Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 73: Pantai Berawa



BAB 73: Pantai Berawa

0"Jadi begini ...."     

"Klik."     

"Darren ... Darren ... SIAL! Dia menutup telponku. Awas kamu anak mami!" Jack geram bukan kepalang. Namun dia langsung tersenyum tipis.     

"Bill, please." Jack mengangkat satu jari kepada salah seorang pelayan yang ada di restoran tersebut.     

"Maaf, perempuan ini sudah punya suami dan itu adalah aku. Dan dia sedang hamil anak kami." Darren memberikan tatapan mengintimidasi kepada pria bule yang sejak tadi dilihatnya asyik mengobrol dengan istrinya.     

"Oh maaf, aku tidak tahu. Istri anda sangat cantik dan ramah. Hati-hati bro jangan dilepas sendirian. Hahahaha ..." Pria itu tertawa terbahak-bahak sambil menepuk bahu Darren dan meninggalkan mereka berdua dengan pikiran masing-masing.     

Darren mengeraskan rahangnya menahan emosi. Sementara Calista nyengir was-was.     

"Aku tidak melakukan apa-apa. Dia sendiri yang datang dan bertanya arah ke toko suvenir. Aku hanya menunjukkan jalan." Calista menggigit bibir bawahnya panik.     

Darren menghela napasnya.     

"Kamu benar-benar tidak bisa dilepas meski sedetikpun. Apa aku harus mengurungmu agar tidak ada pria yang menatapmu dengan mata liar mereka?" Sahut Darren sambil menatap Calista dan menyentuh bibir sang istri untuk tidak menggigit bibirnya yang menggemaskan seolah mengajaknya untuk bercinta.     

"Ckckckck ...." Calista menggeleng-gelengkan kepala mendengar ucapan konyol Darren.     

"Kamu mau kemana?" Tanya Darren.     

"Telponnya sudah selesai kan? Aku haus. Kita beli minuman." Calista berkata setengah berteriak karena jarak mereka berdua sudah menjauh hingga lima meter.     

"Tunggu aku!" Darren berjalan dengan langkah panjang dan tegapnya. Calista berdiri menyambut sang suami dan merekapun berangkulan kembali.     

"Kenapa kamu begitu curiga kalau aku ngobrol dengan laki-laki lain? Bahkan aku tidak memakai pakaian minim dan ber make up tebal." Sahut Calista sambil mengerucutkan bibirnya.     

"Atau, jangan-jangan ... kamu cemburu?" Tatapan curiga diberikan pada Darren yang mendadak salah tingkah dan bicara gagap.     

"Cemburu? Hah, ka-kamu jangan bicara sembarangan! Aku tidak akan pernah cemburu pada perempuan sepertimu. Ceroboh, konyol, tidak modis, dan selalu melawan padaku. Terlalu percaya diri bisa membuatmu lupa segala-galanya." Jawab Darren dengan angkuhnya dan seringai sinis.     

Calista kesal bukan main dibilang ceroboh, konyol, terlebih lagi tidak modis. Perempuan hamil itu berjalan cepat meninggalkan Darren tanpa peduli panggilan dari pria bermata hijau yang lebih mirip teriakan di tengah-tengah massa yang sedang demonstrasi.     

"Hei, mau kemana? Kembali! Kamu sedang hamil, jalan pelan-pelan saja!" Calista tidak peduli dan menutup kedua telinganya erat-erat dengan kedua tangannya. Dia sebal dengan kalimat yang diucapkan Darren tanpa di filter terlebih dahulu.     

"Calista! Kembali!" Darren menyusul Calista yang berjalan dengan langkah panjang menuju tempat penjualan suvenir.     

"Kamu jangan menguji kesabaranku, Calista Ardiningrum!" Darren menyebut nama lengkap Calista yang bisa diartikan tingkat kesabaran seorang Darren mulai diuji sampai batas titik maksimal. Dagu Calista diangkat hingga wajah mereka sangat dekat sekali.     

"Lalu kenapa? Apa yang akan kamu lakukan? Hah?" Calista menatap tajam mata hijau tanpa berkedip.     

"Kamu sedang hamil jadi jaga langkahmu jangan cepat-cepat. Atau kamu sengaja agar keguguran jadi kontrakmu bisa diperpanjang dan kamu bisa menikmati uang dariku lebih lama?" Sahut Darren dengan seringai sinisnya.     

"PLAK!"     

"Kamu keterlaluan, Darren!" Bulir air mata terbit di sudut kelopak mata Calista. Bibirnya mengerut menahan amarah, napasnya terengah-engah seperti orang habis lari maraton.     

Mata Darren terbelalak kaget. Semua orang yang ada disana terperanjat sama kagetnya. Sungguh pemandangan yang tidak wajar dilihat dari sepasang suami istri yang sedang bertengkar.     

Calista pergi meninggalkan Darren menuju pelataran parkir. Niatnya untuk membeli suvenir, pupus sudah. Calista menahan isakan tangis dengan sesenggukan. Tidak ada teman atau saudara untuk berbagi cerita.     

Darren memencet kunci mobil agar pintu mobil terbuka. Calista segera membuka pintu mobil dan menguncinya dari dalam. Dia tidak tahu harus kemana karena disini dia tidak kenal siapa-siapa. Calista menangis sesenggukan didalam mobil.     

Perkataan Darren sungguh sangat melukai hatinya. Perempuan hamil itu tidak menyangka kalau ayah dari bayinya bisa berkata sedemikian sadisnya. Kalau bisa, Calista ingin sekarang juga mengakhiri kontrak sialan ini. Tapi apa daya, dia hanya perempuan miskin yang tidak punya keahlian apa-apa dan tidak punya teman banyak juga, jadi dia hanya bisa menerima nasib sebagai istri mesin produksi anak.     

Darren hendak memukul atas kap mobil namun diurungkannya. Dia sadar betul ucapan yang keluar dari mulutnya sangat jahat dan tidak berperasaan. Entah mengapa dia bisa berkata seperti itu.     

Dia pun berdiri di luar menunggu Calista memuaskan diri dengan menangis semaunya. Darren pergi membeli air mineral dua botol seperti apa yang diinginkan Calista, sebelum mereka bertengkar.     

Calista lelah menangis hingga akhirnya tertidur pulas. Hormon kehamilannya membuatnya menjadi lebih sensitif, mudah ngantuk, dan mudah lapar. Namun untuk hal terakhir, Calista lebih memilih melampiaskannya dengan makan buah-buahan jika mendadak lapar di tengah malam. Dia tidak ingin badannya menjadi gendut dan besar. Karena setelah melahirkan, dia ingin tetap memiliki badan yang proporsional agar mudah mencari kerja kelak.     

Setelah hampir setengah jam menunggu diluar, Darren membuka pintu mobil dan mendapati istrinya telah pulas dengan kepala bersandar di kaca jendela sebelahnya. Darren memasang sabuk pengaman untuknya sepelan mungkin agar Calista tidak terbangun.     

Darren menghela napasnya melihat istrinya tertidur dengan perasaan kecewa. Ada rasa getir didalam hatinya karena ucapannya barusan. Darren berjanji akan meminta maaf saat Calista bangun dari tidurnya nanti. Sungguh ucapannya hanya berdasar emosi sesaat.     

Darren menyudahi acara liburan di Bedugul. Pria bermata hijau itu mengemudikan mobilnya menuju hotel agar istrinya bisa beristirahat dengan nyaman. Namun, dalam perjalanan pulang sebelum sampai hotel, matanya disuguhi pemandangan indah pantai Berawa yang penuh dengan turis mancanegara yang menikmati suasana pantai.     

Darren menghentikan mobilnya disana dan memandang pantai lepas. Sandaran kursinya dibuat lebih kebelakang agar lebih nyaman untuk beristirahat. Darren memejamkan matanya dan mencoba untuk tidur hanya beberapa menit saja. Namun, ternyata Darren tertidur pulas lebih lama.     

Calista membuka matanya dan menguceknya perlahan. Dia merasakan sabuk pengaman terlilit. Perempuan ayu yang habis menangis itu tidak merasa memasangnya saat duduk didalam mobil. Dia menoleh ke sebelah kanan, Darren merebahkan dirinya pada kursi yang sandarannya di luruskan. Matanya terpejam dan kacamata hitamnya tersangkut diatas kepalanya.     

Calista melihat ke luar jendela, pemandangan pantai yang menarik hatinya. Dia ingin keluar tapi pintu mobil terkunci. Calista perlahan menuju papan kunci otomatis di sebelah kanannya. Dia menekan tombol yang bergambar gembok. Seketika pintu mobil terbuka kuncinya.     

Calista membuka pintu perlahan dan keluar dari mobil dengan gerakan penuh kehati-hatian agar tidak membangunkan Darren. Masalah selanjutnya adalah menutup pintu tanpa menimbulkan bunyi.     

Calista menutup pintu dengan pelan-pelan ketika terdengar bunyi,     

"BRAKKK!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.