Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 69: Setelah Dua Puluh Tiga Tahun (1)



BAB 69: Setelah Dua Puluh Tiga Tahun (1)

0"Kamu mau pergi kemana lagi hah? Mulai detik ini, kamu kembali menjadi nyonya Donni Rickman!" Donni memegang dagu Agnes dan mencengkeram kuat ke dua pipi yang tidak berkurang kecantikannya, bahkan lebih memikat di usia empat puluh tahun.     

"In your dream! Aku tidak akan pernah mau menjadi wanitamu, apalagi istrimu lagi." Agnes menendang perut Donni dengan lututnya yang bebas tanpa ikatan. Donni yang lengah, merunduk menahan sakit di perutnya mendapatkan serangan tiba-tiba. Agnes langsung berlari naik ke lantai dua dan masuk kedalam kamarnya, menguncinya dari dalam, mengganjalnya dengan kursi, meja, dan apapun yang bisa menghalangi Donni masuk.     

Donni yang berusaha mengejar tidak bisa menggapainya.     

"Buka pintunya, Agnes. Kamu tidak akan bisa lari kemana-mana!" Donni menggedor-gedor pintu dengan kencang. Agnes gemetaran panik dan berusaha mencari jalan keluar. Dia mengambil ponsel yang beruntung ada di dalam kamar. Anges melihat jendela yang bisa jadi jalan keluarnya.     

Agnes keluar perlahan melewati jendela dengan dress yang sedikit menyulitkannya. Dia berjalan dengan penuh kehati-hatian karena kamarnya yang berada di lantai dua sangat membuat kakinya gemetar untuk melihat kebawah. Kaki telanjangnya berjalan meraba-raba pijakan agar tidak terjatuh namun tiba-tiba keseimbangannya berkurang dan tubuhnya oleng dan melayang di udara dan jatuh kebawah.     

Beruntung, ada Donni yang langsung keluar rumah dan berdiri dibawah jendela mengetahui istri yang telah lama hilang akan keluar dari jendela. Saat Agnes terjatuh, Donni dengan sigap menangkapnya dan keduanya pun jatuh bergulingan diatas jalanan beraspal. Donni memegang kepala Agnes dengan telapak tangannya yang besar agar tidak terbentur jalanan.     

Tubuh Agnes yang berada di atas Donni setelah berguling-gulingan bersama, membuat dirinya relative aman tanpa benturan. Tapi tidak dengan Donni. Mata Donni terpejam dan tubuhnya tidak bergerak. Agnes bangun dari atas tubuhnya. Matanya menatap nanar pria yang ada di bawahnya tidak bergerak, diam tanpa pergerakan sedikitpun.     

"Tuan, tuan, bawa tuan ke dalam mobil." Seorang pengawal mendekati Agnes yang masih shock tidak bisa berkata apa-apa dan tidak tahu harus berkata apa. Agnes berjalan mundur perlahan menjauh. Bukankah ini kesempatan bagus untuknya melarikan diri? Baru berjalan dua langkah, Agnes memutuskan untuk kembali lagi dan menghampiri Donni yang masih terbaring diatas jalanan.     

"Bangunlah, aku tahu kamu tidak apa-apa. Pria jahat sepertimu tidak akan semudah itu mati." Agnes berdiri disamping tubuh Donni yang masih berbaring dengan keadaan terpejam. Perlahan kedua mata hitam pekat itu terbuka dan senyum iblisnya terbit dari bibirnya.     

Donni duduk dengan satu kaki ditekuk dan tangannya diletakkan diatas kaki yang ditekuknya.     

"Kamu tidak melarikan diri? Kamu akan menyesal kalau sampai tertangkap olehku." Donni bangun dan menundukkan wajah menyamakan tingginya dengan Agnes yang hanya sebahunya.     

"Kemanapun kau pergi, kamu pasti bisa menangkapku kembali. Aku hanya ingin hidup tenang tanpa menjadi buronan." Jawab Agnes dengan ekspresi datar.     

Donni menyibak rambutnya dan menyeringai sinis.     

"Huh, hidup tenang? Ikut aku!" Donni menarik tangan Agnes kembali masuk kedalam rumahnya.     

"Jangan tarik-tarik. Kalau aku mau kabur, aku sudah pergi dari tadi." Teriak Agnes.     

"Kamu bukannya mau kabur, kamu tidak tahu harus kabur kemana dan dengan modal apa. Benar bukan?" Donni berbalik menghadap Agnes yang meronta-ronta. Dan, dia pun melanjutkan langkahnya menuju rumah Agnes tanpa penolakan lagi. Kenapa dia tahu apa yang ada didalam pikiranku, batin Agnes.     

"Aku ingin berbicara baik-baik denganmu. Dimana anakku?" Donni mengambil kursi dan duduk dihadapan Agnes yang duduk di atas sofa.     

"Anakmu? Huh! Saat aku merasakan ngidam, butuh seorang suami untuk menemaniku kontrol, bikin susu hamil, hadir senam hamil. Apakah kamu ada disisiku? Jangan pernah bilang dia anakmu!" Jawab Agnes sinis sambil memalingkan wajahnya ke samping.     

"Aku bukan pengangguran yang harus mengerjakan semua itu. Aku bayar orang untuk melakukannya." Jawab Donni sambil mengeraskan rahangnya.     

"Andai aku bisa memilih, aku memilih untuk menikahi pengangguran!" Donni merasa kata-kata pedas yang keluar dari mulut Agnes lebih pedas dari gossip tentang dirinya yang beredar diluar.     

"Katakan saja dimana anakku!"     

"Aku tidak tahu!" Jawab Agnes pelan.     

"APA? Kamu bawa dia kemana?" Donni mencengkeram lengan Agnes dengan kuat.     

"Lepaskan aku! Sakittt …" Agnes merintih menahan sakit lengannya.     

Donni melepaskan cengkeraman tangannya dan membuat Agnes terjatuh keatas sofa. Dressnya tersingkap hingga memperlihatkan segitiga pengaman berwarna hitam yang membungkus sempurna kewanitaannya. Sejenak jantung Donni berdesir hebat dan hatinya dagdigdug tidak karuan. Perasaan yang sudah lama tidak pernah muncul, setelah dua puluh tiga tahun muncul kembali.     

Donni tidak pernah merasakan debaran jantung terhadap semua wanita yang pernah menjadi teman tidurnya. Semuanya berlangsung cepat dan tanpa rasa sama sekali. Kini, jantungnya berdetak lebih kencang dari biasanya.     

Agnes yang merasakan tatapan aneh dari Donni, buru-buru merapihkan pakainnya yang tersingkap karena dihempaskan Donni ke atas sofa. Agnes berdiri ingin beranjak pergi menjauh dari Donni dengan jarak sejauh-jauhnya. Namun, lagi-lagi pria yang senang menarik tangannya ini membuatnya tidak bisa bergerak pergi.     

"Agnes, I miss you. Aku merindukan harum aroma tubuhmu dan menyentuh kulitmu." Donni berbisik dengan suara berat dan seraknya di telinga Agnes. Jarinya menyusuri lengan Agnes dari mulai atas sampai sikut dengan lembut Agnes merasakan seluruh kulit tubuhnya meremang. Sungguh, hidup sendiri tanpa belaian seorang lelaki selama dua puluh tiga tahun, hampir membuatnya lupa kalau dia pun membutuhkan seseorang yang memperhatikannya dan menyayanginya.     

Donni membalik tubuh Agnes dengan lembut menghadapnya.     

"Ijinkan aku, bolehkah?" Donni berbisik tepat diatas hidung Agnes. Harum aroma tubuh maskulinnya menghipnotis Agnes untuk tidak bisa berkata apa-apa. Merasa mendapatkan lampu hijau, Donni melucuti pakaian Agnes satu demi satu dan dia pun membuka jas yan melekat ditubuhnya. Donni merebahkan Agnes di atas karpet berbulu di ruang tamu. Agnes yang masih terpesona dengan perlakuan yang diberikan Donni, menatap dada bidang yang masih terpahat sempurna meskipun pemiliknya sudah mendekati lima puluh tahun.     

"Agnes, I love you." Donny menciumi sekujur tubuh Agnes yang sudah polos. Sungguh, tubuh inilah yang sangat dipuja Donni seumur hidupnya. Wanita manapun tidak ada yang bisa dibandingkan dengan Agnes. Mereka sama-sama pernah kehilangan keperawanan dan keperjakaan secara bersama-sama.     

Kuncup buah dada Agnes di sesapnya dan sekitar area dijilatnya. Agnes melenguh merasakan kembali denyut nadi birahinya bangkit kembali, setelah sekian lama terkubur dalam-dalam.     

"Harum kewanitaanmu membuatku mabuk kepayang" Donni melumat kewanitaan Agnes, mencium, dan menjilatnya. Tubuh Agnes bergetar hebat dan dia menggigit bibirnya rapat-rapat agar tidak meloloskan desahan yang akan terdengar sampai keluar.     

"Ahhh, ahhh .. ssshhh …" Beberapa kali desahan itu terlolos juga namun ketika ingat kembali, dia menggigit bibirnya kembali.     

"Bersiaplah sayang. Aku merasakan, liang mu hanya diciptakan untukku." Donni melesakkan kejantanannya ke dalam kewanitaan Agnes. Agnes mengerang menahan sakit dan nikmat menjadi satu.     

"Kamu, kenapa sempit sekali sayang? Aku merasakan keperawananmu lagi." Donni hilang akal dan menghujam kewanitaan Agnes dengan lebih hebat, setelah merasakan betapa sempit dan kesatnya kewanitaan Agnes seperti masih perawan.     

"Pelan-pelan, sakiiitt sekali. Ahhh … ini pertama kali aku berhubungan lagi … sejak dua puluh tiga tahun. Ahhh …" Mendengar Agnes berkata seperti itu dibawah tubuhnya, mata Donni terbelalak kaget.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.