengingatku

Ibu Gu Xiao



Ibu Gu Xiao

0Wen Qiao tidak berdaya ketika melihat bahwa perkataannya telah melukai perasaan Fu Nanli yang rapuh.     

Sebenarnya dia tahu bahwa perkataannya akan melukai perasaan Fu Nanli, hanya saja secara naluriah dia akan mengatakan yang sesungguhnya. Wen Qiao memang bukanlah gadis yang suka dikasihani dan diberi uang secara cuma-cuma.     

Wen Qiao telah terbiasa melewati masa-masa kelamnya seorang diri.     

Sampai kapanpun Fu Nanli akan selalu mencintai Wen Qiao dan juga sekaligus pasti ada saat dia akan marah kepadanya, tetapi rasa cintanya yang besar kepada gadis itu mampu memadamkan kekesalan yang ada di dalam hatinya.     

Fu Nanli menarik Wen Qiao ke dalam pelukannya, "Lain kali kalau ada hal seperti ini lagi, kamu harus memberitahuku. Apa kamu mengerti?"     

Li Fang, yang kembali dengan jarum infus yang baru seketika terhenyak melihat Fu Nanli dan Wen Qiao sedang berpelukan.     

Bukankah tadi mereka bertengkar? Pikir Li Fang dalam hati.     

Kenapa dia harus datang mencabut infusnya di saat yang kurang tepat? Mau tidak mau dia harus tetap mencabut infus tetanus sambil menatap mata Fu Nanli yang terlihat tidak senang, dia berjalan perlahan, dan mencabut infusnya. Dia meminta Fu Nanli untuk tidak bergerak, dan kemudian dia keluar dari ruangan.     

"Wen Qiao, apakah kamu mendengar nasehatku?" Tanya Fu Nanli.     

Wen Qiao bersikukuh mengatakan, "Tapi aku bisa menyelesaikan masalah sendiri."     

Fu Nanli menyipitkan matanya.     

"Aku akan mencari bantuanmu, kalau aku tidak mampu menyelesaikan masalah, bagaimana?"     

Fu Nanli menggertakkan giginya, "Setidaknya aku harus menjadi orang pertama yang kamu mintai pertolongan."     

"Apakah harus sampai sejauh itu?"     

Wajah Fu Nanli terlihat tidak senang, akhirnya Wen Qiao memilih untuk mengalah, dia menganggukan kepala sambil berkata, "Baiklah."     

Di tengah malam, setelah operasi di rumah sakit, Gu Xiao perlahan-lahan telah sadarkan diri setelah efek obat biusnya sudah hilang. Kakak Dong lega melihat Gu Xiao sudah membuka matanya dan dia menunjuk ke kantong infus di sampingnya, "Masih ada tiga kantong obat. Berbaringlah dulu."     

Setiap Gu Xiao bergerak, luka dari operasi masih dia rasakan cukup perih, bibirnya pucat dan kering, lalu dia berkata dengan suara serak, "Terima kasih, Kakak Dong."     

"Sama-sama."     

"Di mana Wen Qiao?" Tanya Gu Xiao sembari menahan sakit sehingga tidak menanyai Wen Qiao dengan jelas.     

"Dia ada urusan keluarga, jadi dia tidak bisa mengantarmu ke rumah sakit. Sebagai gantinya, dia menghubungi 120 dan juga menghubungiku."     

Gu Xiao menurunkan pandangan matanya, "Oh."     

"Kamu ini, kenapa kamu tidak memberitahuku kalau kamu punya sakit lambung? Kamu justru menahan rasa sakit itu sendirian di kamar. Andai saja Wen Qiao tidak menemukanmu, apa kamu kira sekarang kamu masih hidup?"     

Gu Xiao hanya mengedipkan mata, tanpa menjawab sepatah kata pun.     

"Beri aku kontak keluargamu, aku akan menghubungi orang tuamu."     

Suara Gu Xiao terdengar lemah, "Ayahku sudah meninggal, sedangkan ibuku kemungkinan tidak akan mengangkat telepon darimu."     

Setiap malam dia selalu minum, dan mabuk.     

"Apakah ada anggota keluarga lain yang bisa dihubungi saat ini?"     

Gu Xiao menggelengkan kepalanya, "Nenekku sudah tua, jangan ganggu dia lagi, kamu bisa menyewa seorang perawat untukku. Sekarang, Kakak Dong pulang saja dan istirahat."     

Bagaimana mungkin Kakak Dong tega meninggalkan Gu Xiao sendiri? Dia tampak menyedihkan, jadi Kakak Dong menemaninya sampai pagi buta, membantu menekan bel untuk memanggil perawat menarik jarum infus, memapahnya ke kamar mandi, dan duduk di samping tempat tidur Gu Xiao untuk tidur sejenak.     

Rumah sakit membawa makan pagi. Kakak Dong membantunya duduk dan makan dengan tenang.     

Gu Xiao bukanlah anak yang suka berbincang-bincang, jadi Kakak Dong merasa hanya seorang diri di kamar rawat inap ini.     

Ketika Gu Yunzhu datang, Gu Xiao sedang menghabiskan suapan bubur terakhirnya, lalu meletakkan mangkuk di atas baki. Kakak Dong membantu memindahkan baki. Saat berbalik badan, dia melihat ada seorang wanita berdiri di depan pintu kamar.     

Sulit untuk mengatakan berapa usia dari wanita itu. Wanita itu berusia antara tiga puluhan sampai empat puluhan tahun. Dia terlihat awet muda, memiliki rambut panjang sebahu berwarna coklat dan agak keriting. Dia memakai kemeja lengan pendek rajutan berwarna hijau tua dengan membawa tas. Dia terlihat lembut, cantik dan juga feminim.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.