Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 67: Watersport



BAB 67: Watersport

0"Sepertinya, kita sama-sama punya satu rahasia yang enggan untuk diungkapkan. Namun, hingga waktunya tiba, aku yakin rahasia itu akan terbuka dengan sendirinya." Sahut Lewis sambil menyesap habis espresso yang ada dicangkirnya.     

"Kamu mau ikut denganku menikmati The Real Bali?" Lewis berdiri dan menyeringai sinis ke arah Darren yang masih menatapnya lekat-lekat.     

"Kemana?" Tanya Darren penasaran.     

"Just come with me!" Lewis berjalan terlebih dahulu meninggalkan coffee shop. Dengan memakai kembali kacamata hitamnya dan kaos kemeja santai dengan celana kargo selutut, Lewis tahu betul bagaimana cara menikmati Bali.     

"Hei, boleh juga mobil yang kamu pilih ini." Darren mengagumi Jeep yang disetir Lewis.     

"Hanya sewaan. Ayo kita bersenang-senang hari ini." Lewis memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dua pria yang bersahabat sejak kecil itu, masing-masing memiliki cara berbeda untuk menikmati kesenangan masing-masing.     

Lewis lebih menyukai segala sesuatu yang berhubungan dengan kendaraan dan olahraga sportif. Sementara Lewis, lebih menyukai koleksi mansion dan apartemen mewah untuk investasinya.     

Tidak lebih dari tiga puluh menit, jeep yang dikendarai Lewis sampai di salah satu tempat wisata surganyanya para wisatawan, Tanjung Benoa.     

"What the …" Sejauh mata memandang, yang Darren lihat adalah lautan lepas dengan banyaknya orang-orang sedang menikmati berbagai water sport atau olahraga air. Darren mengikuti kemana kaki Lewis melangkah.     

"Mau ganti baju? Aku rasa pakaianmu terlalu formil untuk ke pantai." Sindir halus Lewis sambil terkekeh.     

"Mana aku tahu kamu mengajakku kemari. Sebentar." Darren pergi ke salah satu gazebo tempat penitipan barang, sekaligus untuk membeli pakaian khusus untuk menikmati semua water sport yang ada di tempat ini.     

Setelah ke dua pria tampan dengan ciri khas masing-masing itu telah memakai kostum yang cocok, pilihan mereka pertama kali adalah Jet Ski. Jet ski seperti mengendarai kendaraan bermotor di air, layaknya mengendarai sepeda motor di jalan raya dengan adrenalin tinggi yang bisa mengebut sekencang mungkin. Lewis dan Darren masing-masing menggunakan motor jet ski yang berbeda karena diharuskan ada pendamping/instrukturnya.     

Suara teriakan kencang dua cowok blasteran itu nyaris tidak terdengar karena bersaing keras dengan deburan ombak di laut dan bunyi kencang motornya. Selama hampir lima belas menit mereka melepaskan stress di dada akibat rutinitas masing-masing dengan mencoba permainan ini.     

Setelah jet ski, mereka melanjutkan olah raga air lainnya. Waterski, flying fish, dan flying board adalah olahraga selanjutnya yang dipilih dua pria berpostur tinggi jangkung dengan tubuh atletis tersebut. Darren dan Lewis benar-benar menikmati hari ini dengan penuh suka cita dan sejenak melupakan apa yang ada di pikiran masing-masing.     

Tidak terasa waktu menjelang sore, mereka berjemur sejenak di pinggir pantai setelah lelah mencoba berbagai wahana.     

"Lewis, aku tidak akan kesini kalau kamu tidak mengajakku." Darren melemparkan topi baseball ke wajah Lewis untuk menutupi wajahnya yang mulai merah karena kepanasan.     

"Huh, aku tidak menduga akan bertemu dirimu disini. Kupikir aku akan tidur seharian dan baru keluyuran di malam hari." Jawab Lewis sambil memejamkan mata karena lelah.     

"Permisi mister, ada yang butuh pijatan? Mungkin badan mister lelah setelah berolahraga tadi." Dua orang perempuan muda bali memakai bikini two piece set warna merah menyala, dengan suara dan gerak gerik menggoda mendekati Darren dan Lewis. Sesungguhnya tubuh Darren dan Lewis memang lelah dan butuh pijatan tangan seseorang untuk melemaskann otot-otot yang tegang. Namun, Darren yang lebih dulu menolaknya.     

"Maaf, tidak terima kasih."     

"Kalau mister satunya?" Salah seorang perempuan diantara keduanya lebih agresif dengan langsung duduk di sebelah Lewis dan meraba dada Lewis yang kekar dan berotot.     

"Tidak, terima kasih." Lewis menangkap tangan berani tersebut sebelum sampai ke bawah perut dan tersenyum penolakan secara halus.     

"Oh, sayang sekali. Kami berikan cuma-cuma untuk mister berdua."     

"Hahaha, kalian pikir kami tidak mampu membayar? Tapi maaf, kami sudah punya istri dan istri kami itu sangat pencemburu seperti singa. Dia ada disekitar sini. Jadi maaf, tawarkan saja jasa gratis kalian ke pria lain." Darren berkata panjang lebar sambil menggeleng-gelengkan kepala.     

Ke dua perempuan muda tersebut tampak sangat kecewa dan meninggalkan Darren dan Lewis yang saling tersenyum geli.     

"Sialan kamu! Bisa turun pasaranku kalau dibilang menikah." Lewis melempar topi kembali ke wajah Darren.     

"Lalu kamu mau? Aku panggil lagi mereka sekarang tapi aku pergi tidak ikutan." Jawab Darren mengancam sinis.     

"Huh, memangnya kamu takut siapa? Perempuan yang kamu bawa ke kamar?" Lewis menyindir sekaligus ingin mengorek informasi dari mulut Darren sendiri.     

"Sudahlah, aku mau kembali ke hotel. Kamu mau kembali sekarang atau aku kembali sendiri?" Darren beranjak berdiri dan malas berdebat dengan Lewis.     

"Pergi sama-sama, pulang sama-sama." Lewis pun berdiri dan mereka berdua meninggalkan Tanjung Benoa dengan meninggalkan banyak kenangan manis dan menantang.     

Jam menunjukkan pukul 7 malam ketika Darren kembali ke kamar hotel. Sepulang dari Benoa, dia dan Lewis mampir makan malam dulu di Kuta. Darren masuk ke dalam kamar menggunakan kunci yang dia pegang sendiri. Dia memberikan Calista kunci cadangan kalau-kalau ingin keluar kamar.     

"Aku datang. Calista." Darren tidak melihat Calista di dekat jendela seperti yang biasa perempuan itu lakukan. Darren yang semula ingin langsung ke kamar mandi, mencari keberadaan Calista ke sekeliling ruangan.     

"Calista! Calista! Kamu dimana?" Darren mencari ke kamar mandi, mini bar, ruang depan tv, dia tidak menemukan bayangan istrinya. Darren gelisah karena meninggalkan Calista sebelum Hera datang tadi pagi. Darren mengambil ponselnya dan memencet nomer telpon Calista. Bunyi telpon bordering dan Darren mencari asal bunyi tersebut. Ternyata ponsel Calista ditinggal di atas nakas tempat tidur karena sedang di isi baterainya.     

"Dimana dia?" Darren akhirnya menelpon Hera.     

"Hera, dimana Calista? Apakah bersamamu?" Darren bertanya dengan nada tidak sabaran.     

"Tadi pagi sampai siang, iya bersama saya tuan. Namun, jam satu siang saya kembali ke kamar sesuai instruksi nyonya karena nyonya ingin tidur siang katanya." Jawab Hera.     

"Sekarang dimana dia? Ini sudah malam dan dia tidak ada di kamar!" Nada tinggi mulai terdengar dari mulut Darren. Dia seharian bersenang-senang sementara istrinya di dalam kamar hotel sendirian. Calista pernah menjadi korban penculikan dan Darren trauma sejak saat itu jika meninggalkan Calista sendirian.     

"Maaf tuan, saya tidak tahu. Saya kesana sekarang." Darren menutup panggilan telpon sebelum Hera melakukannya.     

"Sial! Dimana dia?" Darren mengeraskan rahang dan tangannya terkepal kencang. Dia mengurungkan niatnya untuk mandi dan ganti baju. Dia mengambil kunci mobil yang ada di rak tv dan beranjak hendak keluar kamar.     

Ketika baru membuka pintu, Darren melihat sosok yang dicarinya sudah ada dihadapannya berdiri sambil menangis di depan pintu."     

"Kenapa kamu menangis?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.