Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 156. Jumpsuit Kuning Cerah



II 156. Jumpsuit Kuning Cerah

0Perempuan hamil itu menuju jendela kaca yang besar dan baru tertutup dengan kain tule yang tidak seorangpun dapat melihatnya. Langit Jogja sungguh sangat membuat Calista merasa malam semakin indah.     

Dia mengingat masa-masa indah saat masih kecil dan masa remajanya. Calista mudah bergaul dengan siapapun, baik pria maupun wanita. Karena selain Calista dikaruniai kecerdasan diatas rata-rata, juga dia memiliki wajah cantik dan tubuh langsing. Seperti tidak ada kekurangan dalam dirinya selain sifat mudah welas asih dengan keadaan orang lain, dan itu juga yang menjadi kelebihan lainnya.     

Calista rindu dengan suasana di rumahnya yang penuh dengan kesederhanaan. Bapak yang suka minum kopi hitam di kursi bambu depan rumah bersama ibu yang minum teh manis hangat, ditemani singkong atau ubi rebus yang disajikan dalam keadaan masih ngebul uapnya. Calista sendiri jadi suka ketularan minum kopi hitam dari bapak, sedangkan Anton justru menyukai teh manis hangat mirip seperti ibu.     

Mereka akan mengobrol apa saja lebih dari 1 jam, tidak ada pembantu yang melayani, tidak ada ajudan yang menunggu mereka makan, tidak ada supir yang mengantarkan mereka kesana kemari. Tapi, mereka bahagia.     

Kini, semuanya berubah setelah Calista pindah ke Jakarta untuk kuliah sambil bekerja. Disusul Anton yang ikut mencoba keberuntungan hidup di kota besar. Hingga takdir mempertemukan mereka kembali. Anton menjadi salah satu ajudan ayah kandung Calista, Donni. Kini kedatangan Calista dan Darren ke rumah bapak ibu, untuk mendengarkan kisah seutuhnya tentang jalan hidupnya sejak dari awal.     

-----     

Akhirnya pagi menjelang, Calista sudah tidak sabar ingin segera kerumah bapak dan ibu. Sebelum berangkat, mereka berdua menikmati sarapan di kafe hotel terlebih dahulu. Sekedar mengganjal perut ibu hamil agar tidak kosong dan tidak masuk angin. Darren sangat ketat dalam mengawasi sarapan Calista, makan siang pasti terabaikan, makan malam diawasi lagi.     

Calista memilih roti bakar dan segelas air lemon untuk menyegarkan tubuhnya. Darren memilih roti sandwich lengkap dengan daging sapi asap, sayuran, dan telur. Juga segelas air lemon sama seperti sang istri.     

"Kita berangkat sekarang?" Calista menarik tangan Darren yang masih sibuk dengan ponselnya.     

"Kamu masih ingat jalan pulangnya?" Tanya Darren sambil memasukkan ponsel ke dalam saku celana panjangnya.     

"Pasti dong. Memangnya aku sudah tua?" Jawab Calista sambil bibirnya cemberut meledek Darren yang sengaja usil padanya.     

"Haha … baiklah, ayo." Darren menggandeng tangan Calista. Sang suami memakai topi dan kacamata hitam sebagai pelengkap aksesorisnya. Tidak lupa jam tangan merk Gucci. Sang istri memakai jumpsuit warna kuning cerah dengan dalaman kaos panjang longgar, topi warna hitam, dan sepatu ketsnya.     

Mereka berjalan bergandengan tangan dari kafe hingga kedalam mobil yang akan membawa mereka menuju rumah tempat dimana Calista dibesarkan.     

Sepanjang jalan, wajah perempuan hamil tersenyum cerah. Sesekali, bibirnya mendendangkan lagu yang sedang viral saat ini. Darren senang melihat Calista yang menikmati perjalanan kali ini. Sepertinya aku harus sering-sering mengajaknya jalan-jalan di akhir pekan nanti, pikir Darren.     

Mobil sewaan yang mereka tumpangi memasuki area perkampungan warga yang masih sangat asri dengan penghijauan di sisi kanan kiri. Mata Calista tampak berbinar-binar, membayangkan akan segera bertemu dengan bapak ibu yang sangat dirindukannya.     

Calista meminta sopir untuk mengemudikan mobilnya pelan-pelan karena mereka akan segera sampai di rumah yang dituju. Setelah belokan pertama, akhirnya Calista meminta sopir untuk berhenti didepan sebuah rumah yang tampak minimalis dengan pagar yang terbuat dari bambu. Darren dan Calista keluar dari mobil dan menatap rumah yang ada didepan mata hanya bejarak 5 meter. Sang supir memarkirkan mobilnya di tanah kosong yang ada di sebelah rumah bapak dan ibu Calista.     

"Selamat datang kembali dirumah bapak dan ibu." Darren berbisik di ubun-ubun Calista. Perempuan hamil yang hanya setinggi bahu Darren itu, memudahkan sang suami untuk memeluk dan mengecup kapanpun dia mau.     

Calista tidak bisa berkata apa-apa, hanya kedua tangannya menutup mulut yang hampir menangis.     

"Assalammualaikum," Calista memberi salam terlebih dahulu, sambil mendorong pagar bamboo yang hanya setinggi dada orang dewasa.     

"Waalaikumussalam," Terdengar sahutan lembut seorang wanita dari dalam rumah.     

Calista melangkahkan kakinya lebih banyak dan masuk kedalam teras rumah sederhana tersebut. Suara ibu seolah memanggilnya untuk mendekat lebih cepat dan lebih dekat.     

"Calista …"     

"Ibu …"     

"Pak, bapak, Calista pulang pak. Huhuhu …" Ibu berjalan setengah berlari menghampiri sang anak sulung dan Calista menyambut pelukan sang ibu yang sudah semakin sepuh dikikis usia. Kedua wanita itu pun menangis sesenggukan, menumpahkan perasaan yang pernah hilang satu sama lain.     

"Anakku sayang, kemana saja kamu nak? Tidak pulang sudah beberapa bulan?" Ibu memeluk tubuh anak perempuan kesayangan dan mengusap-ngusap punggungnya. Netra tuanya tiba-tiba menangkap sosok seorang pria tinggi menjulang dengan wajah blasteran, berdiri dengan tangan tertaut dibawah sambil tersenyum tipis.     

"Si-siapa dia nak?" Ibu melepaskan pelukan dan bertanya pada Calista.     

Calista tersenyum dan mendekati Darren lalu menggandeng tangannya untuk mendekati ibunya.     

"Ini … suami aku bu. Namanya Darren." Darren membuka kacamata hitamnya dan tersenyum ke arah ibu mertuanya.     

"Nama saya Darren, bu. " Darren menunjukkan adat ketimuran yang sudah dikenalnya sejak kecil, yaitu mencium punggung tangan orang yang lebih tua ketika bertemu.     

"Oh, suami kamu? Ya ampun, ibu lupa." Kedua matanya melotot dan segera masuk kembali kedalam rumah. Ibu lupa kalau bapak belum bisa berjalan dengan normal kembali setelah kecelakaan, sebuah kruk atau tongkat berjalan selalu ada disisi tempat tidurnya.     

Calista masuk kedalam rumah sambil menggandeng tangan Darren. karena postur tinggi badan Darren yang terlalu tinggi, membuat pria itu menundukkan kepalanya saat akan melewati pintu.     

Dengan langkah tertatih dan dipapah ibu, bapak keluar dari kamar dengan wajah masih agak setengah mengantuk karena bangun tidur.     

"Calista …"     

"Bapak, apa kabar pak?" Calista menghampiri bapak dan membantu ibu memapah bapak untuk duduk di kursi ruang tamu, yang terbuat dari anyaman bambu.     

"Apa kabar pak? Saya Darren, suami Calista." Darren mengulurkan tangannya dan mencium punggung tangan ayah mertuanya itu.     

"Suami. Hehe … anakku menikah tanpa mengundang bapak ibunya. Apakah Calista malu dengan kondisi bapak dan ibu seperti ini sehingga Calista tidak mengundang kami?" Bapak yang bijak dan dari semua kalimat yang diucapkan, keluar dengan hati-hati dan penuh pertimbangan. Sangat terasa kharismanya dan mendominasi seperti halnya pria-pria lain namun dengan konteks pria dari lingkungan biasa-biasa saja.     

"Ceritanya panjang pak bu. Aku …"     

"Apakah kamu yang membayar semua tagihan rumah sakit untuk operasi dan perawatan saya?" Bapak menyela kalimat yang akan diucapkan Calista.     

Untuk sejenak Darren diam sejenak, Calista menatap Darren yang tampak terlihat santai tidak ada beban sama sekali. Calista mengerutkan dahi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.