Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 91: Sabotase Butik (2)



BAB 91: Sabotase Butik (2)

0Dengan wajah garangnya, Calista memberikan tatapan mematikan kepada dua pria jangkung menjulang dengan rahang tegas dan rambut tebal mereka.     

Lewis berdeham dan menurunkan kacamatanya sambil memalingka wajahnya ke sisi lain. Sementara Darren menatap Calista dengan pandangan tidak percaya. Perempuan hamil didepannya ini sedetik yang lalu memberikan aura mencekam dan menggetarkan jantungnya seketika. Dia pernah mendapat bentakan dari Darren kala itu. Dan, sekarang kali keduanya dibentak tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa selain berkata,     

"Ohh iya, aku lupa. Lewis, kamu telpon Grace apa yang dia inginkan. Sepertinya para polisi tidak bisa berbuat apa-apa." Titah Darren.     

"Kenapa harus aku? Kenapa tidak kamu saja? Cih!" elak Lewis malas melakukan apa yang disuruh Darren.     

"Kenapa harus dia?"     

"Kenapa harus aku?"     

Calista dan Darren bertanya secara serempak. Keduanya saling bertukar pandang.     

"Karena pemicunya adalah kamu. Jadi, kamu yang seharusnya menyelesaikan sendiri urusan ini." Jawab Lewis santai sambil keluar dari lingkaran tiga orang dan menuju ke arah lain.     

"Maksud dia apa? Kamu ada hubungan apa dengan Grace? Jangan bilang dia adalah pacar kamu juga." Selidik Calista sambil menyipitkan matanya dan melipat kedua tangan didepan dada.     

"Huh, apa salahku juga kalau semua perempuan naksir padaku?" Jawab Darren dengan angkuhnya.     

Darren menekan panggilan ke nomer lain. Calista memperhatikannya sambil berdecih.     

"Grace, sampai kapan kamu akan bermain seperti ini? Ini sudah ketiga kalinya dan sepertinya kamu tidak kapok juga mendekam semalaman di balik jeruji besi." Darren mengurut tengkuknya yang dipastikan tidak pegal.     

Entah apa yang dikatakan Grace, namun Calista bisa melihat dari ekspresi Darren bahwa perempuan penyandera didalam sana tidak mudah untuk diajak bicara. Calista memutuskan untuk bertanya kepada seorang polisi yang bersembunyi di luar pintu mobil.     

"Calista, kamu mau kemana?" Darren melihat Calista berjalan meninggalkan dirinya seorang diri dan menghampiri kerumunan mobil polisi. Dengan perasaan panik, Darren menutup telpon dan berjalan cepat menghampiri Calista.     

"Sial!" Sebuah mobil melintas dan membuat jarak mereka berdua semakin lebar.     

"Calista, kembali!" Darren berteriak kencang namun tidak digubris oleh Calista.     

"Sial! Mau kemana perempuan itu." Darren tidak bisa menyeberang jalan karena setelah mobil tadi, ada banyak mobil lain dibelakangnya melaju kencang.     

"Calista!" Seberapapun kerasnya Darren memanggil, Calista tetap berjalan maju terus.     

Perempuan hamil itu membayangan bagaimana perasaan mereka yang tersandera didalam, pasti sangat tegang dan takut sekali.     

"Pak polisi, bagaimana keadaan didalam? Kenapa lama sekali tidak bisa menyuruh perempuan itu keluar?" Calista tidak sabaran ingin segera menuntaskan peristiwa ini secepat mungkin. Banyak yang dipertaruhkan disana.     

"Perempuan ini sudah dua kali melakukan hal seperti ini. Sepertinya ini hanya main-main saja, sama seperti sebelumnya." Jawab kepala polisi tersebut.     

"APA? Main-main? Hah, maksudnya apa sih? Saya tidak mengerti main-main bagaimana?" Calista semakin tidak mengerti dengan semua yang terjadi.     

"Kamu benar-benar tidak bisa diberitahu. Untuk apa kamu nekat kesini? Hah?" Darren meraih pergelangan tangan perempuan yang sedang kebingungan itu dan menariknya menjauhi mobil polisi.     

Calista mengikuti saja kemana dirinya dibawa pergi.     

"Kamu bisa tidak menurut apa yang aku katakan? Huft!" Terdengar desahan kasar keluar dari bibirnya. Darren kadang tidak mengerti dengan sifat penasaran dan mau tahu Calista yang sering berakhir dengan sakit atau masuk rumah sakit.     

"Aku tidak bisa duduk diam saja melihat kalian malah mengobrol tidak jelas. Bu hera dan semua karyawan mami ada didalam. Bagaimana kalau perempuan itu mencelakai mereka?" Calista menjawab tidak kalah sengit.     

"Dia akan keluar sendiri dan polisi akan mengurusnya dengan baik. Tapi, aku pastikan , ini terakhir kali dia berbuat seperti ini." Jawab Darren dengan tangan tertolak dipinggang.     

"Sebaiknya begitu, atau dia akan merasakan akibatnya." Calista berjalan menjauhi Darren dan menuju mobil yang terparkir di seberang jalan. Darren hanya bisa melongo melihat keberanian Calista berkata dengan nada mengancam seperti itu.     

-----     

Beberapa jam yang lalu …     

"Benar tuan, Dian menyerahkan surat pengunduran dirinya langsung. Saya tidak tahu jam berapanya karena surat itu sudah ada di atas meja saya pagi-pagi sekali." Ridwan, sang manager HRD menjawab dengan lugas pertanyaan Dave, sang CEO perusahaan tempat dia bekerja.     

"Hmm, kamu sudah menelpon dia dan bertanya apa alasannya?" Tanya Dave lebih lanjut.     

"Saya sudah mencoba menelponnya tapi telponnya tidak bisa dihubungi." Jawab Ridwan.     

"Hmm baiklah, sampai ada sekretaris baru pengganti, biarkan Britney menjadis sekretarisku untuk sementara waktu. Kamu pergilah." Dave mengibaskan tangannya ke udara tanda mengusir Ridwan keluar dari ruangan.     

"Baik tuan." Manager berusia paruh baya itu keluar dengan patuh tanpa bertanya apa-apa lagi.     

"Hai tunggu, ada apa sebenarnya dipanggil?" Britney memanggil Ridwan bertanya perihal panggilan dari Dave untuknya.     

"Tuan Dave bilang untuk sementara waktu ini, nona Britney menjadi sekretaris pribadi tuan Dave sampai menemukan sekretaris pengganti. Hanya itu saja. Kalau begitu saya permisi." Ridwan meninggalkan Britney yang masih belum mengerti dengan situasi sebenarnya. Tidak mungkin kaan Dave memanggil manager HRD hanya karena sekretaris kampungan itu? Pikirnya.     

"Dave, kamu mau kemana?" Britney kaget melihat Dave yang keluar kantor dengan pakaian rapih dan membawa kunci mobilnya.     

"Bukan urusanmu!" Jawab Dave singkat. Namun, tidak berapa lama kemudia dia berbalik menghadap Britney. "Dan tolong, selama masih di kantor, panggil saya dengan sebutan tuan. Karena aku adalah bosmu dan kamu adalah bawahanku. Diluar, kita bebas memanggil apa. Okay, sayang?" Dave menyeringai sinis dan meninggalkan Britney yang masih terbengong tidak percaya.     

"Bos? Bawahan? Huh! Kita sudah bercinta beberapa kali dan kamu masih mengagnggapku bawahan? Kalau bukan karena papi yang tidak mengijinkan aku bekerja di kantornya dan tidak memberiku bantuan dana lagi, aku sudah meninggalkan pekerjaan hina ini. Tahu kamu?" Britney bergumam sendirian dan dengan kesal menghentakkan satu kakinya ke atas lantai marmer warna putih gading tersebut.     

Didalam lift, Dave berpikir kemana perempuan itu pergi. Entah kenapa, sejak dia mendapatkan keperawanan seorang wanita untuk pertama kali, Dave diliputi rasa bersalah yang menghantuinya semalaman. Dia adalah pria bejat dan semua perempuan yang dia tiduri bukanlah perempuan baik-baik. Jadi, ketika mendapatkan perempuan baik-baik. Dave merasa sedang diberi kesempatan untuk merubah hidupnya.     

"Huh, persetan dengan kehidupan baik-baik! Aku akan menikmati masa mudaku sesuka hatiku." Dave berkata sendirian didalam lift khusus. Tangan terkepalnya memukul dinding lift di sebelahnya. Bibirnya berkata kasar namun hatinya seperti berkata lain.     

Dave memencet alarm kunci mobil dan mobil sport itu pun memekik menjawab panggilan tuannya. Dave memacu mobil sport merah tersebut menuju suatu tempat yang pernah didatanginya sekali. Dia tidak tahu kenapa harus kesana tapi feelingnya mengatakan dia harus kesana sekarang juga.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.