Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 53: Dave, Pria Flamboyant



BAB 53: Dave, Pria Flamboyant

0"Aku baru selesai mandi. Bagaimana dengan suamimu? Apakah dia memperlakukanmu dengan sangat baik?" Dave menyeringai sinis. Dia tahu suami Britney adalah seorang pengusaha pertambangan terkenal. Terkenal pula perangainya yang kejam dan senang bermain perempuan. Tidak ada yang tidak diketahui Dave, seorang playboy kelas kakap yang juga pelanggan tetap tempat dimana Donni sering keluar malam.     

"Huh, aku rasa kamu hanya basa-basi bertanya. Kamu pasti sudah menyelidiki siapa suamiku bukan?" Britnet berdiri di dekat jendela. Memandang teras di samping rumahnya dari lantai dua kamarnya. Setiap pesann tertulis yang dia kirim dia akan hapus kembali.     

"Apa aku bisa menelponmu sekarang?" Dave menulis pesan yang membuat Britney menghentikan sejenak membalasnya. Dia mengunci pintu dan masuk kedalam kamar mandi sambil membuka kran air mengalir ke dalam bath tubnya.     

"Kamu mau bicara apa?" Sahut Britney menelpon duluan. Dave bisa mendengar suara air dinyalakan mengalir deras. Dia terkekeh mengetahui seberapa besarnya usaha Britney demi agar tidak ketahuan suaminya.     

"Kamu tertawa? Ya sudah aku matikan telponnya sekarang."     

"Tunggu dulu! Maafkan aku. Baiklah baiklah. Ehem, sekarang dengarkan aku. Aku akan ada di apartemenku seharian besok. Suamimu setahuku akan berada di luar pulau selama seminggu lamanya. Jangan tanyakan bagaimana aku mengetahuinya, karena aku adalah Dave!" Jawab Dave sambil membuka handuk yang membelit tubuh atletisnya dan berjalan dengan tubuh polos kea rah lemari baju mencari pakaian yang akan dikenakannya untuk menghabiskan waktu semalaman di diskotek.     

"Besok?" Sepertinya Dave bukan orang sembarangan. Bagaimana kalau dia malah mata-mata Donni?" Pikir Britney.     

"Aku akan cari cara agar bisa keluar rumah besok. Aku justru tidak tahu kalau dia akan tugas dinas besok selama seminggu." Jawab Britney.     

"Apakah aku bilang dia akan tugas dinas? Aku hanya bilang dia akan berada di luar pulau." Jawab Dave. Akhirnya Dave memilih kaos lengan pendek warna navy dengan celana jeans warna senada. Tidak lupa jaket kulit untuk menambah kadar ketampanannya. Dave merupakan pria playboy yang memperhatikan betul penampilannya dari kepala sampai kaki.     

"Maksudmu?"     

"Dia pergi bukan untuk bekerja, babe. Dia akan bersenang-senang dengan perempuan barunya. Hahaha …" Dave tertawa sambil mematut dirinya didepan cermin setinggi tubuhnya yang berdiri sempurna di sebelah lemari baju.     

"Oh, baguslah kalau begitu. Aku bisa bebas untuk sementara waktu." Jawab Britney dengan senyum sinis di bibirnya.     

"Well, jangan lupa besok aku tunggu. Sekarang aku harus pergi dulu. See you, honey." Dave. Pria flamboyant yang senang bermain perempuan, sudah rapih untuk bersiap-siap turun dari unit apartemennya di lantai 20. Apartemen yang hampir setiap malam bergonta ganti teman kencan.     

"Okay, see you." Britney menutup panggilan dan tersenyum senang membayangkan besok sampai 5 hari kedepan adalah masa pembebasannya. Namun hari ini, dia harus menahan diri untuk melihat wajah Donni sampai beberapa jam kedepan.     

-----     

Calista merasakan dadanya sesak, seperti ada batu besar yang menindihnya hingga susah bernapas. Perempuan yang sedang dilanda mabuk berat itu membuka matanya perlahan dan menemukan pergelangan tangan berotot melingkari lehernya dan hembusan napas hangat menyusup ke lehernya.     

Calista menghela napasnya dalam-dalam. Entah apa yang ada dipikiran pria ini, jelas-jelas ada ranjang luas di sebelah ranjangnya yang bisa dipakai untuk beristirahat, tapi dia malah tidur di ranjang yang sama dengan dirinya.     

"Darren, lepaskan tanganmu. Aku tidak bisa bernapas." Calista berkata tanpa bisa memalingkan wajahnya ke samping. Tangan kanannya memukul-mukul otot tangan Darren untuk segera menyingkirkan tangan pria berrambut hitam lebat yang besarnya hampir sama dengan pahanya.     

"Diamlah, aku masih ngantuk." Kalimat yang terucap dari bibir Darren, berhembus bersama udara yang keluar dari mulutnya dan membuat leher Calista merinding.     

"Aku tidak bisa bernapas. Kamu mau membunuhku?" Calista memberi penekanan pada kalimat terakhir. Terdengar desahan tidak suka dari pria yang senang mendominasi tersebut.     

"Huft, kamu mengganggu tidurku." Darren berkata dengan suara malas dan menutup keningnya dengan satu tangan yang tadi digunakan untuk memeluk leher sang istri.     

"Maaf ya tuan, di kamar ini ada dua ranjang. Ranjang sebelah dimaksudkan untuk istirahat penunggu pasien. Apa anda tidak melihat ranjang sebesar itu?" Jawab Calista gemas.     

"Aku lebih suka disini." Jawab Darren singkat.     

"Huft, terserah kamulah." Calista merasa tidak ada gunanya berdebat dengan seorang pengusaha handal. Calista bergerak setengah duduk. Dia ingin menggapai gelas yang ada disebelahnya. Kerongkongannya terasa kering.     

"Kamu mau apa?" Darren melihat Calista yang memiringkan tubuhnya ke arah kiri dan tangannya mencoba menggapai sesuatu.     

"Aku haus." Jawab Calista. Tangannya terus berusaha mencoba menggapai gelas yang sebenarnya dekat namun karena posisi tubuhnya yang belum bisa bergerak bebas, membuat gelas itu serasa jauh sekali.     

"Kalau mau minum, bilang." Darren melewati tubuh Calista dan mengambil gelas tersebut dengan menindih tubuhnya tanpa mengenai badannya.     

Calista terbelalak lebar melihat sikap sembrono Darren. Kenapa dia tidak bangun saja berdiri dan memutari ranjang untuk mengambilkan minuman? Batinnya.     

"Katanya mau minum? Kenapa bengong begitu?" Darren mengernyitkan alisnya melihat Calista diam mematung. Gelas yang ada di genggamannya masih setia dipegangnya.     

"Darren, kamu …" Pria yang saat ini mengenakan kemeja yang dua kancing atasnya terbuka itu dan dikeluarkan dari celana bahannya, membuat Calista menelan saliva kuat-kuat.     

"DARREEEN YA TUHAAAN, APA YANG KAMU LAKUKAN?" Sara yang baru masuk tanpa mengetuk pintu, bersama seorang dokter dan seorang perawat dibelakangnya, terkejut melihat posisi anaknya yang sedang menduduki istrinya yang masih sakit.     

Darren baru sadar kalau posisinya saat ini sangatlah tidak pantas. Namun, karena dia tipe orang yang tidak mau mengakui kesalahan, dia berpura-pura tanpa merasa bersalah.     

"Aku hanya ingin mengambilkannya gelas untuk minum." Jawab Darren sambil mengangkat gelas yang ada ditangannya ke udara. Dokter dan perawat yang dibelakang Sara tersenyum sumringah.     

Darren pun turun dari atas tubuh Calista dan bangun dari kasur menuju kamar mandi.     

"Anak itu benar-benar! Kamu tidak apa-apa sayang?" Sara menghampiri Calista yang sedang menenggak minumannya demi menetralisir deg-degan di dada karena kedapatan berada dalam posisi intim yang dilihat banyak orang.     

"Memangnya aku apain ma? Jangan suka bicara aneh-aneh deh." Darren berteriak dari dalam kamar mandi.     

Sara menggeleng-gelengkan kepalanya.     

"Mami mau kembali ke Jakarta besok. Kamu sama Darren tetap disini sampai pulih benar ya. Jangan memaksakan diri untuk pulang kalau belum fit. Ingat, ada anak didalam rahimmu. Kamu harus menjaganya dengan baik. Juga kesehatanmu harus diutamakan." Mami membantu Calista meletakkan kembali gelas ke atas nakas dan merapihkan posisi bantal agar Calista bisa berbaring lebih nyaman.     

"Iya mami, hati-hati dijalan ya. Maaf ya mam tidak bisa menemani pulang." Calista sungguh bersyukur memiliki ibu mertua yang sangat perhatian dan mencintai dirinya seperti anaknya sendiri. Tidak memandang status dan lainnya.     

"Aku mau mandi tapi tidak ada baju untuk ganti salin." Darren keluar kamar dengan bertelanjang dada. Tampak otot tubuhnya yang kekar dengan dada sedikit berbulu, membuat suster yang sedang mengganti botol infuse Calista terpesona melihatnya, seperti akan mengeluarkan air liur yang sangat deras.     

"Astaga Darren, ini bukan kamar kamu!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.