Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 102: Berbohong Sejak Awal



BAB 102: Berbohong Sejak Awal

0"Kamu mau aku temani ke kantor polisi?" Calista memeluk sahabatnya yang sedang berduka.     

"Aku tidak punya bukti apa-apa. Yang ada, nanti aku malah jadi tersangka karena pencemaran nama baik." Dian menghela napas kasar. Dia cukup tahu diri untuk berhadapan dengan kaum elit. Dian hanya ingin hidup damai dan tenang tanpa gangguan dari pria iblis itu lagi.     

"Aku pasti akan membantumu. Kamu tenang saja. Aku selalu bersamamu. Hanya kamu temanku satu-satunya, bersabarlah ya." Calista memeluk tubuh Dian dan mencoca memberinya ketenangan.     

"Sekarang, kamu pulang saja dulu. Kamu pasti butuh waktu untuk menenangkan diri."     

"Tidak, aku tidak apa-apa. Kalau dirumah, aku justru akan kepikiran. Aku ingin menyibukkan diri dengan bekerja. Terima kasih Calista, kamu selalu ada buatku dan selalu mau berteman dengan orang seperti aku." Dian masih menangis sesenggukan di bahu Calista yang hari ini memakai atasan dengan lengan pendek yang terjuntai ke lengan.     

"Kamu istirahat dulu, baru boleh keluar. Aku akan bilang pada supervisormu. Aku keluar dulu yaa." Calista mengusap air mata yang jatuh di pipi Dian. Sungguh malang nasib sahabatnya ini. Dan, sungguh brengsek pria kejam itu. Calista bersumpah akan membuat perhitungan dengan pria itu kalau sampai dia mengenalinya.     

"Sayang, sudah selesai acaranya?" Darren yang baru keluar dari ruangan rapat, langsung menelpon istri yang seharusnya dia dampingi di acara fashion show perdananya.     

"Sudah, baru saja. Kamu masih sibuk?" Calista menelpon sambil melihat para karyawan dan tim EO membereskan peralatan.     

"Aku baru selesai rapat. Aku lapar. Aku jemput sekarang ya. Jangan kemana-mana."     

"Iya." Darren menutup panggilan telpon untuk berkemas-kemas menjemput sang istri makan siang bersama.     

Darren mengenakan jas hitam yang semula digantung ke tiang jas. Saat rapat tadi Darren tidak mengenakan jasnya. Siang ini pria bermata hijau itu ingin mengendarai sendiri mobilnya. Mobil mewah import keluaran Eropa itu pun melaju meninggalkan area gedung The Anderson.     

"Thanks ya sudah menemani aku tadi. Walau kenyataannya tidak sesuai yang aku harapkan." Britney duduk di kursi penumpang depan bersama Dave yang menyetir kendaraan.     

"Huh, maksudnya?"     

"Aku itu bawa kamu untuk aku pamerkan ke dua orang yang sudah membuatku sakit hati. eh, malah dua-duanya tidak ada disana." Jawab Britney sambil cemberut kesal.     

"Aku justru yang terima kasih karena sudah diajak kesana." Seringai licik dan kepuasan tertera jelas di bibir dan wajah Dave. Akhirnya dia bisa menemukan perempuan yang memberinya pengalaman pertama bercinta dengan seorang perawan.     

"Maksud kamu apa? Kamu dapet kenalan perempuan baru disana ya?" Britney mengerutkan alisnya.     

Dave hanya tersenyum tipis tanpa menjawab pertanyaan Britney.     

"Mau aku anterin ke mana? Aku tidak bisa lama-lama. Aku masih ada urusan lain." Dave menghentikan mobilnya tepat di belakang garis lampu merah di persimpangan jalan.     

"Huft, aku mau pulang saja. Mobilku dirumah." Britney mendengus kesal. Dave pun membelokkan mobilnya menuju arah rumah Britney setelah lampu hijau menyala.     

"Bagaimana acaranya? Sukses?" Darren dan Calista kini sedang menikmati makan siang di sebuah restoran favorit Darren. Pria itu sempat terkejut saat menjemput Calista di luar pintu butik. Gaun yang dikenakan Calista dari rumah berbeda dengan gaun yang dipakainya saat Darren menjemput istrinya. Ternyata seorang desainer menawarkan sebuah gaun sebagai ajang promosi juga untuk dipakai Calista. Jadilah calista mengganti pakaiannya.     

Darren menyuruh Calista mengganti pakaiannya dengan yang semula dari rumah. Karena gaun tadi dianggap terlalu terbuka dan menampilkan tubuh sang istri secara bebas. Darren sempat cemberut dan kesal dibuatnya. Beruntung Calista mulai pintar mengambil hati dan merayu sang suami. Jadilah, sekarang Darren sudah mau bersuara lagi.     

"Lumayan. Setidaknya aku bisa menjadi kepanjangan tangan mami untuk berbicara dengan semua orang disana. Oya, nanti kamu pulang kerja, kita jenguk papi kamu ya." Calista memasukkan satu sendok penuh nasi beserta ikan gurame bakar dengan sambal kecap yang hanya menggunakan satu cabe.     

"Okay, kamu mau pulang sekarang. Aku antarkan setelah makan siang." Jawab Darren yang sama-sama menikmati makan siang mereka dengan gurame bakar.     

"Nanti saja, sama kamu bareng." Sebenarnya Calista ingin bertanya pada Darren apakah dia bisa bantu menyelidiki pria yang memperkosa Dian. Namun, sepertinya waktunya tidak tepat. Lagipula dia tidak tahu harus memulai bertanya darimana. Pada akhirnya, Calista ingin menyelidiki sendiri.     

Darren melihat raut wajah Calista seperti ingin bertanya sesuatu tapi tidak berani untuk diungkapkan. Seketika, Darren teringat dengan janjinya untuk membawa Calista menjenguk orangtuanya di Jogja.     

"Akhir pekan kita ke Jogja. Hanya dua malam saja dan menginap di hotel." Darren menyelesaikan makan siangnya dan mengelap bibirnya dengan serbet yang disediakan.     

"Benarkah? Kamu serius?" Sepasang mata Calista seperti akan loncat keluar karena saking senangnya.     

"Apa aku pernah berbohong padamu?" Jawab Darren balik.     

"Hmm, dari awal sudah berbohong." Jawab Calista lagi sambil mengerucutkan bibirnya.     

"Dari awal?"     

"Ya, dari awal. Siapa yang mengaku pria tua, botak, cacat, yang mencari perempuan usia tidak sampai dua puluh tiga tahun dan masih perawan? Cih! Kenapa harus begitu sih? Kalau kamu jujur kan, ratusan wanita akan mengambil nomer antrian." Calista membayangkan saat pertama kali dia memasuki mansion Darren di malam hari sepulang bekerja.     

"Huh, kalau aku jujur dari awal, aku tidak akan bertemu denganmu. Kamu pasti akan merasa rendah diri dan tidak punya kepercayaan diri untuk datang kan?" Jawab Darren lagi.     

"Aku sedang butuh duit jadi aku pasti datang untuk mencoba. Urusan diterima atau tidaknya, yang penting aku sudah mencoba." Calista menjawab dengan mata sendu.     

"Ya sudahlah, kalau kamu sudah selesai makan. Aku antarkan ke butik lagi. Nanti pulang aku usahakan cepat biar bisa pulang sama-sama." Darren berkata.     

"Iya."     

-----     

Waktu berjalan terasa sangat cepat untuk semua orang hari ini. Tidak terasa jam menunjukkan pukul lima sore. Jemputan Calista sudah sampai didepan butik. Dian yang masih sibuk di hari keduanya bekerja, membantu seniornya membereskan sisa-sisa acara tadi pagi. Beruntung semua teman-teman di butik ramah dan mau mengajarinya. Dian merasakan sangat betah bekerja disana.     

"Kita langsung kerumah sakit ya." Darren segera menghidupkan mesin mobil setelah memastikan Calista memasang sabuk pengaman seperti dirinya. Mobil mewah itu pun melaju menuju rumah sakit swasta terbesar di Jakarta. Calista yang tampak lelah, tertidur didalam mobil dengan kepalanya bersandar pada kaca jendela sebelahnya. Darren menepikan mobilnya sejenak dan mengambil bantal yang ada di kursi belakang. Bantal itupun di letakkan disamping kepalanya agar tidak terbentuk kaca jendela setiap kali mobil bergerak.     

Darren benar-benar salut dengan Calista yang bisa tidur dimana saja, kalau sudah mengantuk. Perempuan yang terbiasa hidup susah dan bekerja keras, tidak akan manja dan merengek setiap membutuhkan sesuatu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.