Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 86: Memelukmu Sampai Pagi



BAB 86: Memelukmu Sampai Pagi

0"Mulai saat ini, kamu tidak perlu antar jemput aku. Kamu bukan ojekku. Dan, mulai detik ini, hubungan kita cukup sampai disini, Wawan. Terima kasih atas semua kebaikan dan kesabaranmu selama ini. Aku tidak pantas lagi untuk menjadi kekasihmu." Dian berbalik arah dan berjalan pergi meninggalkan pria yang sudah tiga tahun ini menemani hari-harinya.     

"Dian, tunggu aku!" Wawan, pria yang diputuskan sepihak itu tidak terima dan masih memaksa Dian untuk mengatakan alasan sesungguhnya.     

"Aku rasa kamu sudah dengar semua apa yang dia katakana. Jadi, tolong singkirkan tanganmu itu!" Dave yang sejak tadi menguping perdebatan dua sejoli, akhirnya keluar dari persembunyian dan menghempaskan tangan Wawan yang mencengkeram tangan mantan kekasihnya, Dian.     

"Tuan?" Dian terperanjat kaget melihat Dave yang berdiri di sampingnya tiba-tiba.     

"Oh, jadi ini pacar barumu? Pantas saja kamu membuangku. Karena dia punya mobil dan mewah, juga penampilan orang kaya. Cih! Dian, aku tidak sangka kamu sepicik itu!"     

PLAKKK!     

"Wawan, serendah itukah aku dimatamu?" Dian menampar Wawan yang sudah kelewat batas.     

-----     

"Darren, aku mau makan itu." Calista yang sedang menonton acara memasak di tv, menemani Darren yang sedang membuka laptop diatas kasur duduk bersisian.     

"Makan apa?" Darren tidak memalingkan wajahnya dari laptop dan jari jemarinya yang menari lincah diatas tut keyboard.     

"Ituuu, kamu lihat donk!" Ucap Calista sambil cemberut.     

"Mana mana …" Darren melihat acara tv memasak yang dibawakan oleh chef yang terkenal dengan tattoo nya.     

"Es krim durian?" Darren mengerutkan alisnya.     

"Uh um." Calista tersenyum sumringah.     

"Malam-malam begini cari dimana? Dan, kamu tahu kan rumah ini jauh dari jalanan umum. Mana mungkin ada yang bisa antar kerumah?" Jawab Darren sambil menggeleng-gelengkan kepala.     

"Huft, kamu yang sabar ya sayang. Tunggu kamu keluar dari perut mami, kamu baru bisa makan es krim durian. Jangan ileran terus yaa karena tidak kesampaian." Calista mengelus-elus perutnya yang masih rata, sambil berbicara sendiri seolah-olah tidak ada orang lain disekitarnya.     

Darren memutar bola matanya. Mau cari kemana malam-malam begini es krim durian? Supermarket juga pasti sudah tutup. Batin Darren. Suami yang posesif dan impulsive itu menekan beberapa angka di layar ponselnya dan berbicara dengan seseorang di seberang telpon.     

"Belikan es krim durian yang banyak, SE-CE-PAT-NYA!" Darren memutus panggilan dan melirik ke arah Calista.     

"Sudah kan? Kamu tunggu saja beberapa saat lagi." Darren melanjutkan kembali mengetik di layar laptopnya.     

"Terima kasih, Darren. Kamu calon ayah yang baik buat anak-anakmu." Jawab Calista lirih dan memalingkan wajahnya kembali ke layar televisi. Senyuman tipis terbit di bibirnya yang ranum. Darren yang mendengar sekilas, jari jemarinya seolah tertahan melayang diudara sejenak. Dia tahu apa yang dimaksud Calista. Dan, itu membuatnya sedikit tersiksa. Darren menyeringai lirih tanpa Calista tahu.     

Hampir satu jam dan akhirnya es krim durian pesenan ibu hamil pun datang. Calista dan Darren turun ke meja makan dimana es tersebut diletakkan. Betapa terkejutnya Calista ketika melihat satu meja yang panjang dan lebar penuh dengan es krim durian dari berbagai merk.     

"Darren, bagaimana aku menghabiskan semua ini? Kamu harus ikut makan sama aku." Calista membuka satu persatu bungkusan plastic putih. Harum aroma durian langsung merebak ke seisi ruangan. Calista menghirupnya dalam-dalam seperti seorang pecandu kokain sedang menghisap obatnya.     

"Enak?" Tanya Darren.     

"Uhum …" Calista mengangguk sambil tersenyum senang seperti anak kecil yang sudah mendapatkan mainannya.     

"Jangan banyak-banyak, nanti sakit perut." Darren memperingatkan Calista yang sedang membuka cup ke dua.     

"Ini terakhir. Yang lain disimpan di freezer sewaktu-waktu aku mau ngemil." Jawab Calista.     

"Hmm …" Jawab Darren yang masih menikmati pelan-pelan es krimnya di cup pertama.     

"Darren …"     

"Hmm …"     

"Besok aku mau mampir ke butik mami. Kamu mau antarkan aku atau aku pergi dengan supir saja?" Calista tahu kalau Darren super over protektif semenjak tahu kalau Calista hamil. Sepelan dan se hati-hati mungkin Calista meminta ijin suami dengan mata bermanik hijau.     

"Aku antarkan. Berangkat jam 9an saja. Jangan lama-lama di butik. 1 jam pulang. Nanti aku bilang supir untuk jemput menunggu dan jemput kamu pulang." Jawab Darren dengan tegas dan langsun pada tujuan, tidak ada basa-basi.     

"1 jam mana cukup? Setidaknya 3 jam karena aku harus melihat karya mana yang akan ditampilkan nanti." Jawab Calista lirih.     

"Satu jam atau tidak sama sekali." Darren meletakkan es krimnya dan pergi menuju kamarnya di lantai dua.     

"Cih! Dasar otoriter! Capek dijalan saja satu jam sih. Masa aku harus merayu dia sih?" Calista menghabiskan makan es krimnya di temani Hera yang masih duduk didekat meja makan.     

"Bu Hera kemari duduk sama aku." Pinta Calista.     

"Tidak nyonya, terima kasih." Jawab Hera dengan penuh kesopanan.     

"Sudahlaaah, jangan terlalu kaku begitu. Aku hanya bisa memberi kamu 1 cup. Karena semuanya enak dan aku mau menyimpannya di freezer." Ucap Calista sambil tertawa lebar.     

Hera tersenyum simpul melihat kelakuan konyol majikan perempuannya.     

Setelah puas makan es krim dan mengobrol bersama Hera, Calista kembali ke kamar. Tak terasa sudah 1 jam lebih dia berada di meja makan. Darren mungkin sudah tidur, pikir Calista. Perempuan hamil yang malam ini mengenakan piyama daster seperti biasa, membuka pintu kamar pelan-pelan. Lampu kamar yang sudah redup tanda Darren sudah tidur. Calista bernapas lega.     

Calista ke kamar mandi terlebih dahulu melakukan ritual malamnya dengan sikat gigi, cuci muka, dan menyemprotkan sedikit parfum yang dihadiahkan mami Sara saat pulang dari luar negeri. Setelah dirasa semua sudah bersih dan sempurna, Calista berjalan mendekati ranjang tempat tidur dan menyibak selimut tebal berwarna putih itu perlahan.     

Calista melihat Darren tidur dalam posisi satu tangan diletakkan diatas dahinya, seperti menutupi wajahnya dari silaunya cahaya. Calista membenamkan dirinya didalam selimut dan memunggungi Darren.     

Baru saja Calista memejamkan matanya, tiba-tiba sebuah tangan besar dan agak berbulu merayap dari perut dan berakhir dengan meremas buah dadanya. Calista melengkungkan dadanya ke belakang, namun terbentur dada bidang yang keras bagaikan besi.     

"Eughh … Darren, tanganmu kondisikan!" Calista memegang tangan yang sudah nyaman meremas dada besarnya.     

"Tidurlah. Malam ini aku tidak akan meminta apa-apa. Aku hanya ingin tidur dalam posisi seperti ini. Memelukmu sampai pagi." Bisik Darren diatas ubun-ubun Calista.     

Entah mengapa, seperti ada embun yang merasuk kedalam sanubari Calista. Begitu sejuk dan mendamaikan. Calista menyukai sikap Darren yang terkadang spontanitas namun selalu mengkhawatirkan dirinya dengan caranya sendiri. Namun, Calista tidak berani berharap. Semua hanyalah perjanjian diatas kertas. Sejauh mungkin semua perasaan disingkirkan. Karena kalau sudah terjerat, akan susah melepaskan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.