Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 85: Empat Tahun Lalu



BAB 85: Empat Tahun Lalu

0Darren mulai melepaskan seluruh pakaiannya dan melepas tali di sisi kanan kiri Calista. Hukuman yang diberikan Darren untuk Calista membuat perempuan hamil itu berteriak menahan kenikmatan dan kelelahan luar biasa karena Darren lebih gila dari biasanya.     

"I love you, Calista." Darren berbisik di telinga perempuan yang napasnya terengah-engah karena sedang dipacu maju mundur. Keringat si mata hijau menetes di atas tubuh polos perempuan bermata manik hitam pekat.     

"I love you too, Darren." Calista mengerang mendapatkan serangan bertubi-tubi dari Darren. Tubuhnya seperti tidak bertulang karena Darren terus meminta berulang-ulang dengan berbagai gaya hingga akhirnya Calista menyerah kalah.     

"Kamu tahu akibatnya kalau menentang diriku?" Darren mencium dalam-dalam bibir Calista yang sudah bengkak karena sejak tadi mendapat sesapan dari pria posesif tersebut.     

"Aku tahu, maafkan aku." Calista ingin melanjutkan ucapannya dengan memberikan alasan jitu. Tapi situasinya saat ini bukanlah waktu yang pas untuk menentang iblis bermata hijau.     

Darren menjatuhkan tubuhnya kesebelah Calista setelah mengeluarkan pelepasan yang kesekian kalinya. Keringat ditubuh mereka adalah bukti kalau pergumulan mereka lebih lama dan menguras energy, terutama energi perempuan malang yang hanya menjalankan amanah dari mmai mertua tapi malah dihukum anaknya sendiri alias suaminya.     

Darren menyelimuti tubuh polos Calista dan memeluknya erat. Siang ini Darren ingin memejamkan mata beberapa jam saja karena matanya sebenarnya juga mengantuk tapi kebutuhan biologisnya mendadak menjadi prioritas setelah melihat Calista memakai bikini.     

-----     

Flash back empat tahun lalu ….     

Suasana sebuah ruangan rapat didalam kantor yang bergerak dibidang pertambangan dan export import, mendadak hening dan sunyi. Semua petinggi yang terdiri dari para direktur beserta wakilnya, sedang mendapatkan siraman rohani dari presdir mereka, Donni Rickman.     

Donni mendapati bukti kalau beberapa direktur dibawahnya kedapatan korupsi dan menyalahgunakan fasilitas yang diberikan kantor. Belum lagi keuntungan mereka stagnan alias tidak bergerak banyak dari sebelumnya.     

"Aku tidak mengira, kemurahan yang aku berikan ternyata di salah gunakan. Dan, justru membuat kalian tidak bisa bekerja maksimal." Donni melempar sebuah map diatas meja rapat dengan kasar.     

"Kalian yang namanya ada disini, mulai hari ini juga KELUAR dari perusahaanku. Segala fasilitas dari perusahaan akan dicabut. Tapi tenang, aku bukan orang yang pelit. Kalian akan mendapatkan pesangon sesuai perjanjian di awal." Donni keluar dari ruangan dan seketika didalam ruangan mendadak ricuh.     

"Tenang semuanya, kalian tidak perlu berebutan untuk tahu siapa yang dipecat. Tuan Donni telah mengirim pesan singkat ke ponsel kalian masing-masing, bagi yang termasuk dalam pemecatan. Silahkan cek ponsel kalian masing-masing. Dan, kalau kalian mau tahu alasan pemecatan kalian, saya punya satu bundle besar beserta foto-fotonya di ruangan saya. Dengan senang hati saya akan menunjukkan kepada bapak-bapak semua. Jadi, selamat tinggal untuk bapak-bapak yang sudah tidak berada didalam perusahaan, dan selamat berjuang untuk bekerja maksimal bagi yang masih dipertahankan." Jay menyusul keluar ruangan rapat dengan menyisakan teriakan dan sumpah serapah di belakangnya.     

"Aahhh …"     

"Tolooong … siapa saja tolong …"     

Suara minta tolong terdengar dari dalam ruangan rapat. Jay bergegas masuk kembali ke dalam. Salah satu direktur terkapar di lantai setelah memegang dadanya yang terasa nyeri. Jay menduga pria ini terkena serangan jantung. Jay menelpon ambulance dan 15 menit kemudian ambulance datang. Namun, sayang nyawanya tidak tertolonfg lagi. Seorang mantan direktur meninggal ditempat karena serangan jantung setelah melihat ponsel dan membaca pesan tertulis yang menyatakan dirinya termasuk karyawan yang di PHK.     

Dave tersentak bangun dari tidurnya dalam posisi duduk ketika mendengar suara telpon masuk. Ingatan empat tahun lalu saat kematian papinya membuat hatinya diselimuti rasa benci yang teramat sangat. Keinginan terbesarnya adalah ingin membalas dendam kepada Donni. Dave ingin semua yang berhubungan dengan Donni akan hancur berantakan. Dan, dia ingin Donni merasakan seperti dirinya saat itu yang hancur dan ibunya pun terkena serangan jantung dua hari kemudian dan meninggal di rumah mereka.     

"Halo …" Dengan malas, Dave menekan tombol berwarna hijau di layar ponselnya.     

"Dave? Aku sedang berada di diskotik. Kemarilah." Suara Britney yang dilatari music hingar binger disekitarnya, membuat Dave menjauhkan sedikit ponsel dari telinganya dengan perasaan risih.     

Dave melihat jam yang ada di atas mejanya. Astaga, jam 8 malam. Seingatnya terakhir kali adanya memimpin rapat penting tentang evaluasi kinerja seminggu kemarin. Setelah itu dia kembali ke kantor. Itu berarti dia tertidur kira-kira 3 jam.     

"Baiklah." Dave menjawab Britney singkat dan menutup telpon. Tangannya mencari dompet. Dengan gerakan malas, Dave melangkah keluar kantor. Matanya sempat melirik sebentar ke meja sekretaris baru yang tadi pagi dia rampas keperawanannya. Dave tidak menyangka masih ada perempuan perawan di abad ini. Apalagi dalam dunia kerja yang serba metropolis dan dinamis.     

Dave menghembuskan napas kasar. Besok dia harus mengorek keterangan lebih lanjut tentang kehidupan sekretarisnya itu. Setidaknya dia bisa mempersiapkan strategi sejak awal kalau sewaktu-waktu sekretarisnya itu menuntutnya.     

Mobil sport warna merah metalik melaju cepat menembus kegelapan malam kota Jakarta. Tujuan utamanya adalah sebuah diskotek. Namun, mobilnya terpaksa terhenti sejenak di persimpangan lampu merah. Sambil menunggu lampu merah yang diingat Dave selalu lebih lama dibandingkan lampu merah wilayah lain, Dave mengalihkan pandangannya ke sisi kanan kemudinya.     

Sebuah bus angkutan umum berhenti pula disisinya. Tampak seorang perempuan yang dia kenal lamat-lamat. Perempuan tersebut menatap kosong jalanan tanpa ekspresi sama sekali. Mungkin kalau ada yang menjambretnya pun, dia tidak akan tahu. Seketika dave ingat kalau itu adalah perempuan yang dia gagahi tadi pagi, sekretaris barunya yang masih perawan.     

Dave berinisiatif mengikuti bus tersebut kemana perempuan itu turun. Meski terhalang pemandangan dan lalu lalang kendaran didepannya, Dave memastikan dia tidak boleh kehilangan jejak bus didepannya.     

Setelah 1 jam mengikuti, karena kemacetan jalanan, akhirnya perempuan itu turun di depan sebuah jalan raya. Perempuan tersebut tampak linglung, menengok kanan dan kiri mencari sesuatu. Tiba-tiba datang seorang pria mengendarai motor yang menghampiri dirinya. Entah apa yang mereka katakan namun tampaknya perempuan itu menolak untuk berbicara dengannya. Pria itu menarik tangannya dan memaksa sekretarisnya untuk berbalik ke arah motor terparkir.     

"Lepaskan! Aku tidak mau pulang sama kamu!" Dian, nama skretaris malang tersebut meronta ingin terlepas dari pria yang baru datang dengan kendaraan roda duanya.     

"Kamu kenapa? Kalau aku bersalah, kita bisa bicarakan baik-baik." Pria penjemput yang ternyata adalah pacar Dian tersebut, bingung melihat penolakan yang tidak seperti biasanya itu.     

"Dan, kenapa kamu pulang telat sekali? Aku sudah menuggu sejak 2 jam yang lalu seperti biasanya."     

"Mulai saat ini, kamu tidak perlu antar jemput aku. Kamu bukan ojekku. Dan, mulai detik ini, hubungan kita cukup sampai disini, Wawan. Terima kasih atas semua kebaikan dan kesabaranmu selama ini. Aku tidak pantas lagi untuk menjadi kekasihmu." Dian berbalik arah dan berjalan pergi meninggalkan pria yang sudah tiga tahun ini menemani hari-harinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.