Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 50: Hamil (1)



BAB 50: Hamil (1)

0Jalanan di kawasan Seminyak padat merayap seperti Jakarta di pagi hari. Lokasi rumah sakit yang dekat harusnya bisa ditempuh dalam waktu 10 menit. Tapi, Sara membutuhkan waktu setengah jam lebih untuk sampai rumah sakit.     

"Mami …" Darren melihat wanita yang melahirkannya datang tergopoh-gopoh.     

"Dimana menantu kesayangan mami?" Sara mencari sekeliling untuk menemukan keberadaan Calista.     

"Cih! Calista ada didalam kamar. Baru diperiksa tadi sama perawat. Sekarang dia sedang tidur." Jawab Darren sambil berdecih sinis karena maminya malah mempertanyakan keberadaan menantunya, dibanding dirinya yang didepan mata. Sejak Darren menikah, terlihat jelas kalau Sara justru sering bertanya kabar Calista, dibanding menanyakan kabar dirinya.     

"Kamu tidak temani dia? Mami mau kedalam boleh?" Tanya Sara bertubi-tubi.     

"Boleh, tapi jangan membangunkan tidurnya. Dia sedang diinfus." Jawab Darren pelan.     

"Ohh, sampai diinfus segala?" Tanya Sara kembali dengan raut wajah cemas.     

"Ya, karena Calista tidak bisa makan apapun. Setiap mencium aroma tajam pun, dia langsung mual." Jawab Darren.     

Antara senang dan sedih, Sara mengatupkan bibirnya dan menghela napas.     

"Keluarga nyonya Calista?" Seorang perempuan berseragam putih-putih dengan tutup kepala khusus, berdiri di depan pintu ruangan dokter memanggil keluarga pasien yang dimaksud.     

"Saya." Darren dan Sara menjawab bersamaan.     

"Silahkan masuk." Perawat itu membuka pintu lebih lebar untuk mempersilahkan ibu dan anak masuk kedalam ruangan.     

"Dengan suami nyonya Calista?" Seorang dokter wanita paruh baya yang memerika Calista tadi, tampak memegang selembar kertas yang diyakini Darren adalah hasil dari tes laboratorium tadi.     

"Selamat ya pak, istri anda sedang hamil 6 minggu." Ujar sang dokter singkat namun reaksi yang diberikan Sara dan Darren luar biasa mengharu biru.     

Sara terpekik gembira dan memeluk anaknya. Sementara Darren, terlihat tersenyum gembira dan hampir menangis mendengar kabar tersebut. Tidak pernah terbayangkan olehnya kalau dia akan menjadi seorang ayah.     

"Tolong dijaga makanan dan hatinya ya. Ibu hamil moodnya biasa turun naik jadi suami dan keluarga harus bisa membantu menjaganya." Dokter wanita itu menulis nama obat berupa vitamin di kertas resep.     

"Terima kasih dok." Jawab Sara.     

"Saya boleh lihat istri saya sekarang?" Darren berdiri ingin segera melihat Calista lebih dulu.     

"Boleh, silahkan. Oya, satu lagi pak. Tolong jangan terlalu sering berhubungan intim. Trimester pertama masih sangat rawan." Dokter itu tersenyum penuh arti ke arah Darren. Sara tersenyum geli melihatnya. Sementara, Darren menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.     

Darren segera menuju ranjang dimana istrinya terbaring.     

"Darren, apa kata dokter? Tadi kenapa aku diambil darahnya?" Calista yang sudah lebih segar wajahnya karena mendapat cairna infus, bertanya pada Darren yang baru tiba.     

"Kamu sakit dan butuh waktu berbulan-bulan untuk sembuh." Darren memasang wajah memelas. Dia ingin sedikit memainkan tipuan untuk istri bodohnya.     

"Sakit? Aku sakit apa? Kenapa lama sekali harus berbulan-bulan?" Calista ingin duduk namun ditahan oleh Darren.     

Darren medekati wajah Calista dan berbisik di telinganya, "Kamu hamil." Calista terperanjat kaget. Kedua bola matanya seolah-olah akan keluar dari sarangnya. Mulutnya menganga tidak percaya.     

"Benarkah? Aku hamil?" Calista meraba perutnya yang masih rata.     

"6 minggu. Aku berhasil membuktikan kalau benih The Anderson adalah yang terbaik." Sorot mata bangga dan angkuh menjadi satu dalam tatapan kemenangan seorang Darren. Calista berdecih melihat sikap angkuh Darren yang tanpa batas.     

"Cih! Aku harap anakku kelak tidak akan se-angkuh ayahnya." Jawab Calista.     

"Anak ku juga, aku yang lebih banyak menanam sahamnya." Jawab Darren tidak mau kalah.     

"Astagaaaa, Darren. Aku tidak tahu harus berkata apa lagi." Calista menutup mata dengan telapak tangannya. Kenapa pria mesum, posesif, dan impulsif ini bisa berpikiran naïf.     

"Tidak usah berpikir apa-apa. Aku yang akan berpikir, bagaimana caranya berhubungan intim dengan istriku tanpa mengngganggu tidur anakku. " Darren memiringkan dagunya, seperti sedang berpikir keras. 4 bulan adalah waktu yang lama. Hasratnya sangat tinggi bila didekat Calista. Bagaimana mungkin bisa dikurangi jatahnya?" Pikirnya.     

"Keluar! Aku bilang keluar! Aku mau istirahat." Tiba-tiba mendadak kepala Calista seperti ditindih bongkahan batu besar. Ucapan Darren sungguh diluar nalar dan tidak mencerminkan sama sekali seorang presdir perusahaan yang masuk dalam 10 besar perusahaan paling kuat se Asia.     

"Aku becanda, hehehe. Tentu saja aku akan membatasi frekuensi hubungan kita, itu jika kamu tidak keberatan. Hmm?" Darren menyeringai jahil.     

"Darren, aku ingin menginap di rumah sakit malam ini. Aku rasa, saran dokter tidak akan kamu dengarkan kalau aku kembali pulang sekarang." Jawab Calista setengah berbisik.     

"Tidak boleh! Kamu harus pulang. Kalaupu menginap disini, itu adalah atas keputusan dokter, bukan dirimu." Jawab Darren tegas.     

"Kamu tunggu disini, mami akan gantian menemani kamu. Cup!" Darren mengecup bibir Calista sebelum perempuan itu sempat berkata, "Mami?"     

"Hai sayang, selamat yaa… Mami senang kamu akan menjadi ibu dari cucu-cucu mami." Sara yang datang langsung memeluk tubuh lemah menantu kesayangannya.     

"Cucu-cucu?" Calista berkata dengan pelan khawatir menyinggung wanita yang sayang menyayanginya itu.     

"Ya, mami berharap kalian akan memiliki banyak anak. Satu anak itu rumah sepi sayang. Papinya Darren anak satu-satunya. Saya anak satu-satunya. Dan, Darren pun tidak punya kakak dan adik. Kami semua ditakdirkan menjadi anak tunggal dari keluarga kami. Tapi tidak dengan kamu dan Darren yang akan memiliki banyak anak. Kamu suka kan anak banyak?" Sara merengut manja melihat Calista yang bengong tidak bisa berkata-kata.     

Ya Tuhan, ibu dan anak sama saja. Mereka orang-orang modern tapi cara berpikirnya masih naïf. Memang ada pepatah banyak anak banyak rezeki. Tapi, ini satu saja belum dilahirkan. Fyuhhh, Calista menghela napas sambil tersenyum lebar ke Sara yang sangat antusias.     

Darren keluar ruangan untuk bertanya pada dokter apakah Calista bisa pulang tanpa harus rawat inap di rumah sakit. Dokter mengatakan kalau tubuh Calista masih sangat lemah. Kemungkinan dia harus dirawat di rumah sakit selama 1-2 hari kedepan sampai kondisinya benar-benar pulih.     

Darren yang ingin membantah, berpikir untuk mengurungkan niatnya. Dia akan menemani Calista di rumah sakit. Ruang rawat inap paling mahal di rumah sakit ini akan menjadi kamar hotel kedua buatnya.     

Prosedur pasien rawat inap pun dilakukan. Calista dipindahkan ke kamar rawat inap VVIP yang didalamnya setara fasilitas hotel bintang lima. Disediakan dua ranjang dalam satu kamar sehingga penunggu pasien bisa ikut beristirahat di ranjang yang berbeda namun masih bisa mengawasi orang sakit.     

"Kenapa kamarnya luas sekali, Darren?" Calista sangat takjub melihat dekorasi interior kamar inap tersebut. Semuanya dirancang seolah-olah pasien yang ada didalamnya akan berasa tinggal di kamar hotel, bukan di kamar rumah sakit. Warna cat dinding biru laut yang teduh dan lukisan di langit-langit seperti awan di malam hari, membuat Calista merasakan kenyamanan berada didalamnya. Sepertinya aku lebih baik berlama-lama menginap disini, hihihi." Calista tersenyum geli sendirian.     

Darren yang melihat Calista tersenyum simpul sendirian, menjadi curiga dan bertanya, "Apa kamu sedang berpikir kalau kamar ini sangat cocok untuk tempat kita bercinta malam ini?" Darren mengedip nakal dengan suara tanpa dikecilkan volumenya sehingga terdengar beberapa petugas medis dan Sara yang masih dalam ruangan.     

"Darreeeeeen …"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.