Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 157. Membalas Sedikit Rasa Bersalah



II 157. Membalas Sedikit Rasa Bersalah

0"Apakah kamu yang membayar semua tagihan rumah sakit untuk operasi dan perawatan saya?" Bapak menyela kalimat yang akan diucapkan Calista.     

Untuk sejenak Darren diam, Calista menatap Darren yang tampak terlihat santai tidak ada beban sama sekali. Calista mengerutkan dahi.     

"Betul pak. Saya senang bisa membantu bapak mertua saya. Karena, hanya itu yang bisa saya lakukan saat itu." Jawab Darren. Calista mengira Darren akan jujur menceritakan semuanya. Tapi ternyata tidak. Namun, Calista bisa bernapas lega.     

"Pernikahan itu bukan main-main seperti pacaran putus sambung. Pernikahan hanya untuk sekali seumur hidup. Bapak ibu doakan selalu kalian langgeng dan bisa mengatasi semua rintangan dan cobaan dalam sebuah pernikahan. Karena menikah itu menyatukan dua kepala yang berbeda karakter, sifat, kebiasaan, dan prinsip." Ibu datang dengan membawa nampan berisi empat gelas teh manis hangat dan singkong goreng.     

"Ayo ngobrolnya sambil disambi makan dan minum. Tidak ada yang mewah, hanya makanan kampung." Jawab ibu dengan suara lemah lembut.     

"Ibu, terima kasih yaa. Dan, maafkan Calista yang mendadak menikah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu." Jawab perempuan hamil itu sambil menundukkan kepalanya.     

"Bapak ibu yakin, kamu punya alasan khusus untuk tidak memberitahu kami. Yang penting, pernikahan kalian bahagia. Benar kan?" Tanya ibu sambil melihat bergantian ke Calista dan Darren.     

Calista melihat wajah Darren sejenak sebelum mengatakan, "Kami bahagia bu. Sangat bahagia. Dan, sebentar lagi kami jadi orangtua." Wajah Calista langsung berbinar. Tangannya mengusap perut yang masih belum terlalu terlihat besar.     

"Ohhh, benarkah? Sudah berapa bulan?" Bapak dan ibu gantian bertanya.     

"Baru 8 minggu bu. Belum terlalu kelihatan." Ujar Calista.     

"Duh, kita akan jadi nenek kakek, pak." Ibu tersenyum senang luar biasa. Wajahnya memancarkan kebahagiaan yang tiada tara. Calista dan Darren menatap kembali dengan wajah gembira. Namun, di lubuk hati Calista, batinnya bergejolak. Kenapa aku bukan anak kandung bapak ibu? Kenapa aku harus jadi anak angkat? Namun, kenapa aku tidak bisa marah dengan keadaan? Ada apa dengan diriku? Kenapa aku mudah memaafkan semua ini? Calista termenung dan tanpa disadarinya, tiga orang yang duduk disekitarnya, menatap dirinya dengan perasaan heran.     

"Kamu kenapa nduk?" Ibu menghampiri Calista dan duduk disebelahnya.     

"Biasa bu, hormon wanita hamil. Calista kadang sedih kadang senang kadang marah kadang gembira berlebihan." Darren menggenggam tangan Calista dan mencium punggung tangannya dengan lembut dihadapan bapak ibu.     

Kedua orangtua itu melebarkan matanya. Belum pernah mereka melihat dengan mata kepala mereka sendiri, seorang suami mencium tangan istrinya. Apakah ini tradisi orang barat? Pikir mereka.     

"Oh iya iya, pasti begitu. Ibu dulu juga saat hamil Anton, uring-uringan ya pak. Hehe …" Ibu berkata.     

"Bagaimana saat hamil aku bu? Apakah aku menyusahkan saat masih dalam kandungan ibu?" Tanya Calista. Yang membuat semua yang ada didalam ruang tamu, terdiam hening tidak ada yang bersuara satupun. Bahkan helaan napas pun akan terdengar sangat jelas.     

"Ibu, aku sudah tahu." Calista menggenggam tangan sang ibu dengan sangat lembut. Kedua tangan Calista melingkari leher sang ibu dan berkata. "Ibu, aku bukan anak ibu dan bapak kan?" Calista menangis terisak-isak mengatakan hal yang sudah ingin diucapkan sejak tadi.     

Bapak menghela napas beratnya. Sedangkan ibu sama seperti Calista menangis tersedu-sedu. Kedua wanita tersebut saling memeluk erat dan menangis menerima kenyataan pahit kalau mereka bukanlah ibu dan anak kandung.     

"Sejak kapan … kamu tahu hal ini … nduk?" Ibu bisa berbicara lagi setelah tangisannya berkurang.     

"Baru kemarin bu. Tapi biar bagaimanapun, bapak ibu tetap bapak ibu Calista, dan itu tidak akan berubah sampai kapanpun. Aku akan tetap menjadi anak bapak ibu yang baik, Anton akan tetap jadi adikku. Kita berempat tetap akan jadi satu keluarga yang tidak bisa dipisahkan sampai kapanpun." Calista berkata dengan tegas dan penuh percaya diri.     

"Iya iya, kamu pun akan tetap menjadi anak kami sampai kapanpun juga. Kalian akan selalu diterima di rumah ini kapanpun kalian mau datang." Ibu mengusap rambut panjang Calista dengan penuh kelembutan seorang ibu.     

"Terima kasih pak bu." Jawab Calista dan Darren bersamaan.     

"Oya, saya sampai lupa." Darren keluar rumah menuju mobil yang terparkir. Calista pun baru ingat sesuatu yang dia dan suaminya lupakan, Dia pun berjalan keluar menyusul Darren.     

"Kalian mau kemana?" Ibu memanggil setengah berteriak. Bapak dan ibu saling bertukar pandang.     

Tidak berapa lama kemudian, Darren datang dengan membawah dus berisi makanan, sembako, alat elektronik, dan lain-lain. Calista ikut membawa yang ukuran kecil karena Darren melarangnya.     

"Apa-apaan ini?" Ibu dan bapak berkata.     

"Calista, apa ini? Kamu ngerampok toko?" Ibu terkejut setengah mati melihat suasana dalam rumahnya mendadak sempit dan penuh sesak.     

Setelah 3 kali mondar-mandir, akhirnya Darren menyudahi acara mengangkut barang dari luar kedalam rumah.     

"Bapak ibu, saya menyesal karena tidak mengundang bapak dan ibu dalam pernikahan kami, yang sebenarnya juga hanya ijab kabul, belum sempat mengadakan pesta. Jadi, saya ingin membalas sedikit saja rasa bersalah saya dengan memberikan apa yang bisa saya berikan." Darren berkata dengan tenang dan penuh hormat.     

Calista tersenyum mendengarnya. Tidak disangka, pria dingin, mesum, posesif, impulsif, dan egois ini bisa juga bersikap sopan pada orangtua.     

"Benar pak bu, sekali lagi kami mohon maaf karena kami telah menjadi anak yang tidak berbakti. Tapi bagaimanapun juga, kami mohon dengan sangat bapak dan ibu untuk mau menerima semua pemberian kami yang tidak seberapa ini yaa." Ujar Calista.     

Bapak dan ibu saling bertukar pandang. Begitu banyak barang yang dibawa Calista dan suaminya. Rumah tidak akan muat. Namun, kalau ditolak, nanti membuat anak dan menantunya jadi kecewa.     

"Nak, kami tidak butuh barang sebanyak ini. Rumah kami kecil, tidak akan bisa menampung begitu banyak barang yang kalian bawa. Lebih baik kalian bawa lagi sebagian. Kami akan mengambil yang biasa kami butuhkan saja." Ucap Bapak.     

"Hmm, baiklah kalau begitu." Jawab Darren.     

"Baik? Apanya yang baik, Darren?" Calista merasa ucapan Darren mengandung arti ambigu.     

"Tidak ada." Darren tersenyum penuh arti. Calista merasa ada hal yang mencurigakan dari senyumannya.     

-----     

"Dian, buka pintunya! Kamu mau berapa lama di dalam kamar mandi?" Dave mengetuk-ngetuk pintu dimana didalamnya terdapat perempuan yang sudah mengunci dirinya lebih dari setengah jam.     

Tidak ada sahutan dari dalam, membuat Dave berpikir yang tidak-tidak.     

"Kamu mau buka pintunya atau aku dobrak!" Dave khawatir terjadi sesuatu didalam sehingga dia memutuskan untuk masuk paksa kedalam kamar mandi kalau Dian tidak keluar.     

"Tunggu, aku akan keluar sekarang." Ucap Dian dari dalam.     

CEKLEK!     

Pintu kamar mandi yang dikunci dari dalam, bergeser membuka dirinya. Perempuan yang memiliki rambut sebahu dengan setelan piyama keluar dari dalam kamar mandi dengan menggengam sesuatu di tangannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.