Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 64: Lumbung Baru



BAB 64: Lumbung Baru

0"Mau kemana?" Darren bertanya dengan nada mengancam.     

"Melihat pemandangan dari jendela." Jawab Calista tanpa melihat wajah lawan bicaranya.     

Darren meletakkan laptop di atas sofa dan menghampiri Calista yang sedikit kesulitan untuk berjalan karena mencari sandalnya.     

Darren mengambil sandal Calista yang tergeletak agak jauh di lantai dan meletakkanya dibawah kakinya.     

"Apa yang kamu lakukan? Aku bisa sendiri." Calista merasa risih melihat Darren yang berlutut dibawah kakinya hanya untuk memakaikan sandalnya.     

"Pakailah. Kamu ingin cepat pulang kerumah dan pergi ke Jogja kan? Menurut saja padaku, jangan banyak membantah." Ucapan Darren yang pelan namun menusuk hati Calista itu membuat perempuan tersebut mengatupkan bibirnya untuk diam. Terkadang mulutnya memang tidak bisa dikontrol kalau berbicara. Tapi, begitulah adanya dirinya.     

Darren memegang tangan Calista menemaninya berjalan menuju jendela berukuran lumayan besar. Dari atas sini tampak jelas terlihat kesibukan Seminyak di pagi hari. Tampak jelas pantai Petitenget yang membentang luas menawarkan pasir putih yang luas untuk dijejaki kaki-kaki para wisatawan.     

"Liburan kita berakhir sampai disini saja. Mami sudah kembali ke Jakarta tadi pagi. Begitu kita kembali ke hotel, kita langsung terbang ke Jakarta atau besok paling telat." Darren memeluk pinggang Calista dari belakang dan mengecup penuh mesra leher jenjang perempuan yang sedang mengandung benih cintanya.     

Calista tersenyum dan menikmati perlakuan Darren saat ini yang begitu memanjakan dirinya. dia berjanji untuk menjaga mulutnya sebelum berbicara. Dia harus bisa mengambil hati Darren agar keinginannya untuk pulang sejenak mengunjungi bapak dan ibu bisa terlaksana secepatnya.     

Calista menggenggam tangan Darren yang melingkari tubuhnya dan mendarat di perutnya.     

"Menurutmu apakah aku hamil anak kembar atau tidak?" Calista bertanya sekedar memecahkan suasana.     

Darren membalik tubuh Calista yang masih langsing untuk menghadap dirinya.     

"Apapun nanti, kembar ataupun tidak, tetaplah anak kita, penerus the Anderson." Darren mengeratkan tubuh Calista kedalam pelukannya dan menyesap kembali leher jenjang didepannya yang sudah menggodanya sejak tadi.     

"Apa yang kamu lakukan? Kaca ini tembus pandang." Calista mendorong dada Darren yang menempel bagai perangko. Dia tidak ingin seperti akuarium yang menjadi tontonan orang diluar.     

Darren menarik penutup tirai berenda warna putih, membiarkan tirai tebal tetap dipinggir jendela.     

Tanpa basa basi lagi, Darren langsung melumat bibir Calista dan mengecap rasa tubuh sang istri di pagi hari.     

"Darren hentikan, nanti kalau ada bu Hera masuk bagaimana?" Antara takut dan deg-degan, mata Calista menatap pintu berukuran persegi panjang itu berharap tidak terbuka. Sementara di luar kamar, Hera duduk mengawasi pintu kamar majikannya dari luar agar tidak ada yang masuk sampai yang didalam sudah keluar sendiri. Darren memberinya pesan tertulis beberapa menit yang lalu.     

"Tidak ada yang berani masuk selama aku dan kamu berdua dikamar." Darren mulai menggerayangi tubuh Calista dan membuka kancing dress yang menutupi dadanya.     

"Darren, jangan …ahh … ahh …" Serangan ganas dari Darren di pagi hari benar-benar tidak bisa dihindarkan. Darren melakukannya dengan penuh kelembutan hingga Calista tidak menyadari bahwa cukup lama mereka melakukannya, sambil berdiri menempel di jendela.     

-----     

"Papa."     

"Britney. Ada apa pagi-pagi kamu mau bertemu papa?" Ricky, papa Britney berdiri dari kursi kerjanya saat melihat anak semata wayangnya datang.     

"Pa, aku ingin bicara serius." Britney mengambil posisi duduk di kursi depan meja papanya.     

"Seserius apa sehingga kamu meminta bertemu sepagi ini?" Ricky menyandarkan punggungnya, menunggu kalimat yang keluar dari mulut Britney.     

"Pa, apa benar, perjanjian pernikahan aku dan Donni tinggal 1 bulan lagi?" kalimat yang keluar dari bibir anaknya, sontak membuat Ricky tidak berkutik. Pria paruh baya itu diam dan menghela napasnya berat.     

"Kamu tahu darimana? Suamimu sendiri yang bilang?" Tanya Ricky. Tidak ada yang tahu isi perjanjian itu selain dirinya dan Donni. Jadi siapa lagi yang akan membocorkannya kalau bukan dari mulut Donni, sedangkan dia tidak.     

"Ya. Dia bilang 1 bulan lagi kami akan bercerai. Pa, aku belum mendapatkan pegangan hidupku. Aku belum mendapatkan Darren. Bagaimana bisa aku lepas dari Donni? Meskipun dia memang tidak pernah memperlakukan ku layaknya seorang suami, tapi aku bisa punya uang dan mobil juga dari dia." Britney seolah tidak menerima kalau dirinya akan menjadi janda dalam waktu dekat ini.     

"Kenapa kamu tidak bekerja bersama papa? Perusahaan kita sudah cukup stabil sekarang. Semua kebutuhanmu bisa papa penuhi sampai kamu mendapatkan suami baru yang lebih kaya dari dia." Jawab Ricky masih dengan nada sabar dan pelan.     

"Tidak bisa pa, tidak semudah itu. Aku harus mendapatkan lumbung baru ku dulu baru melepaskan lumbung lama." Jawab Ricky.     

"Lalu apa rencana mu? Kamu mau hamil anaknya agar bisa menikah lebih lama? Dia belum punya anak setahu papa." Jawab Ricky.     

"Itu yang aku pikirkan pa. Tapi, dia selalu mengawasiku untuk minum pil setelah berhubungan. Dia memberiku banyak obat setiap tanggal tertentu. Sepertinya dia tidak ingin memiliki anak dariku." Jawab Britney lirih. "Dan akupun malas memiliki anak darinya yang tidak pernah menganggapku sebagai manusia." Batin Britney kali ini berkata.     

"Ya sudah kamu pikirkan sendiri. Tapi ingat, ada perusahaan dan keluarga yang akan menjadi taruhannya jika kamu bertindak yang tidak-tidak." Jawab Ricky sambil merapihkan jasnya dan berdiri bersiap untuk pergi. Papa dan anak itu pun berpisah didalam kantor Ricky. Britney yang kembali duduk, merenungkan apa yang harus dia lakukan.     

Tiba-tiba dia teringat akan Dave, pria yang menawarkan dirinya untuk datang ke apartemennya. Jarak apartemen itu cukup dekat dengan kantor papanya. Britney pun segera meluncur menuju apartemen Dave, pria flamboyant yang memiliki banyak maksud dan tujuan dibalik semua gerak geriknya.     

Perjalanan menuju apartemen Dave dilakukan Britney menggunakan tranportasi online. Dia tidak ingin mobilnya terlacak oleh anak buah Donni, yang sesungguhnya tidak peduli. Apartemen yang mengusung tema modern futuristic tersebut benar-benar membuat Britney berdecak kagum. Diantara teman-teman sosialitanya, tidak ada yang memiliki kekasih tinggal didalam hunian apartemen mewah ini. Mereka biasanya hanya mengajak ke kafe, klab malam, atau kamar hotel. Tidak pernah ada yang mengajak ke rumah masing-masing.     

Ting tong …     

Britney memencet bel didepan pintu masuk Dave. Hanya sepersekian menit, tampak pria tampan mengenakan pakaian santai serba putih dengan rambut setengah basah, membuka pintu lebar untuk Britney. Tangan Britney langsung ditarik masuk kedalam dan pintu pun ditutup.     

Terdengar suara saling mencecap bersahut-sahutan dari dalam dan penuh nuansa cinta yang panas menggelora. Dave yang sudah menahan hasratnya sejak semalam dan Britney yang merindukan kelembutan seorang pria menyentuh dirinya, mereka larut dalam hubungan tanpa status namun saling membutuhkan satu sama lain.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.