Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 87: Tiga Puluh Ribu



BAB 87: Tiga Puluh Ribu

0 "Jangan terlalu capek. Jangan telat makan. Dan, jangan angkat-angkat barang. Ada Hera minta tolong saja dia." Darren menurunkan Calista di depan butik maminya. Hera yang sudah berangkat duluan dengan mobil terpisah, menyambut nyonya mudanya diluar yang tampil cantik seperti biasa. Hari ini Calista memakai celana panjang bahan selutut warna merah bata dengan kemeja lengan pendek motif floral warna senada.     

"Siap tuan. Kalau sudah selesai wejangannya, aku masuk dulu kedalam." Calista yang sudah berada di luar pintu, telapak tangannya tertahan oleh Darren yang masih didalam kursi penumpang belakang.     

"Berikan aku penyemangat hari ini." Jawab Darren dengan senyum liciknya.     

Calista mengerutkan alisnya dan mengamati sekitar dimana ada beberapa orang lalu lalang.     

"Banyak orang disini. Nanti aku ganti dirumah saja, oke?" Jawab Calista mengadakan penawaran.     

"No, sekarang juga." Jawab Darren memaksa.     

"Huft … " Calista mendekatkan wajahnya ragu-ragu mendekati jendela dimana tangan suaminya terjulur. Darren mengeluarkan kepalanya melewati jendela dan meraih tengkuk leher Calista. Mata perempuan hamil terbelalak kaget ketika mendapati suaminya menyesap bibirnya dalam-dalam. Calista pikir hanya ciuman di kening. Cukup lama mereka berciuman sampai Darren melepasnya sendiri.     

"Baik-baik di sini. Nanti makan siang aku jemput." Darren mencium sekilas bibir Calista sebelum berpisah. Seluruh wajah Calista merona merah. Mungkin urat malu Darren sudah putus tapi urat malu dirinya masih utuh. Calista berlari menuju ke dalam butik sambil menutup mulutnya, meskipun Darren belum pergi.     

Darren terkekeh melihat istrinya tampak malu-malu.     

"Jalan." Perintah Darren pada supirnya.     

"Dasar mesum! Pria sialan! Menciumku di tempat umum. Uhhh …" Calista berteriak sendirian meratapi nasibnya yang sudah pasti terlihat banyak orang. Meskipun suami istri, bukan berarti bisa berciuman didepan umum. Batinnya.     

"Nyonya …" Suara Hera mengagetkan Calista yang masih berbicara sendiri.     

"Ehhh, maaf. Aku melamun." Calista berjalan kembali memasuki kantor Sara, yang beberapa hari ini dipinjamkan ke Calista untuk memimpin butiknya beberapa saat sampai papi mertuanya sembuh dan Sara bisa beraktvitas kembali.     

"Nyonya, panggung untuk peragaan pakaian nanti sudah siap. Dekorasi dan semua peralatan pun sudah siap. Apa nyonya Calista mau melihatnya?" Hera dan seorang asisten Sara, berdiri bersisian menemui Calista yang baru saja meletakkan tasnya di meja.     

"Oh ok, beri aku waktu 10 menit yaa. Nanti aku keluar." Jawab Calista.     

"Siap, kami akan menunggu diluar." Hera dan perempuan tersebut menunggu di sofa ruang tamu butik. Calista yang meminta waktu sebenarnya sedang merapihkan wajahnya. Dia yakin sekali sekitar bibirnya penuh dengan noda lipstick dimana-mana akibat perbuatan Darren. Setelah memakai bedak dan lispticknya kembali, merapihkan pakaiannya, Calista segera menuju keluar sambil menenteng tas selempang yang dia beli di Bali.     

"Ayo kita kesana." Calista keluar sudah tampak lebih cerah.     

"Wah, nyonya tasnya bagus sekali. Pasti mahal sekali ini. Saya mana mampu beli dengan gaji saya yang tidak seberapa." Asisten Sara yang bernama Lili, melihat tas selempang yang dikenakan Calista tampak cantik dipakai pemiliknya.     

"Oh ini, aku beli di toko kaki lima saat di Bali kemarin. Murah kok, cuma tiga puluh ribu." Calista tersenyum ramah dan hangat. Namun, yang menerima senyuman merasa dingin membeku karena menantu bosnya malah membeli barang yang murah di pinggir jalan. Sangat tidak sesuai dengan gaya hidup orang kaya.     

"Tidak semua yang murah itu jelek. Begitu juga sebaliknya, tidak semua yang mahal itu bagus. Pinter-pinter kita saja memilihnya. Kalau aku lebih suka membeli barang bukan karena harganya, tapi karena fungsinya." Calista mengedipkan sebelah matanya ke Lili dan lanjut melangkah menuju belakang panggung bersama Hera disisinya. Hera tersenyum mendengar ucapan majikan mudanya yang sangat sederhana.     

Lili tersenyum tipis mendengarnya. Dia teringat satu barang yang dibelinya senilai gajinya dua bulan. Dia bela-belain untuk membelinya meski harus berhutang selama 10 bulan, agar bisa membaur dengan teman-teman sosialitanya yang berprofesi dari berbagai macam title karir. Lili menghembuskan napasnya kasar dan menyusul Calista dengan berlari-lari kecil.     

"Selamat pagi, nyonya." Sapa beberapa karyawan dengan hangat dan sopan. Mereka semua sudah diberitahu sehari sebelumnya kalau untuk beberapa hari kedepan, butik dipimpin sementara oleh menantu nyonya Sara.     

"Selamat pagi semua. Panggil aku nyonya Calista saja. Kalau hanya nyonya, kesannya aku yang beneran punya butik ini. Aku hanya mewakili saja sampai papi mertuaku sehat kembali." Jawab Calista ramah.     

"Siap, nyonya Calista." Jawab mereka semua kompak.     

Ada sekitar 10 karyawan dibutik ini. Termasuk satpam dan dua office girl. Butik Da House sungguh tempat yang sangat pas untuk para selebriti dan anak pejabat yang ingin tampil wah tapi tidak sama model dengan yang lain.     

Calista berjalan-jalan melihat sekeliling butik tiga lantai yang luasnya lima ratus meter persegi tersebut. Perempuan hamil itu menikmati aura bekerja yang sudah lama tidak dia rasakan. Sambil mengecek persiapan, Calista juga sering menelpon Sara untuk meminta persetujuan banyak hal. Calista tidak ingin dianggap menyalahi aturan dan kewenangan. Tugasnya saat ini hanya menggantikan sementara, bukan mengambil alih.     

Tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 11 siang. Hera menghampiri Calista yang masih sibuk berdiskusi dengan tim event organizer.     

"Nyonya, ada tuan Darren di ruangan bu Sara." Hera berbisik ke telinga Calista.     

"Jam berapa sekarang?" Calista melihat arloji di pergelangan tangan kirinya. "Baru jam sebelas. Untuk apa dia datang secepat ini?" Calista mengerutkan alisnya.     

"Saya tidak tahu nyonya. Tapi beliau bilang, nyonya diminta ke ruangannya sekarang atau dia yang akan menyusul kesini." Jawab Hera lagi.     

"Dia kesini bisa kacau urusannya." Calista bergumam.     

"Mohon maaf, saya tinggal sebentar. Silahkan diteruskan kerjanya. Bu Hera, bantu saya temani mereka ya." Jawab Calista sambil lalu meninggalkan obrolan ber empat.     

"Apakah dia menantu bu Sara?" Salah seorang dari event organizer bertanya kepada Hera.     

"Betul. Beliau adalah menantu satu-satunya keluarga The Anderson." Jawab Hera.     

"Saya pikir menantunya adalah dari keluarga pengusaha terkenal dan berpenampilan glamor. Ternyata, sangat bersahaja dan rendah hati." Tim dari penyelenggara acara itu terkagum dengan cara Calista menyapa dan berbicara dengan mereka. Hera tersenyum senang mendengarnya.     

"Baru jam 11 kok sudah datang? Aku belum selesai bekerja." Calista melihat Darren yang dengan santainya duduk menyilangkan kaki sambil membaca tabloid fashion yang ada di rak sudut dekat meja.     

"Waktunya makan siang. Ayo aku sudah lapar." Darren berdiri dan meletakkan kembali tabloid tersebut pada tempatnya.     

"Tapi aku belum lapar. Kamu duluan saja. Nanti aku bungkusin ya." Jawab Calista sambil hendak keluar ruangan kembali menemui para tim EO.     

"Kamu mau aku kurung di rumah?" Suara berat dengan nada baritone tersebut membuat Calista menghela napas pasrah.     

"Baiklah. Kamu mau makan dimana?" Jawab Calista pelan sambil memutar kembali tubuhnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.