Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 61: Flash Back (1)



BAB 61: Flash Back (1)

0"Sedikit saja paksakan. Yang penting perutmu tidak kosong sama sekali." Darren duduk di tepian ranjang sebelah kiri dan mengambil bubur sarapan ibu hamil yang berada di atas nakas.     

Calista menghela napasnya kuat-kuat. Pikirannya sedang distimulasi untuk mau menerima apapun yang ada dihadapannya.     

"Kita akan pulang hari ini?" Tanya Calista sambil menerima suapan pertama dari Darren.     

"Kembali ke hotel dulu. Lihat nanti apakah kamu bisa bepergian dengan pesawat." Jawab Darren sambil kembali memberikan suapan kedua.     

"Hmm, tapi bener kan aku boleh ke Jogja?" Calista bertanya dengan hati-hati. Darren kalau sedang keluar tanduknya sangat menakutkan. Calista tidak bisa membantah ataupun mengajaknya berdebat.     

"Kita lihat nanti kalau sudah dirumah. Sekarang habiskan bubur ini lalu minum vitamin. Tidak apa tubuh agak berisi biar lebih empuk diremas." Ucap Darren sambil tersu menyuapi Calista hingga bubur didalam piring itu tandas tak tersisa.     

"Uhuk uhuuk uhuk …" Kalimat terakhir Darren membuat Calista tersedak mendengarnya.     

"Aku akan minum vitamin tapi tidak dengan susu." Calista mengambil sebutir vitamin yang diletakkan Darren di tengah-tengah telapak tangannya.     

"Bagus. Sekarang kamu sudah kenyang dan aku yang lapar." Jawab Darren.     

"Ya sudah makan dulu di luar. Biar aku ditemani bu Hera." Jawab Calista.     

Darren justru menarik tengkuk Calista dan mengatakan, "Aku ingin makan kamu. Bolehkah?" Tanya Darren sambil menatap mata dan bibir Calista lamat-lamat.     

"Aku …" Tanpa menunggu jawaban dari Calista, Darren mulai mencium secara lembut dan semakin lama intens semakin dalam menyurusi rongga mulut Calista dengan lidahnya. Calista pun terbuai dan menyambut ciuman Darren yang semakin liar.     

"Jangan Darren, nanti ada orang masuk." Calista menahan dada Darren dengan tangan kanannya ketika pria itu mulai bergerak semakin berani menggerayangi tubuhnya dan menyesap leher juga dada ibu hamil.     

"Oh maafkan aku, aku terlalu terbawa suasana." Darren melepaskan pagutannya namun kepalanya masih bersandar di dada Calista. Tangannya membuka dress Calista sampai ke atas dada namun Calista berusaha mencegah dengan sekuat tenaga menggunakan satu tangannya yang bebas dari infusan.     

"Darren, hentikan! Aku takut ada yang datang." Calista berkata dengan suara tertahan di tenggorokan. Pria ini benar-benar tidak tahu aturan dan tempat.     

"Ssst, sebentar." Darren menggenggam tangan kanan Calista dan meletakkannya diatas kasur. Kedua tangan Darren sekali lagi membuka dress ibu hamil dan melihat perut Calista yang masih rata.     

"Oh Tuhan, Darren. Apa yang kamu lakukan?" Calista menggigit bibirnya menahan malu. Darren menatap perutnya dengan seksama. Bukan hanya mengamatinya tapi juga merabanya dan membuat lingkaran disana di sekeliling pusarnya.     

"Sebentar lagi perut ini akan membuncit. Akan tumbuh semakin besar keturunan The Anderson alias anak-anakku. Aku tidak menyangkan akan secepat ini Tuhan kabulkan doa-doaku." Darren masih tetap membuka dress itu dan kini dia justru mencium perut Calista yang putih.     

Kulit tubuh Calista meremang mendapatkan ciuman diatas perutnya.     

"Sudah, hentikan." Calista buru-buru menutup tubuhnya dengan dress yang diangkat Darren, setelah pria itu puas mencium disana sini.     

"Kata dokter, kita masih bisa bercinta tapi jangan sering-sering. Kamu bisa bayangkan betapa tersiksanya aku kalau tidak bisa mencium aroma tubuhmu." Darren mendekatkan kepalanya ke kepala Calista.     

"Kenapa yang ada di pikiranmu hanya itu saja? Tidakkah kamu memikirkan hal lain? Misalkan, tentang pekerjaanku selanjutnya?" Jawab Calista sambil menyeringai sebal.     

"Kenapa itu harus dipikirkan? Sudah pasti kamu dipecat sejak hamil." Jawab Darren santai.     

"APA?"     

-----     

"Selamat pagi tuan Donni." Pria berusia 47 tahun itu duduk di kursi mobil bagian penumpang belakang, sambil menghisap cerutu favoritnya. Seorang pria muda menghampirinya dari luar jendela dengan sikap menunduk hormat. Pagi-pagi sekali Donni sudah berada di seberang yang terhalang oleh tamah, mengamati sebuah rumah kecil namun asri dan sejuk, di pinggir jalan sebuah kota yang terkenal dengan gudegnya.     

"Apa dia masih didalam?"     

"Dari semalam sampai sekarang belum meninggalkan rumah, tuan."     

"Hmm… " Donni menjentikkan jarinya tanda pria muda itu untuk menjauhi mobilnya. Pria berseragam safari itu membungkuk hormat sebelum meninggalkan mobil hitam yang penuh dengan aura mencekam didalamnya.     

"23 tahun sudah dia pergi meninggalkanku dalam keadaan hamil, tanpa memberi penjelasan apa-apa padaku. Menurutmu Jay, apa yang harus aku lakukan padanya? Apa aku harus mengurungnya di ruangan bawah tanah agar dia tidak kabur lagi?" Donni mendongakkan kepalanya sambil mengepulkan asap cerutu.     

Flash Back …     

Ingatannya menerawang jauh ke kenangan 23 tahun yang lalu. Saat seorang perempuan yang masih berusia 17 tahun, bunga di sekolahnya yang sedang ranum-ranumnya dan banyak lelaki yang ingin menjadi kekasihnya, tiba-tiba harus dinikahkan dengan pria yang usianya 10 tahun lebih tua diatasnya.     

Atas dasar hutang keluarga yang menumpuk, ditambah lagi hutang ke rentenir yang sampai mati pun tidak akan terbayarkan, tiba-tiba datang bantuan dari seorang pengusaha kaya raya yang bersedia melunasi semua hutang-hutang keluarga tersebut, apabila bersedia menikahkan putrid satu-satunya padanya.     

Pria yang terkenal kejam di dunia bisnis itu, sudah lama mengincar anak perempuan dari pengusaha yang bangkrut itu. Pertemuan pertama mereka adalah di sebuah panti asuhan. Dimana perempuan yang dbernama Agnes tersebut sedang menjadi tenaga sukarela paruh waktu disana. Bertepatan dengan kedatangan Donni muda yang sedang memberikan santunan rutin. Biasanya Donni cukup memberikan perwakilan kepada ajudannya untuk memberikan sumbangan, tapi entah kenapa hari itu dia ingin memberikannya sendiri.     

"Oh maaf," Seorang perempuan muda yang ayu dengan rambut di kuncir kuda, sedang sibuk membagikan makanan kecil kepada semua anak-anak panti asuhan disana bersama beberapa teman sekolah lainnya. Namun, tiba-tiba dia tidak sengaja menabrak seseorang dengan tubuh sekeras besi.     

"Tidak apa." Donni muda langsung terpana dengan wajah dan mata perempuan yang kemudian dikenalnya bernama Agnes. Tatapannya yang teduh dan malu-malu, membuat Donni teringat-ingat terus hingga beberapa hari setelahnya.     

"Papa, aku tidak mau menikah dengan dia. Aku masih ingin kuliah dan bekerja. Aku tidak ingin mengubur impianku dengan menikah secepat itu." Agnes berteriak hampir menangis, ketika mengetahui bahwa dirinya akan dinikahkan dengan seorang pengusaha yang usianya lebih tua 10 tahun diatasnya.     

"Agnes, kamu harus tolong papa dan mama. Hanya kamulah harapan kami satu-satunya. Kalau tidak, kita semua akan mati dikejar-kejar rentenir setiap hari. Setidaknya statusmu jelas sebagai istri, bukan simpanan apalagi selingkuhan. Dia juga belum menikah." Papa Agnes berusaha meyakinkan anak satu-satunya. Sementara mama Agnes sudah tidak berdaya lagi, hanya menangis meratapi nasib keluarga dan anak gadis satu-satunya.     

"Aku akan bekerja keras dan membayar hutang-hutang keluarga kita. AKU TIDAK MAU MENIKAH!" Agnes berteriak histeris dan berlari ke dalam kamarnya. Papa dan mama tidak ingin memaksakan kehendaknya, namun nyawa mereka berdua ada ditangan sang anak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.