Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 118: Tolong, Terima kasih, dan Maaf



BAB 118: Tolong, Terima kasih, dan Maaf

0"No, kamu mandi sekarang. Aku bantu ya. Setidaknya sebelum berangkat ke kantor, ada satu hal yang aku bisa kerjakan untukmu." Jawab Darren memaksa.     

"Sungguh, aku tidak apa-apa. Kamu mandi saja dan segera sarapan. Sudah siang, nanti telat." Jawab Calista, sambil memegang tangan Darren yang hendak membuka kancing bajunya.     

"Aku tidak menerima penolakan. Kamu tenang saja, aku tidak akan macam-macam." Calista menghela napas pasrah. Darren pun membantunya mandi dan menggosok punggung sang istri.     

Calista menikmati setiap pijatan dan siraman air ke kepala dan tubuhnya oleh suaminya yang semakin memanjakan dirinya.Entah sampai kapan Calista bisa merasakan kelembutan seperti ini. Apakah hanya sampai dia melahirkan anaknya? Entahlah. Calista mencoba berpikir jernih dan positif selalu.     

Setelah hampir setengah jam, Calista pun selesai mandi dan Darren gantian mandi. Pria itu benar-benar menepati janjinya untuk tidak macam-macam. Calista mempersiapkan pakaian perlengkapan Darren dan meletakkannya di atas kasur. Calista sendiri langsung keluar kamar menuju meja makan untuk menyiapkan sarapan suaminya.     

"Ini apa bi?" Calista menunjuk isi makanan yang ada didalam piring yang terbuat dari porselen cantik berwarna hijau.     

"Daging sapi asap saus asam manis, nyonya." Jawab seorang pelayan bagian dapur.     

"Boleh aku cicipi sedikit?" Calista penasaran dengan aroma manis segar yang keluar dari makanan ini setelah dimasukkan kedalam wadah piring.     

"Tentu saja, nyonya. Silahkan!" Calista diberikan piring kecil dan sendok untuk mencicipi. Awalnya, perempuan hamil itu mencipi kuah kental yang berwarna merah kehitaman disekitar dagingnya.     

"Hmm, enak bangeet bi. Asamnya segar dan tidak begitu manis. Aku mau minta daging ini dengan porsi banyak." Calista seolah menemukan makanan yang sudah lama dia inginkan. Bibi pelayan dapur itu pun tersenyum senang karena hasil masakannya di apresiasi dengan begitu istimewa.     

Meja yang telah terisi penuh dengan makanan dan minuman, bertepatan dengan Darren yang menuruni anak tangga dengan gagahnya. Langkah tegap dan panjang ciri khasnya sangat mendominasi seisi rumah. Bulu-bulu halus yang dibiarkan tumbuh disekitar rahangnya, membuatnya semakin disegani setiap orang yang melihatnya.     

Darren mencium ubun-ubun Calista dan duduk disebelahnya. Perempuan hamil itu tersenyum senang. Dia mulai menikmati perlakuan kecil yang diberikan Darren, seperti ciuman di ubun-ubun.     

"Bagaimana, masih mual?" Darren menyatukan kedua tangannya dibawah dagu, sambil matanya menatap tajam Calista yang tampak lebih segar setelah mandi.     

"Sudah tidak. Ayo makan." Menu sarapan ala Darren hanyalah roti sandwich dengan isi daging asap, irisan tomat dan selada, juga setetes sirup maple. Calista menuangkan jus jeruk kedalam gelas bening panjang dan diletakkan di sebelah kanan Darren. Pria bermata hijau itu memperhatikan semua yang dilakukan Calista dengan cermat.     

"Thank you, kamu juga makan yang banyak." Darren menaruh potongan roti gandum diatas piring Calista dan segelas susu hamil. Calista menatap nanar minuman berwarna putih kental tersebut. Aroma khasnya membuat dirinya menghela napas dalam-dalam. Darren melihat itu dari ekor matanya. Namun, dia tetap memaksa Calista untuk minum susu hamil meskipun harus dimuntahkan.     

"Hari ini ke butik lagi?" Darren mulai melahap potongan roti sandwich tersebut.     

"Mami meminta aku datang kalau aku tidak ada kegiatan dirumah. Jadi, aku akan datang tapi tidak seharian." Jawab Calista.     

"Hmm, kalau kamu tidak ada kegiatan dan bosan dirumah, minta temani Hera ke salon atau ke mal. Untuk menjaga mood kamu agar tidak mudah marah." Darren berkata.     

"Memangnya aku pemarah?" Perempuan hamil itu merasa tersinggung dengan kalimat terakhir yang Darren katakan. Bibirnya mengerut dan mendecih.     

"Bukan pemarah, tapi sangat amat senang marah-marah." Jawab Darren lagi. Dua orang pelayan yang berdiri dibelakang majikannya yang sedang makan, tersenyum simpul menutup mulut.     

Calista menghela napasnya dan tersenyum kecut.     

"Baiklah, setelah dari butik mami, aku ijin ke salon. Aku mau potong rambut dan aku mau rambutku di warnai merah menyala." Jawab Calista terkekeh. Darren mengerutkan alisnya.     

"Kalau sampai kamu berani memotong rambut panjangmu dan mewarnai selain hitam, aku akan perintahkan orang-orangku untuk mencukur habis semua karyawan salon itu." Jawab Darren menyeringai sinis. Calista memundurkan wajahnya merasakan Darren berkata tepat didepan wajahnya.     

"Sudah-sudah, kita kok ngomong yang tidak-tidak sih lagi sarapan. Cepat dihabiskan makananmu. Sudah jam berapa itu." Calista melihat jam dinding paling besar yang ada di belakang meja makannya. Darren berdecih melihat Calista salah tingkah.     

"Aku berangkat sekarang. Hati-hati di jalan. Kalau kamu mau main ke kantorku, datanglah kapanpun." Darren mengelap bibirnya yang telah selesai menyantap roti sandwichnya dan menenggak habis segelas jus jeruk. Pria ber setelan jas hitam itu berdiri dan merapihkan jasnya kembali. Calista sudah berdiri lebih dahulu. Darren tidak membawa tas laptop karena semuanya sudah ada didalam mobil. Hanya ponsel dan dompet yang selalua ada di saku jasnya.     

"Cari uang yang banyak ya daddy, biar baby bisa hidup enak dan makan banyak." Calista menirukan suara anak kecil lengkap dengan mimic wajahnya yang semakin menggemaskan. Darren terkekeh mendengarnya. Dia pun kembali duduk di kursi makan dan menarik tubuh Calista mendekat wajahnya.     

Darren mengusap perut yang mulai tampak sedikit membuncit jika diraba, meski belum terlihat jelas.     

"Daddy kerja dulu ya sayang, jaga mommy baik-baik dirumah. jangan bandel dan harus mau minum susu, biar baby dan mommy sehat selalu." Perut Calista diusap dan dikecup Darren lamat-lamat. Calista menggigit bibirnya. Perempuan hamil itu mulai merasakan hubungannya dengan Darren semakin harmonis. Tapi, dia teringat kembali kalau kemesraan ini hanyalah sampai dia melahirkan anak-anaknya kelak. Calista menyembunyikan semua gundah gulana di hatinya lewat senyuman yang diberikan untuk suami kontraknya.     

"Aku berangkat dulu. Telpon aku kalau butuh sesuatu." Darren lagi-lagi mencium ubun-ubun Calista sambil memegang kepala perempuan hamil dengan dua tangan lebarnya.     

"Iya, hati-hati di jalan." Calista melepas Darren dengan senyuman penuh ketulusan. Setelah Darren keluar gerbang, dia baru ingat akan Wandi, pria yang dia tugaskan untuk menguntit Dian.     

"Tolong panggilkan bu Hera dan minta temui aku di kamarku." Calista berkata kepada salah seorang pelayan yang sedang membersihkan meja untuk mencari keberadaan Hera.     

"Baik bu." Jawab salah seorang pelayan tersebut.     

"Terima kasih yaa …" Sahut balik Calista.     

Tiga ucapan yang selalu dia terapkan sehari-hari: Tolong, terima kasih, maaf.     

Kelihatannya mudah tapi kalau tidak dibiasakan dan bagi beberapa orang akan terasa sangat sulit diucapkan.     

Calista menuju ke kamarnya sambil bersiap-siap untuk berangkat ke butik. Perempuan hamil itu selalu berusaha untuk menghubungi ponsel Dian, namun selalu nada sibuk yang terdengar. Hanya doa yang bisa dipanjatkan olehnya agar satu-satunya teman itu dalam keadaan baik-baik saja, dimanapun dia berada.     

Toktoktok …     

"Masuk."     

"Anda memanggil saya nyonya?" Hera membuka pintu dan berjalan menghampiri nyonya mudanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.