Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 59: Membela Diri



BAB 59: Membela Diri

0"Aku keliling Bali sendirian? Huh, apa kamu mengusirku? Apa kamu tidak suka aku temani?" Darren berkata sambil memangku pipi kanan dengan satu tangan yang bersandar diatas lutut.     

"Bu-bukan itu maksudku. Aku hanya merasa kalau kamu bosan menemani orang sakit seharian." Jawab Calista gugup.     

"Aku bilang begitu? Sepertinya aku tidak mengatakan apa-apa." Jawab Darren sambil terus intens menatap Calista yang salah tingkah. Darren suka sekali mengerjai Calista. Terutama bila perempuan dihadapannya ini kedapatan gugup atau panik.     

"Memangnya tidak? Ya sudah, syukurlah kalau begitu. Baby juga pasti senang ditemani daddynya." Jawab Calista malu-malu sambil menggigit bibirnya. Darren memejamkan matanya dan menghela napas mencoba menahan sesuatu yang ingin dikeluarkan.     

"Kamu bilang apa? Baby? Daddy? Hmm, sepertinya bagus juga panggilan itu." Darren mengangguk-anggukkan kepalanya seraya mengerucutkan bibir karena mendapati kosa kata baru yang menyenangkan di pagi hari.     

"Baiklah, aku mandi dulu. Kamu tunggu disini, jangan kemana-mana. Semoga Hera segera datang pagi-pagi jadi bisa membantumu mandi." Jawab Darren sambil berlalu menuju kamar mandi. Belum sampai menutup pintu, Darren keluar lagi mengambil 1 paper bag warna hitam diantara 4 paper bag lainnya yang belum dibuka. Calista tidak mendengar bunyi klik tanda pintu dikunci. Pria itu suka mengataiku minus mawas diri, dia sendiri ceroboh tidak mengunci pintu. huft, gumam Calista.     

Calista menikmati duduk di atas sofa sambil memainkan ponselnya untuk mengecek berita terbaru. Tidak ada berita yang menarik dan dia pun meletakkan kembali ponselnya. Dia ingin membuka laptopnya tapi tidak tahu dimana laptop itu berada. Aku akan bertanya pada Darren nanti, pikirnya.     

Tok tok tok …     

"Ya?" Calista heran siapa yang pagi-pagi buta begini sudah datang. Kalau perawat biasanya jam 7 an baru datang. Tapi, sekarang jam masih menunjukkan pukul 6 kurang.     

"Nyonya …"     

"Bu Hera? Ya ampuun, senang sekali ada ibu disini. Masuk bu." Bibir sumringah Calista tampak terlihat jelas. Dia senang sekali akhirnya punya teman normal untuk diajak ngobrol. Kalau sama Darren, setiap pembicaraan ujung-ujungnya selalu berakhir dengan kemesuman. Entah sejak kapan pria itu senang mencuri ciuman darinya. Kalau tidak ditolak, maka bisa berakhir dengan tanpa pakaian sama sekali.     

"Nyonya, sudah bangun pagi begini?" Hera masuk dengan membawa satu ranjang buah-buahan yang sesuai dengan ibu hamil.     

"Ah ibu tidak perlu repot-repot begini. Tapi, aku mau jeruknya sekarang. Boleh?" Calista mengedip-ngedipkan kedua kelopak matanya menyerupai mata barongsai yang sedang menunjukkan atraksinya di tengah jalan. Lucu dan menggemaskan ala Calista.     

"Tapi nyonya harus sarapan dulu. Kasihan bayinya kalau sang ibu kurang asupan nutrisi." Jawab Hera. Perempuan paruh baya itu duduk di samping Calista. Dia mengamati punggung tangan nyonya mudanya yang tertusuk kabel infus.     

"Oya, selamat ya nyonya Calista. Pasti nanti anaknya kalau cantik mirip nyonya Calista, kalau tampan mirip tuan muda." Hera senang sekali nyonya mudanya yang ramah ini sudah dipercaya untuk memiliki momongan dalam waktu yang cepat ini.     

"Asalkan tingkat kecerdasannya seperti daddynya. Kalau ikut mommynya bisa ketinggalan pelajaran terus di kelas nanti." Darren keluar dari kamar mandi tanpa bersuara dan langsung nimbrung saja ke dalam percakapan dua perempuan beda generasi tersebut.     

"Selamat pagi tuan Darren." Hera berdiri dan membungkuk penuh hormat.     

"Pagi Hera." Darren langsung duduk disebelah Calista. Calista menyeringai sebal mendengar ucapan Darren tadi.     

"Asal kamu tahu yaa, aku bisa kuliah di universitas Negeri karena bea siswa. Dan, itu artinya aku adalah salah satu mahasiswa berprestasi." Jawab Calista sambil menatap Darren seperti pisau terhunus.     

"Aku rasa mereka membuat kesalahan saat menerimamu pertama kali. Setahuku kalau mahasiswa berprestasi itu bijak, dewasa, dan bisa membawa diri dimana saja. Sedangkan kamu …" Darren menghentikan ucapannya sejenak sambil memandang tubuh Calista dari atas sampai bawah berulang kali.     

Calista mengernyitkan alisnya bingung. Sementara, Hera menahan tertawa dengan menutup bibirnya. Darren senang sekali menggoda Calista hingga perempuan itu akan marah berteriak memanggil namanya dengan intonasi panjang.     

"Aku kenapa? Hmm?" Jawab Calista penasaran.     

"Kamu ceroboh." Dua kata yang keluar dari bibir Darren membuat suasana hati Calista tiba-tiba meredup. Air matanya menggenang didalam kelopak matanya. Darren tidak menduga reaksi Calista akan seperti ini. Biasanya dia akan membalasnya dengan berteriak kencang.     

Bibir Darren menganga karena merasa sangat bersalah melihat Calista yang akan menangsi sebentar lagi.     

"Aku … aku hanya becanda. Jangan dianggap serius!" Darren menghampiri Calista dan hendak memegang lengannya. Namun Calista menampik kedua tangan itu dan berdiri menuju kasurnya.     

"Aku mau tidur lagi. Bu Hera temani aku ya. Aku tidak ingin siapa-siapa selain bu Hera didalam kamar ini." Hera terperanjat kaget. Darren apalagi. Dia tidak bisa berbicara apa-apa untuk membela diri saat ini. Baginya, membela diri cukup sekali saja. Kalau terus-terusan itu namanya mengemis. Dan, gengsi Darren terlalu besar untuk melakukan itu.     

"Aku keluar sebentar. Hera, kamu tunggu disini jangan kemana-mana." Perintah Darren sambil membawa ponselnya yang tergeletak di atas meja. Sebelum keluar, Darren sempat menoleh kea rah Calista yang sudah berbaring memunggunginya, dengan dibantu Hera. Darren menghela napas kasar sebelum membuka pintu untuk keluar.     

"Nyonya, tuan muda hanya becanda. Jangan dimasukkan ke dalam hati." Hera mencoba menjadi penengah sepasang suami istri yang baru menikah kurang dari dua bulan tersebut. Mereka terpaksa harus mengenali karakter masing-masing bahkan saat setelah menikah karena mereka tidak mengenal satu sama lainnya sebelumnya.     

"Becandanya keterlaluan dan tidak lucu sama sekali!" Jawab Calista ketus. Ibu hamil tersebut menegakkan badannya ketika menyadari Darren sudah tidak ada didalam kamar.     

"Nyonya, saya malah takjub dengan perubahan sikap tuan Darren setelah menikah. Dulu dia begitu dingin dan tanpa senyum sama sekali. Sensitif mudah marah. Namun, setelah menikah, saya lihat tuan Darren lebih banyak tersenyum dan sikapnya menghangat kepada siapapun." Jawab Hera sambil tersenyum lembut seperti biasa.     

"Benarkah? Tapi, sikapnya ke aku justru terlalu mengolok-olok. Bu Hera, menurut ibu, apakah anakku yang lahir nanti kembar atau tidak?" Calista mencoba mencari tema pembicaraan agar tidak membahas Darren lagi.     

"Sebenarnya sudah bisa diketahui sejak usia kandungan 6-7 minggu. Tapi, sebaiknya tunggu dua minggu lagi saja. Biar lebih jelas dan pasti." Jawab Hera sambil tersenyum.     

"Hera, aku ingin pulang ke Jogja beberapa hari saja setelah kembali ke Jakarta. Darren mengijinkan asalkan kondisiku sehat. Bantu aku yaa untuk menstabilkan emosiku. Aku ingin kehamilan ini tanpa gangguan sama sekali sehingga aku bisa melahirkan dengan nyaman."Calista tersenyum mencoba mendapatkan dukungan dari Hera.     

"Pasti nyonya. Saya ada disini untuk menemani dan mendukung nyonya. Sebaiknya nyonya makan dulu. Saya masak sop iga kesukaan nyonya. Saya siapkan dulu yaa." Hera bangkit dari duduknya dan mendekati bungkusan yang dibawa bersamaan dengan keranjang buah.     

Aroma daging yang seharusnya enak dan mengundang selera, akhirnya malah membuat Calista mual dan berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.