Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 55: Antara Kasihan dan Simpatik



BAB 55: Antara Kasihan dan Simpatik

0"Huh, aku akan diluar 5 menit saja." Darren meninggalkan dua perempuan beda profesi dan beda nasib itu didalam kamar.     

"Hehehe, jangan dianggap serius ucapannya sust. Dia memang suka becanda." Calista mencoba mencairkan suasana yang kaku didalam ruangan akibat ucapan tidak tahu malu Darren.     

"Sudah dimaklumi kok bu. Namanya suami istri ya pastinya sudah tahu satu sama lain luar dalam. Hehehe..." Sahut perawat berjilbab tersebut. Calista hanya bisa menjawabnya dengan senyuman tipis.     

Selesai mengelap tubuh Calista, perawat itu pun keluar. Darren yang menunggu di luar, langsung masuk begitu melihat perawat itu keluar.     

"Bagaimana? Sudah lebih segar?" Tanya Darren sambil mengambil laptopnya yang berada didalam tas.     

"Lumayan, terima kasih ya. Aku tahu kamu hanya perhatian karena bayi yang ku kandung. Tapi segitupun aku cukup senang." Calista tersenyum sambil merapihkan selimutnya.     

Darren terdiam sejenak mendengar kata-kata yang diucapkan Calista. Apakah benar perhatiannya selama ini hanya karena bayi yang dikandung Calista? Tangannya yang sedang memegang laptop, mengepal erat tanpa terlihat perempuan yang tampak sangat manis dengan daster yang dibelikan Darren.     

Darren menyembunyikan kegundahan yang ada di dalam hatinya dengan menghela napas dalam-dalam.     

"Kamu lapar? Banyak makanan disini. Aku ambilkan sekarang." Darren urung mengambil laptopnya. Benda elektronik berwarna hitam ukuran 14 inci itu diletakkan kembali ke dalam tempatnya.     

"Tidak, aku belum lapar." Jawab Calista lemah.     

"Kamu harus makan. Sejak tadi pagi kamu hanya makan sedikit dan itupun dimuntahkan kembali. Ada roti kalau kamu tidak mau makan nasi." Darren mengambil paper bag yang dibawa maminya. Aneka roti ada didalamnya plus susu kotak khusus ibu hamil.     

Darren membawa 1 paper bag dan duduk di sisi ranjang ibu hamil.     

"Darren, aku tidak lapar." Calista membuat permohonan pada Darren agar tidak memaksanya untuk makan.     

"Kamu harus makan. Kalau kamu sakit, aku tidak akan pernah mengijinkanmu mengunjungi orangtuamu." Darren dengan tampang galaknya, mampu membuat Calista mau tidak mau harus makan.     

"Bagaimana kalau aku muntah?" Calista mulai merasakan ada gejolak di tenggorokannya yang memaksa untuk berebutan keluar.     

Calista tampak ingin menangis memaksakan untuk makan, demi bisa menjenguk kedua orangtuanya. Darren tidak tega melihatnya dan melihat ke sisi lain agar tidak melihat air mata yang jatuh di sudut mata perempuan hamil yang sedang memaksakan untuk makan.     

"Minum."     

Darren dengan sigap membuka botol minum air mineral dan memberikannya pada Calista.     

Setiap satu suapan ke dalam mulutnya, Calista menenggak air minum agar makanan bisa tertelan. Akhirnya, setelah setengah jam lebih dengan perjuangan susah payah, dua lembar roti tawar berhasil dia telan dengan bantuan sebotol air mineral.     

Darren terdiam melihatnya. Antara kasihan atau simpatik, entahlah. Darren pun segera merapihkan makanan dan minuman dan meletakkanya diatas meja. Calista memperhatikan semua gerakan Darren bahkan terkecil sekalipun, seperti membersihkan sisa remahan roti yang berserakan di atas sprei.     

Darren kembali mengambil laptopnya dan duduk di atas kasur yang sama dengan Calista.     

"Kamu? Mau tidur disini lagi? Huft, sepertinya kita lebih baik meminta diskon pada rumah sakit karena hanya memakai satu ranjang." Sahut Calista. Darren tidak peduli apa yang dikatakan Calista. Presdir tampan dan dingin itu segera membuka laptopnya. Calista mengerutkan bibirnya karena merasa diabaikan perkataanya.     

"Darren …" Calista berkata, sambil menggerakkan layar ponselnya naik turun.     

"Hmm …"     

"Perjanjian kita dari awal, aku hanya perlu melahirkan 3 anak untukmu. Maka, setelah anak-anak lucu itu dilahirkan ke dunia ini, perjanjian kita selesai. Bagaimana kalau aku melahirkan kembar tiga? Berarti … Uffttt." Darren membungkam bibir Calista yang cerewet dengan melumat bibirnya dalam-dalam. Sejak tadi dia ingin sekali mencium harum napas manis yang keluar dari perempuan yang terikat pernikahan kontrak dengannya.     

Awalnya Darren melumat perlahan, namun gerakannya semakin liar dan membuat tubuh Calista berbaring sempurna. Darren menjaga perut dan tangan Calista agar tidak membuat dirinya merasa sakit.     

Calista menerima apa yang diberikan Darren. Tapi, entah mengapa hatinya merasa sakit. Tak terasa air matanya turun mengalir membasahi pipinya. Darren yang merasakan asinnya air mata, tidak peduli dan terus mencium dan melesakkan lidahnya ke dalam mulut Calista untuk menyusuri rongga mulutnya. Setelah cukup puas dengan bibir manis ibu hamil, Darren menyusuri leher jenjang Calista dan menyesapnya dalam-dalam.     

"Ahhh … Darren, pelan-pelan." Calista menjambak lembut rambut tebal Darren dengan tangan kanannya. Sesungguhnya, dia mulai merindukan setiap sentuhan yang diberikan Darren.     

Darren menarik kepalanya dari cengkuk leher Calista dan menatap mata perempuan yang ada dibawahnya dalam-dalam. Lalu dia melanjutkan kembali gerilyanya. Darren membuka kancing daster yang dipakai Calista.     

"Darren, jangan. Nanti ada yang datang."     

"Aku akan bunuh siapa saja yang menggangguku." Jawab Darren dengan nada datar.     

Dress alias daster dengan dua kancing itu berhasil dibuka. Darren menyusupkan tangan besarnya kedalam dada Calista. Sekujur tubuh Calista meremang, tubuhnya bergetar hebat. Darren benar-benar tahu bagaimana caranya membuat dirinya terlena. Darren mengusap kuncup buah dada Calista yang sudah mengeras. Tanpa menunggu waktu lama lagi, dia mengecup dan menghisapnya bergantian kanan kiri.     

Calista tidak bisa menahan getaran hebat ditubuhnya. Ibu hamil yang sedang dimanjakan sang suami itu, menggigit bibirnya kuat-kuat agar tidak ada desahan yang lolos dari bibirnya. Sadar ini adalah kamar rumah sakit yang tidak mungkin ada peredamm suara seperti di kamar hotel dan di kamar utama rumah Darren.     

Kedua tangan Darren mengurung kepala Calista yang berada di bawahnya.     

"Aku ingin memasukimu sekarang. Bisakah?" Baru kali ini Darren bertanya sebelum melakukan sesuatu yang digilainya sepanjang malam.     

"Aku tidak pernah menolakmu. Tapi, ini rumah sakit. Aku takut ada yang masuk." Jawab Calista malu-malu.     

"Jadi aku anggap boleh." Darren duduk seperti berlutut diatas tubuh Calista tanpa mengenai tubuhnya. Daster yang dipakainya memudahkan Darren untuk meloloskan segitiga penutup dibawah sana. Darren melihat tubuh Calista yang bergetar hebat sambil menggigit bibirnya kuat-kuat.     

Darren membuka retsleting celananya. Pria yang memiliki jenggot tipis itu meraba kewanitaan Calista yang sudah siap menerima kejantanan dirinya. Dengan sekali hentakan, kejantanan Darren berhasil masuk sepenuhnya ke dalam kewanitaan Calista.     

Calista tidak menyangka mereka melakukannya di kamr rumah sakit. Matanya tidak lepas melihat pintu dan jendela yang sebenarnya tertutup belokan lorong jadi tempat tidurnya tidak langsung terlihat dari luar.     

Darren menggerakkan maju mundur kejantanannya dengan posisi setengah duduk. Dia meraba perut rata Calista dengan penuh kelembutan. Pria bermata hijau itu menggerakkannya dengan perlahan, tidak seperti sebelum-sebelumnya.     

"Gigit bahuku saja, jangan bibirmu." Darren melumat bibir Calista. Calista mendongakkan kepalanya merasakan ada denyutan yang akan segera memuntahkan lahar ke dalam rahimnya.     

"Darren, kamu … sungguh nekat." Calista menggigit bahu Darren seperti ucapannya sebelumnya.     

"Aku suka yang menantang." Jawab Darren sambil terus mencium seluruh wajah Calista.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.