Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 62: Flash Back (2)



BAB 62: Flash Back (2)

0"Aku akan bekerja keras dan membayar hutang-hutang keluarga kita. AKU TIDAK MAU MENIKAH!" Agnes berteriak histeris dan berlari ke dalam kamarnya. Papa dan mama tidak ingin memaksakan kehendaknya, namun nyawa mereka berdua ada ditangan sang anak.     

Namun, akhirnya keteguhan Agnes menolak pernikahan paksa itu luluh juga. Mamanya sakit keras dirumah namun tidak bisa mendapatkan perawatan dari rumah sakit. Sementara, papanya nyaris bunuh diri dengan mengiris pergelangan tangannya memikirkan kemelut ekonomi dalam keluarganya. Beruntung, nyawa papanya berhasil diselamatkan dengan dibawa ke rumah sakit.     

Agnes pasrah dan menangis setiap malam. Dia masih belum rela menyerahkan hidupnya ke tangan pria yang usianya lebih dewasa daripada dirinya, ditambah lagi pria itu terkenal dengan kekejamannya terhadap semua saingan bisnisnya. Agnes belum tahu wajah pria itu dan dia juga tidak mau tahu.     

Akhirnya, pernikahan yang hanya di selenggarakan secara sederhana didalam rumahnya, dan hanya dihadiri beberapa orang penting pun terjadi. Untuk pertama kalinya Agnes muda melihat pria yang menjadi calon suaminya itu. Betapa terkejutnya dia ketika melihat pria yang duduk didepan penghulu dan telah mengucapkan ijab Kabul itu, adalah pria yang pernah bertabrakan tidak sengaja di panti asuhan. Agnes muda keluar dari kamarnya setelah Donni muda selesai mengucapkan ijab sah.     

Donni menyeringai senang namun tersembunyi dalam sikapnya yang dingin. Agnes tidak percaya kalau suaminya adalah seorang pria dengan aura kejam melekat erat di seluruh wajah dan tubuhnya. Rambut hitam lebat dengan postur tingg menjulang.     

Donni mengingat dengan baik saat-saat pertemuan dengan mantan istri pertamanya itu. Istri satu-satunya yang memberikan kegadisannya pertama kali padanya dan Donni juga pertama kali memberikan keperjakaannya pertama kali di malam pertamanya dengan Agnes. Meski terkenal kejam dan sadis, Donni tidak pernah menyentuh wanita manapun, walau setiap wanita dengan senang hati mau menjadi penghangat tempat tidurnya.     

Pernikahan mereka hanya bertahan kurang dari setahun. Agnes mengandung anak pertama mereka tepat di bulan kedua pernikahan mereka. Rumah tangga mereka selalu diwarnai dengan percekcokan dan pertengkaran tak berkesudahan. Agnes yang masih tidak rela menikah dengan Donni, selalu mencari cara untuk kabur dari rumah namun sayangnya semua sia-sia. Donni yang terlalu posesif dan impulsif, mudah curiga dan marah bila Agnes berbicara dengan pria manapun, bahkan hanya kepada pria kurir yang mengantarkan paket. Itulah salah satu alasan yang menyebabkan Agnes terkekang.     

Agnes semakin berani melawan Donni saat kedua orangtua nya meninggal. Papa mama Agnes meninggal karena bunuh diri. Agnes mendapatkan informasi dari seseorang yang mengirimkan paket rahasia padanya kalau yang memaksa orangtua Agnes bunuh diri adalah Donni. Agnes semakin dendam dan berniat untuk membunuh Donni, ayah dari anak yang dikandungnya.     

Tepat di malam hari ketika Donni pulang dalam keadaan lelah setelah seharian bekerja, Agnes datang ke kamar Donni dengan membawa sebilah pisau terhunus di punggungnya. Dia tidak peduli jika dirinya harus masuk penjara. Dalam keadaan perut yang buncit karena hamil yang sudah memasuki usia 9 bulan. Agnes mengendap-endap masuk kedalam kamar dan langsung menikam tubuh Donni dengan pisau yang dia bawa.     

Donni yang menyadari hal tersebut meskipun masih dalam keadaan lelah, berhasil menghindar dan pisau itu hanya menggores bahunya.     

"MATI SAJA KAMU!" Agnes memburu Donni yang sudah berdiri dengan jarak 3 meter dari Agnes, dengan pisau yang digengam dengan kedua tangannya. Donni dengan sigap menahan tangan Agnes dan membuang pisau yang ada digenggaman istri yang sedang hamil tersebut.     

"KAMU GILA? PENGAWAL!" Donni berteriak kencang dan sekejap datang dua pengawal masuk kedalam kamarnya. Agnes berteriak histeris karena gagal membunuh Donni. Pria yang diyakini telah membunuh kedua orangtuanya.     

"KAMU PEMBUNUH! Tidak cukupkah aku saja yang menjadi korban? Kenapa kamu harus membunuh kedua orangtuaku? Bajingan!" Agnes berteriak histeris.     

"Apa yang kamu bicarakan? Pembunuh apa?" Donni benar-benar tidak mengetahui apa yang dikatakan Agnes.     

"Aku benci dirimu! Aku berharap anak ini tidak akan pernah dilahirkan! Aku … ahhh …ahhh … perutku!" Agnes memegang perutnya yang mendadak keram. Cairan mengalir dari kedua pahanya. Donni yang melihat segera mengerahkan pengawalnya untuk menyiapkan mobil menuju rumah sakit. Donni membopong tubuh Agnes diatas kedua tangannya menuruni tangga dan masuk kedalam mobil. Dengan kecepatan penuh, mobil itu melesat di tengah malam menuju rumah sakit terdekat.     

"Papa, mama, ahhh … anakku!" Agnes bergerak-gerak menahan rasa sakit karena akan melahirkan. Tanpa sadar, dia menggenggam tangan Donnie erat-erat. Kuku panjang Agnes menancap kulit tangan Donni dan menyebabkan tangan pria dingin itu berdarah. Donni menahan dengan mengeraskan rahangnya. Dia tahu istrinya sedang berjuang antara hidup dan mati. Jadi baginya, tangan yang berdarah tidak berarti apa-apa.     

Sesampainya di rumah sakit, tubuh Agnes segera mendapatkan pertolongan pertama dan dibawa ke tempat bersalin.     

"Anda suaminya? Apakah anda ingin menemani istri anda berjuang untuk melahirkan anak anda?" Seorang dokter yang tergesa-gesa datang ke ruang bersalin, menyadarkan Donni betapa peliknya rumah tangga mereka, anak yang dikandung Agnes tetaplah darah dagingnya. Donni pun memutuskan untuk masuk kedalam ruangan operasi dan menemani Agnes, istrinya yang sedang berjuang untuk melahirkan.     

Agnes melihat Donni masuk, tidak terpikirkan lagi dendamnya. Yang dipikirkannya hanya satu: pergi dari sisinya sejauh mungkin setelah melahirkan dengan membawa anaknya serta.     

"Baik, mari kita mulai ya. Bapak tolong berdiri disamping istrinya. Pegang tangan dan bahunya." Agnes memejamkan matanya.     

Dalam hitungan setengah jam, anak mereka berdua berhasil dilahirkan. Donni melihat dengan matanya langsung dan menggendongnya. Seorang bayi merah berjenis kelamin perempuan yang cantik dan mungil. Seketika semua dendam dan marah yang ada didalam jiwa Donni, terlebur dan menguap begitu saja. Agnes yang masih kepayahan, hanya bisa mengamati interaksi Donni dan anaknya yang begitu membuatnya sedikit terharu. Ada bulir air mata diujung pria keras kepala dan sadis itu.     

"Selamat ya bu, anaknya perempuan. Cantik seperti ibunya." Jawab suster yang meminta bayi dari dekapan Donni untuk didekap Agnes agar bisa mengenal puting ibunya sedini mungkin.     

"Terima kasih sust." Agnes tersenyum haru mendekap anak yang merupakan darah daging dia dan Donni, suami pernikahan paksa nya.     

Setelah beberapa saat kemudian, Agnes dipindahkan ke kamar rawat inap kelas VVIP. Donni dan Agnes tidak bertegur sapa sama sekali. Tiba-tiba Donni teringat kata-kata Agnes yang menuduhnya pembunuh kedua orangtuanya. Dia pun segera keluar kamar dan menelpon ajudan kepercayaanya.     

"Masuk kedalam kamar nyonya dan cari bukti yang mencurigakan tentang tuduhannya padaku karena membunuh kedua orangtuanya."     

"Siap tuan!" Balasan dari ujung telpon dimatikan sepihak oleh Donni. Donni berjalan menuju kafe terdekat untuk menyesap tembakau dan menghilangkan stress yang melanda hatinya. Tidak lupa dia menitipkan penjagaan kamar pada dua pengawalnya yang berdiri di luar kamar.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.