Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 155. Langit Kota Jogja



II 155. Langit Kota Jogja

0Setelah penerbangan yang memakan waktu lebih dari satu jam ini, akhirnya sepasang suami istri itu sampai di bandara Adisutjipto.     

Bandar Udara yang dulu dinamakan Maguwo, sesuai dengan nama desa tempatnya berada kapanewon Maguwoharjo, kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Pangkalan udara Maguwo dibangun sejak tahun 1940 lalu dipergunakan oleh Militaire Luchtvaart pada tahun 1942.     

Pada tahun 1942 kota Yogyakarta diduduki oleh Tentara Jepang dan pangkalan udara Maguwo di ambil alih Tentara Jepang dari Pemerintah Hindia Belanda. Bulan November 1945 lapangan terbang beserta fasilitasnya dapat di kuasai oleh Badan Keamanan Rakyat (BKR) Jogjakarta Timur yang di pimpin oleh Bapak Umar Slamet. Pada Tahun 1945 Pangkalan Udara Maguwo di ambil alih oleh Pemerintah Republik Indonesia dan dijadikan Pangkalan Angkatan Udara untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. Lapangan terbang ini digunakan untuk operasional pesawat-pesawat AURI, serta untuk latihan terbang bagi Kadet sekolah penerbang di Maguwo yang di pimpin oleh Agustinus Adisutjipto. (Wikipedia)     

Darren yang sudah menyewa sebuah mobil untuk dijadikan transportasi mereka selama di Jogja, plus supir yang mengenal seluk beluk wilayah Jogja, telah menjemput mereka di pintu keluar kedatangan. Calista tampak sangat antusias sekali untuk pulang kampong. Darren tidak pernah melihat wajah cerah dan binar bahagia istrinya selain hari ini.     

"Hmm, udaranya, aku sangat merindukannya." Perempuan hamil yang kali ini mengenakan tunik longgar dan celana jeans khusus ibu hamil juga topi pet yang menutupi kepalanya, tampak terlihat sangat menikmati petualangan kembali ke kampung halamannya.     

"Lebih enak tinggal dimana? Jogja atau Jakarta?" Darren ikut melihat pemandangan dari luar jendela. Baru kali ini dia menginjakkan kaki di tanah kota gudeg.     

"Setiap tempat punya ciri khas masing-masing. Dan, itu tidak bisa dibandingkan. Tapi, kalau boleh jujur, aku lebih suka tinggal di Jogja. Jangan tanya alasannya apa." Jawab Calista sambil menatap manik mata hijau Darren yang seperti mencari jawaban di bola mata hitam milik perempuan hamil.     

"Aku tidak pernah kesini. Jadi, aku menyewa mobil plus supirnya sebagai penunjuk jalan." Jawab Darren lagi.     

Mereka seperti sepasang turis mancanegara yang memiliki wajah berbeda dengan kebanyakan masyarakat pribumi. Bedanya, Calista tidak berpakaian minim karena ada pria yang akan menjadi mesin pemindai dirinya soal berpakaian sebelum keluar dari pintu kamar.     

"Kita mau langsung kerumah bapak ibu atau ke hotel dulu?" Calista melihat ke Darren dengan bola matanya yang berbinar.     

"Ke hotel saja dulu, taruh barang-barang dan mandi sebentar biar segar." Jawab Darren.     

"Siap bos! Hehe …" Jawab Calista dengan senyum gigi kelincinya.     

Darren yang baru menyadari keunikan sang istri, tersenyum senang.     

Mobil mereka pun menuju sebuah hotel bintang lima yang paling dekat dengan bandara. Darren lebih suka menginap di hotel yang tidak jauh dengan bandara karena kalau mengejar pesawat tidak akan beresiko dengan kemacetan jalan raya.     

Hotel yang sangat mewah dan asri dari luar dan interiornya pun sangat menggugah mata untuk mengeksplorasi lebih banyak, adalah tempat menginap sepasang suami istri tersebut selama dua malam. Darren memilih kamar yang paling bagus viewnya dan juga paling mahal. Karena baginya kenyamanan adalah nomer satu.     

"Kamu mandi duluan, aku beresin barang-barang bawaan." Ujar Calista.     

"Okay." Darren menuju kamar mandi terlebih dahulu.     

"Kekuatan uang benar-benar tidak berbohong." Gumam Calista.     

Setelah beberapa menit, Darren sudah keluar dengan pakaian ganti baru yang lebih segar dari semula. Calista pun gantian masuk kamar mandi untuk membersihkan diri.     

Jam sudah menunjukkan pukul 6 sore ketika Calista keluar selesai mandi. Tadi dari rumah mereka berangkat menjelang sore karena Calista tertidur dan Darren tidak tega untuk membangunkannya, sehingga mereka memundurkan jadwal pesawatnya.     

"Tanggung nanti saja jam 7an kita keluar dari kamar." Darren memberi saran dan Calista setuju dengan mengangguk-anggukkan kepalanya.     

"Kemarilah." Darren merentangkan kedua tangannya. Mengharapkan sang istri menyambut dengan pelukan dari sang istri.     

"Kenapa? Kamu sudah tidak betah? Padahal baru datang. Hehe …" Jawab Calista sambil menghampiri sang suami dan memeluk pinggang hangatnya.     

"No, aku hanya ingin memeluk istriku. Ada yang salah?" Jawab Darren sambil mengecup kepala Calista, seperti yang biasa dia lakukan.     

"Malam ini benar tidak apa datang kerumah bapak ibu? Tidak mengganggu tidur malam mereka?" Tanya Darren lagi sambil memeluk Calista.     

"Mau bagaimana lagi? Kita cuma dua malam disini." Jawab Calista sambil mengerutkan bibirnya.     

"Malam ini kita istirahat dulu ya. Besok pagi baru kita keluar menjelajahi Jogja, termasuk kerumah bapak ibu. Kita bisa perpanjang liburan disini kalau kamu belum puas." Darren berharap Calista tidak akan menolak karena langit pun sudah berwarna jingga diluar sana.     

"Benarkah? Baiklah kalau begitu, besok pagi kita baru kerumah bapak ibu. Lagipula tadi kita kesorean berangkatnya dari Jakarta." Jawab Calista sambil menyeringai sinis.     

"Yess," Dalam hati Darren berteriak menjerit penuh kegembiraan.     

"Aku sudah pesan makanan yang diantar ke kamar. Sekitar tiga puluh menit lagi, makanan itu akan datang." Darren mengambil remote tv dan mulai mencari channel pengetahuan didalamnya. Calista termenung melihat yang dilakukan Darren. Namun, perempuan ini memilih untuk belajar tentang cara mengelola sebuah perusahaan.     

Calista memutuskan untuk kembali ke kampus setelah melahirkan. Dia ingin menjadi ibu yang cerdas dan bisa dibanggakan oleh anak-anaknya kelak.     

"Darren, setelah melahirkan, aku ingin menyelesaikan kuliahku yang tinggal skripsi." Ujar Calista perlahan, agar Darren tidak emosi mendengarnya.     

"Hmm …" Jawabnya.     

"Dan, aku ingin setelah melahirkan, aku masih bisa memberinya asi eksklusif pada bayiku." Ujar Calista lagi.     

"Tentu saja itu yang harus kamu lakukan sebagai seorang ibu." Jawab Darren.     

"Ya benar, kamu selalu benar." Jawab Calista lirih.     

"Huh, sudahlah diam saja. Tidak bisakah mulutmu yang manis ini diam minimal 5 menit saja?" Sahut Darren sambil mencubit bibir Calista sehingga tampak manyun.     

"Kalau aku diam itu, kemungkinan cuma dua: aku sakit keras atau aku lagi marah. Kamu sering mendapatiku diam bukan?" Jawab Calista, sambil terus mengoceh.     

"Baiklah kalau begitu, kamu ngobrol saja terus, aku mau tidur. Ngantuk. Hoaaammm …" Darren menutup mulutnya yang telah menguap dan mematikan layar televisi.     

"Kamu mau tidur sekarang?" Tanya Darren.     

"No, kamu tidur duluan saja. Ada banyak yang ingin aku katakan padamu besok." Jawab Calista.     

Darren pun langsung tertidur begitu menyentuh kasur dan bantal super empuk. Calista masih harus mengetik beberapa laporan untuk diserahkan kepada mami mertuanya. Laporan yang dimintai tolong oleh Sara untuk merecap keuntungang diterima seminggu sekali.     

Perempuan hamil itu menuju jendela kaca yang besar dan baru tertutup dengan kain yang tidak seorangpun dapat melihatnya. Langit Jogja sungguh sangat membuat Calista merasa malam semakin indah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.