Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 88: Mengundurkan Diri



BAB 88: Mengundurkan Diri

0"Kamu mau aku kurung di rumah?" Suara berat dengan nada baritone tersebut membuat Calista menghela napas pasrah.     

"Baiklah. Kamu mau makan dimana?" Jawab Calista pelan sambil memutar kembali tubuhnya.     

"Ikut aku saja." Darren meraih tangan sang istri dan menggenggamnya sepanjang jalan menuju ke mobil. Semua karyawan butik memperhatikan dengan tatapan iri karena anak majikan mereka yang tampak sangat sempurna dan sudah mereka lama incar, justru sudah menikah tanpa kabar berita.     

"Kita mau kemana? Aku masih ada tamu dari EO, tidak enak rasanya ditinggal lama-lama." Jawab Calista.     

"Biar mereka menunggu karena mereka sudah dibayar." Ucap Darren santai sambil memutar kemudi. Siang ini Darren meminta supir untuk beristirahat dan membiarkan dia membawa mobil sendiri.     

"Baiklah tuan presiden direktur, terserah anda mau bawa aku kemana. Tapi tolong, aku siang ini lagi ingin makan sop iga bakar. Bolehkan?" Calista menangkupkan dua telapak tangannya dan memasang wajah memelas. Darren yang melihatnya tersenyum gelid dan menggeleng-gelengkan kepala.     

"Menurut berita yang aku baca, ibu hamil harus menghindari makanan setengah matang. Bakar-bakaran itu kurang matang. Kalau sop iga saja boleh, tidak dibakar." Jawab Darren lagi. Sambil berbicara, satu tangannya gesit menggerakkan setir kemudi dan matanya melihat kaca spion di luar dan atasnya.     

"Tapi aku mau makan itu. Sedikiit saja yaa … pleaseee .." Rengek Calista.     

"Kita lihat nanti. Huft, jalanan macet parah. Sepertinya kamu akan lama kembali ke butik." Darren menatap gelisah jalanan yang tidak pernah tidak macet sepanjang hari.     

"Yaa mau bagaimana lagi. Atau kamu mau pesan drive thru saja? Aku mau makanan jepang itu." Calista menunjuk sebuah restoran cepat saji yang berlogo sepasang karakter anak-anak dengan gaya gambar manga Jepang dei sebelah kirinya. Darren mengikuti arah telunjuk Calista. Dengan terpaksa, dia membelokkan mobilnya menuju restoran tersebut karena kemacetan didepan terlihat dari GPS nya sangat panjang dan mengkhawatirkan.     

"Paket empat, dua. Minumannya air mineral saja dua, tidak dingin." Darren menyebutkan menu orderan yang akan dipesan dengan mesin penerima orderan. Setelah semua ditotal, mobil Darren pun melaju ke jalur selanjutnya untuk pembayaran. Darren menggesek kartu debitnya. Mobil pun kembali meneruskan ke jalur selanjutnya untuk menunggu makanan yang dipesann sedang disiapkan.     

Setelah 5 menit, makanan pun siap dan Calista dengan mata berbinar melihat makanan yang masih hangat itu sudah ada di pangkuannya.     

"Kita mau makan dimana?" Tanya Calista sambil menatap suaminya yang tampak santai namun tetap fokus menyetir. Kini yang menjadi masalah selanjutnya adalah tempat makannya. Berhubung diluar jalanan masih macet, Darren memilih putar balik dan menuju sebuah taman terbuka untuk makan siang disana.     

"Disitu saja." Calista menemukan kursi besi panjang yang bisa dijadikan tempatnya dan Darren menikmati makan siang dengan damai. Tanpa berkata apa-apa, Darren menyusul Calista yang membawa satu plastik berisi kotak makan siang mereka yang baru saja dibeli.     

Perempuan yang sedang hamil enam minggu itu, membuka plastik pembungkus makanan mereka. Satu kotak diberikan ke suaminya beserta minumannya, sedangkan kotak lainnya dia pegang beserta minuman yang diletakkan di samping kursi.     

"Kamu pernah makan diluar begini?" Tanya Calista sebelum membuka kotak makanannya. Perempuan itu melihat mata Darren yang mengamati sekitar dan tersenyum tipis. Antara sedang teringat masa lalu atau justru ini baru pertama kalinya.     

"Kamu becanda? Dulu saat aku masih mahasiswa, aku terbiasa makan dimana-mana. Papi mami tidak kubiarkan membayar semua uang kuliahku. Aku mencari uang sendiri dengan mengerjakan pekerjaan paruh waktu sambil kuliah. Dan, kamu tahu? Semua mahasiswi mengira aku adalah bule miskin karena mereka tidak pernah melihat aku membawa motor, apalagi mobil. Hehehe …" Darren terkekeh mengenang saat-saat dia menikmati masa kuliah.     

"Hehehe, kenapa bisa begitu? Orang kaya yang aku tahu malah senang menunjukkan apa yang mereka miliki. Bahkan, aku mengira hidup mereka pasti tidak pernah merasakan kekurangan. Apalagi sampai telat membayar uang kos dan semester." Jawab Calista lirih sambil memandang ke arah lain.     

"Hmm… tidak semua orang kaya seperti itu. Tapi kalau mereka mau seperti itu juga tidak masalah. Aku berjanji ke mami papi kalau aku bukan anak manja. Aku bisa mencari uang sendiri dan membangun perusahaanku sendiri." Jawab Darren. "Dan, karena itulah Britney meninggalkanku dan menikah dengan pria kaya yan usianya lebih pantas disebut ayahnya." Batin Darren kini.     

"Sudahlah, kita makan dulu. Nanti makanannya keburu dingin." Ujar Darren. Calista tersenyum hangat dan mulai membuka makanannya.     

Mereka menikmati makanan mereka dengan sesekali bercerita tentang apa saja. Calista lebih sering bertanya tentang bagaimana menangani sebuah rapat dan mengambil keputusan. Darren suka sekali bila dilibatkan dengan kegiatan Calista, meskipun hanya bertanya hal-hal yang sepele baginya.     

-----     

Seorang pria pemimpin sebuah perusahaan yang bergerak dibidang telekomunikasi, sejak pagi uring-uringan dan mudah tersinggung.     

"Kamu kenapa sih? Semua yang aku lakukan selalu salah dimata kamu. Ini hari pertama aku bekerja, jadi wajar dong aku bertanya dan sedikit salah." Britney melempar sebuah dokumen di atas meja Dave. Perempuan mungil itu sangat tersinggung dengan cara Dave menegurnya di ruang rapat komisaris satu jam yang lalu. Dave mengatakan Britney tidak becus bekerja dan tidak berniat untuk mempelajari dokumen sebelum rapat dimulai.     

"Aku lagi tidak ingin berdebat. Kamu keluar dulu, oke. Dan, maafkan aku hari ini aku lepas kendali." Dave mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya ke atas meja seperti sedang memikirkan sesuatu.     

"Huh, sedang memikirkan perempuan? Sekretaris barumu yang kemarin itu? Huh, dia sudah mengundurkan diri tadi pagi. Surat pengunduran dirinya sudah ada di meja HRD sejak jam kerja belum dimulai." Britney menyeringai sinis. Namun, Dave justru menghentikkan gerakannya mengetuk-ngetukkan jarinya ke atas meja.     

"Mengundurkan diri? Kurang ajar! Aku bosnya malah tidak tahu. Apa karena semalam?" Batin Dave. Pikirannya melayang kembali ke peristiwa semalam setelah berhasil mengusir mantan pacar sekretarisnya itu pergi.     

"Anda mau apalagi? Pacar saya sudah pergi. Sekarang anda boleh pergi." Dian berpura-pura didepan Wawan, mengatakan kalau Dave adalah pacarnya yang baru. Wawan pergi dengan ekspresi tidak senang dan penuh kebencian di wajahnya.     

"Huum, aku tebak, kalian selama pacaran pasti tidak pernah berciuman." Dave menyeringai nakal. Dian yang mendengarnya, merasakan kebenciannya berkali-kali lipat ditambah pemerkosaan yang dilakukan pria didepannnya ini tadi pagi.     

"Anda sudah menghancurkan hidupku. Anda sudah puas sekarang? Mungkin bagi anda, kehormatan wanita tidak ada harganya. Tapi bagiku, sejak kehormatanku sudah anda rampas, aku merasakan sudah tidak pantas lagi bertemu dengan lelaki manapun. Sekarang PERGI!" Dian berteriak histeris sambil menangis menutup mulutnya. Tubuhnya bergetar menahan kekesalan yang membuncah didalam dada.     

Dave terdiam memandang tubuh ringkih yang telah dia nodai pagi ini berkali-kali.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.