Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 94: Menggantung di Lantai



BAB 94: Menggantung di Lantai

0Donni memijit pelipisnya yang tidak pusing. Kamar ini tidak pernah dia ijinkan wanita manapun untuk menidurinya, kecuali Agnes. Hari dimana Agnes melarikan diri, adalah hari dimana dunianya berasa runtuh untuk pertama kalinya. Selama satu bulan pertama, Donni bagaikan iblis pencabut nyawa yang setiap malam dihabiskan dengan membuat bangkrut satu perusahaan minimal.     

Pria yang kehadirannya selalu ditakuti semua klien dan saingan bisnisnya itu, merebahkan tubuhnya diatas ranjang dengan kedua kaki masih menggantung di lantai.     

"Agnes …" Tidak ada kalimat lain yang bisa Donni ucapkan. Dia hanya berharap untuk menjalani hari-hari selanjutnya dengan tenang, bersama wanita yang dicintainya seumur hidupnya.     

-----     

Pagi beranjak, menandakan banyak aktivitas yang harus dikerjakan semua makhluk hidup hari itu dengan kesibukannya masing-masing. Mendekati hari peluncuran produk di butik yang tinggal sehari lagi, Calista merasakan euphoria deg-degan yang luar biasa. Ini pertama kalinya dia memimpin acara besar, meskipun henya mewakili. Merasakan mengemban nama besar membuat Calista sedikit stress.     

"Kalau kamu menemui kesulitan, tanyakan asisten mami disana. Jangan dikerjakan semuanya sendiri. Ingat …"     

"Kamu lagi hamil. Hmm …" Calista memotong ucapan Darren yang berulang-ulang kali diucapkan setiap harinya, hingga Calista merasakan tiga kata itu seperti doktrin yang mencuci otaknya.     

"Baguslah kalau kamu sudah tahu. Hari ini aku pulang telat. Siang ini mau bertemu klien dan setelah itu pergi melihat pembangunan hotel yang ada di Bandung. Kamu tidak usah menungguku untuk makan dan tidur. Jangan sampai telat makan. Tubuhmu kurus sekali." Darren menyipitkan matanya menatap Calista.     

"Kurus? Justru aku merasa berat badanku naik karena pakaian yang semula aku bawa, sekarang tidak muat." Jawab Calista berdecih.     

"Masa? Coba aku cek."     

Mata Calista melotot lebar ketika mendengar kalimat terakhir yang diucapkan Darren. Darren berdiri setelah menyeka bibirnya yang selesai makan dengan tissue. Calista duduk sambil menelan salivanya susah payah.     

"Hmm, bagian ini memang agak besar namun yang ini masih rata. Tapi, sebentar lagi pasti membuncit." Darren meremas kedua buah dada Calista dari luar dress berbahan sifon dengan warna kuning motif buah-buahan tersebut. Calista menggigit bibir bawahnya. Beberapa pelayan yang semula berdiri di belakang mereka, perlahan menjauh dan meninggalkan kedua majikannya yang tampak butuh privasi.     

"Darren, hentikan. Disini banyak orang." Calista menahan telapak tangan Darren yang hendak menjalar masuk menyusup kedalam dress lengan pendeknya.     

"Hehehe, berikan aku sarapan pagiku." Jawab Darren akhirnya sambil meraih tangan Calista dan meletakkannya di leher kekarnya.     

"Huft, tadi kan kamu habis sarapan. Memangnya kurang?" Tanya Calista.     

"Kalau tadi sarapan lahir. Yang sekarang, aku minta sarapan batin." Jawab Darren dengan ucapan yang hari ini sedikit manja dan menghangat.     

"Sedikit saja ya." Calista menunjukkan ibu jari dan telunjuk yang saling berhimpit.     

"Hmm …" sahut Darren dengan seringai jahilnya.     

Calista ragu-ragu mendekatkan bibirnya. Kedua mata Darren yang sudah terpejam, tetap tidak bisa menghilangkan rasa deg-degan di jantung Calista. Sesaat sebelum bibirnya menempel di bibir suamiya, mata Calista terpejam. Dan sedetik kemudian mata Darren justru terbuka dan tersenyum geli melihat Calista yang mengerutkan dahinya karena takut-takut.     

Darren menjepit wajah Calista dengan kedua tangannya. Dan, Darren pun mencium ubun-ubun istri yang tingginya hanya sebahunya. Lalu pipi kiri dan kanan Calista pun dikecupnya berulang-ulang. Sampai akhirnya bibir Calista mendapat kecupan terakhir namun manis dan tidak penuh nafsu.     

"Aku berangkat dulu. Sedetik lagi aku disini, aku tidak yakin bisa membuatmu berangkat ke butik dan aku ke kantor." Jawab Darren sambil memeluk Calista erat. Calista terdiam. Spontan dia merebahkan kepalanya ke dada suami kontrak diatas kertas. Luas dan nyaman dirasa Calista. Darren balas mendekapnya lebih erat.     

Mobil yang membawa Darren pun sudah bergerak meninggalkan mansion mewah. Calista kembali kedalam untuk bersiap-siap berangkat menuju butik. Ketika tiba-tiba ponselnya bordering, namun nomer tidak dikenal muncul di layar.     

Calista ragu-ragu sejenak namun pada akhirnya diangkat juga.     

"Halo .."     

"Calista? Ini aku, Dian. Ini nomer ponselku."     

"Dian? Ya ampuun, iya aku akan simpan. Kamu dimana sekarang?" Calista dan Dian pun terlibat percakapan yang cukup serius.     

"Kamu ke tempat yang aku kirim alamatnya tadi. Kita ketemu disana. Bilang saja, temannya nyonya Calista. Kebetulan aku butuh satu orang model untuk pakaian yang aku launching besk. Kamu tenang saja, ini bukan pakaian dalam. Justru pakaian pengantin, hihi …." Ucap Calista. Dian yang sedang membutuhkan pekerjaan, mencoba peruntungannya dengan menelpon Calista jika ada kenalan yang bisa memberinya pekerjaan.     

"Oh benarkah? Alhamdulillah, akhirnya. Baiklah aku kesana sekarang. Aku akan menuggu kamu, nyonya Calista." Dian tersenyum senang. Hatinya dipenuhi kebahagiaan tidak terkira karena pekerjaan pengganti sebagai sekretaris sudah ada didepan mata.     

"Biasa saja lah. Itu cuma panggilan untuk menghormati saja. Aku dan kamu kan biasa santai jadi jangan terlalu serius."     

Jalanan ibukota yang padat merayap setiap hari dan setiap detiknya, tidak menyurutkan langkah Dian mengejar-ngejar angkutan umu yang berhenti agak jauh didepannya. Penampilan Dian yang simple dengan blouse dan celana panjang bahan, terlihat seperti layaknya wanita kantoran. Perempuan yang pernah bekerja sebagai office girl itu banting stir menjadi seorang sekretaris setelah menamatkan kuliah diplomanya sambil bekerja.     

Jam untuk bertemu memang masih dua jam lagi namun Dian berangkat dari rumah pagi-pagi sekali. Ketika mobil angkutan umumnya berhenti di perempatan lampu merah, Dian duduk menatap jalanan dengan menyandarkan punggungnya. Namun, tiba-tiba matanya melotot kaget, mobil sport warna merah yang ada disebelah angkot itu membuka kaca jendelanya separuh. Dian bisa melihat penampakan Dave dibalik setir mobil sport tersebut.     

Buru-buru Dian mengangkat tasnya dan menutup wajahnya. Dia tidak ingin melihat dan terlihat lagi oleh bos gila itu. Semuanya sudah masa lalu yang sangat kelam. Sialnya, lampu merah itu sepertinya berharap kedua manusia berlainan jenis itu bisa saling bertemu muka dipersimpangan.     

Dave menunggu lampu merah dengan mengecek pesan yang ada di ponselnya. Ketika matanya tidak sengaja melihat ke arah samping, matanya bertatapan dengan penampakan seorang perempuan yang menutupi wajahnya dengan tas. Mungkin dia silau? Tapi ini masih pagi. Matahari belum terik. Dave menggeleng-gelengkan kepala tidak peduli.     

Lampu hijau pun berganti dan kedua mobil berlainan merk itu berpisah di perempatan lampu merah. Angkot Dian belok ke kanan sementara mobil Dave lurus menuju kantornya. Dian menghela napas lega karena iblis itu tidak melihatnya. Dian tersenyum dengan beberapa penumpang yang ada didalam angkot karena mereka semua terheran melihat tingkah absurd Dian.     

"Kalau ada perempuan yang bernama Dian, dengan rambut sebahu, kurus, langsung saja persilahkan masuk ke ruanganku yaa." Sapa Calista pada resepsionis yang duduk didepan.     

"Siap nyonya."     

Calista melangkah masuk kedalam ruangan Sara dengan langkah pasti dan mantap. Hera mengekor dibelakangnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.