Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

BAB 49: Apakah Hamil (2) ?



BAB 49: Apakah Hamil (2) ?

0"Sepertinya istri anda mengalami dehidrasi. Untuk lebih tepatnya, harus dibawa ke rumah sakit agar diperiksa lebih lanjut." Jawab dokter itu sambil merapihkan alat-alatnya. Darren yang tidak puas dengan jawaban tersebut, segera menelpon pihak hotel untuk menyediakan supir baginya karena akan membawa sang istri kerumah sakit.     

Mobil yang akan membawa mereka ke rumah sakit telah siap didepan lobi, Darren yang menerima info tersebut segera membawa istrinya untuk turun dengan membopongnya diatas kedua telapak tangannya. Wajah Calista yang pucat karena perutnya kosong setelah dikuras beberapa kali, membuat Darren sangat khawatir. Semua tamu dan karyawan melihat adegan Darren menggendong Calista dengan beraneka pertanyaan di benak mereka masing-masing. Dan, Darren tidak peduli apapun yang dipikirkan semua orang.     

"Itu istrinya tadi muntah-muntah terus di restoran. Sudah dipanggil dokter ke kamarnya tapi sepertinya tidak memuaskan hasilnya. Jadi dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa." Seorang petugas hotel berbisik ke salah satu temannya dan bisikan itu pun menyebar bagaikan virus dengan cepatnya ke semua orang yang hadir menyaksikan momen tersebut disana.     

"Sungguh suami yang romantis. Andaikan suamiku seperti itu. Huft."     

"Wah, pasti istrinya hamil. Mereka tampak seperti pengantin baru. Hebat ya langsung tokcer."     

"Suaminya tampan sekali dan istrinya masih tampak cantik meski meski mukanya pucat. Mereka pasangan serasi."     

"Andaikan anak dan menantuku seperti mereka. Yang ada mereka malah bertengkar terus setiap hari. Huft."     

Beraneka pikiran bertebaran dimana-mana melihat Darren membopong Calista masuk ke mobil. Darren merebahkan Calista di kursi penumpang bagian belakang. Darren masuk dari sisi sebelahnya dibagian kepala Calista berada. Dia menjadikan pahanya sebagai bantalan sang istri yang masih pucat pasi.     

"Cepat ke rumah sakit!" Darren berkata setengah berteriak panik.     

"Baik tuan." Bapak supir itu pun segera memacu mobilnya meninggalkan area hotel bintang lima tersebut. Puluhan pasang mata menyaksikan mobil mereka meninggalkan hotel. Termasuk sepasang mata hitam pekat milik Lewis, yang baru saja kembali dari kafe untuk minum kopi. Lewis mengerutkan alisnya melihat kepanikan diwajah Darren dan Calista yang seperti pingsan tak berdaya.     

"Bertahanlah sayang. Kamu pasti baik-baik saja." Darren mengusap pipi Calista dengan lembut. Calista yang seperti pingsan, tidak menjawab ataupun memberi respon dengan deheman. Darren memeluk tubuh sang istri erat-erat.     

Sesampainya di rumah sakit, Darren meminta pak supir itu untuk keluar mencari tim paramedis agar bisa membawa istrinya masuk kedalam. Tidak berapa lama, 2 orang tim paramedis datang sambil membawa brangkar. Tubuh lemas Calista diangkat perlahan ke atas brangkar dengan diangkat bersama-sama. Seorang dokter pun menyambut kedatangan mereka setelah Calista ditempatkan di atas ranjang ruangan gawat darurat.     

"Kejadiannya bagaimana pak?" Seorang dokter wanita bertanya kepada Darren setelah dia melakukan pemeriksaan.     

"Kami hendak sarapan namun saat sendokan pertama tiba-tiba dia mual dan muntah banyak sekali. Bahkan sampai isi perutnya sudah kosong pun, dia masih mual dan ingin muntah." Jawab Darren dengan cepat.     

Dokter itu mengangguk-angguk pelan. Sepertinya istri anda hamil, batinnya.     

"Baiklah, kami akan melakukan tes dulu ya. Hasilnya akan keluar segera. Anda tunggu saja disini. Perawat kami akan membantu istri anda." Dokter wanita setengah baya itu tersenyum dan meminta Darren untuk tidak panik.     

"Baiklah, tolong periksa istri saya menyeluruh. Jangan sampai terlewat sedikitpun." Darren berkata dan meninggalkan kursi pasien. Dokter itu menyernyitkan alisnya, "Yang dokter dia atau saya? Kok dia yang memberi perintah?" Sahut dokter itu dalam hati sambil menggeleng heran.     

Darren memencet beberapa nomer dan membuat panggilan.     

"Mami, aku dan Calista ada dirumah sakit ****. Mami bisa kesini sekarang?" Ujar Darren setelah terdengar sahutan halo dari ujung telepon.     

"Rumah sakit? Siapa yang sakit?" Jawab mami panik. Mami yang sedang memeriksa laporan keuangan dari laptopnya, segera mematikan laptop, menutupnya, dan merapihkann kembali ke dalam tas.     

"Calista. Dia tadi muntah-muntah saat hendak sarapan. Dokter sedang memeriksanya." Jawab Darren sambil sesekali matanya melihat kea rah istrinya berbaring ditemani seorang suster yang sedang melakukan pemeriksaan.     

"Muntah-muntah?" Mami yang awalnya tertular panik membereskan laptopnya, mendadak tersenyum sumringah dan bergerak lebih lamban.     

"Iya. Apa mami mau kesini?" Tanya Darren lagi.     

"Baiklah sayang, ditunggu ya. Mami siap-siap dulu." Sara tersenyum senang. Dia menggenggam telponnya kuat-kuat sambil setengah melonjak kegirangan.     

"Aku akan jadi nenek. Yeayyy. Terima kasih Tuhan. Tolong kabulkan doaku untuk memberiku banyak cucu, Aamiin." Sara mengusap wajahnya yang gembira lalu bersiap-siap menuju rumah sakit seperti yang disebutkan Darren.     

"Pa, masih dirumah?" Sara menelpon James, suami sekaligus papi Darren.     

"Tentu saja. Tapi, aku akan berangkat sebentar lagi." Jawab James.     

"Kamu sedang sarapan? Jangan lewatkan makan pagimu ya." Sara tersenyum senang saat berbicara dengan suaminya.     

"Aku sedang sarapan sekarang, kamu sudah sarapan? Awas asam lambungmu kalau telat makan. Jangan sampai masuk rumah sakit lagi. Launching produkmu sebentar lagi kan? Jaga kesehatan baik-baik saat jauh dari rumah." James, terkenal sangat protektif terhadap istrinya. Meskipun tampilannya diluar garang dengan rambut hitam pekat terkuncir, namun kalau sedang berdua atau berbicara dengan istrinya selalu penuh kehangatan dan kelembutan.     

"Iya iya papa sayang. Kamu juga yaa …" Sejenak Sara bingung tidak tahu harus berkata apa. Gara-gara suami cerewetnya berbicara panjang lebar, dia lupa apa yang mau dikatakan.     

"Penyakit nge-blank mu muncul lagi. Tadi mau bicara apa?" James yang hapal betul kelemahan istrinya di titik ini, menggeleng-gelengkan kepala.     

"Kamu sih bicara terus. Aku jadi lupa mau bilang apa!" Sara gemas sekali melupakan sesuatu yang ingin dikatakannya. "Sudah, nanti aku telpon lagi!" Sara pun menutup telpon dengan menghela napas kasar. Sang suami tersenyum tipis. Sifat Sara dari dulu tidak berubah, meskipun sudah punya anak dan menantu.     

"Eh pa, aku baru ingat sekarang. Darren sedang membawa Calista ke rumah sakit. Sepertinya, kita akan segera menjadi kakek nenek, hihihi …" Sara segera menelpon kembali James begitu ingat apa yang ingin dikatakan ke suaminya.     

"Benarkah? Wah, hebat sekali Darren. Belum dua bulan menikah sudah berhasil membuat hamil istrinya." James yang sedang bersiap-siap menuju mobil yang sudah menunggunya, menghentikan sejenak langkah kakinya.     

"Tapi itu belum pasti. Mami mau kerumah sakit sekarang untuk menemani Darren. Nanti mami kabari lagi. Hati-hati dijalan ya pa. Mami siap-siap dulu. Oya, jangan lupa laptopnya dibawa!" Jawab Sara mengakhiri pembicaraan jarak jauh via telpon.     

"Sial! Aku selalu lupa satu itu!" James mengeraskan rahang dan merutuki dirinya yang mulai ketularan penyakit sang istri. Dia pun kembali ke ruang baca dan mengambil laptopnya sebelum menuju mobil.     

Jalanan di kawasan Seminyak padat merayap seperti Jakarta di pagi hari. Lokasi rumah sakit yang dekat harusnya bisa ditempuh dalam waktu 10 menit. Tapi, Sara membutuhkan waktu setengah jam lebih untuk sampai rumah sakit.     

"Mami …" Darren melihat wanita yang melahirkannya datang tergopoh-gopoh.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.