Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 153. Giliran Berikutnya



II 153. Giliran Berikutnya

0"Jika … tidak mengganggu kalian." Jawab Agnes.     

"Oh sama sekali tidak, mami. Kami senang jika kalian bisa ikut bersama kami. Mereka pasti senang bisa bertemu dengan orangtua sebenarnya diriku." Jawab Calista sambil tersenyum tipis.     

Agnes tersenyum senang mendengarnya.     

"Kami akan pulang terlebih dahulu. Kita bertemu disana saja." Donni merasa kalau anak perempuan mereka saat ini butuh waktu untuk sendiri jadi Donni tidak akan memaksakan untuk ikut bersama. Agnes menyadari kekeliruannya.     

"Oh iya, kami akan pergi ke suatu tempat terlebih dahulu. kita akan bertemu disana. Kalau begitu, kami pulang dulu." Agnes merasa serba salah. Wanita itu ingin memeluk Calista namun tampaknya perempuan hamil itu berdiri kaku tanpa tersenyum atau menampilkan expresi apapun. Dan, Calista menyadarinya.     

Dengan berjalan pelan. Calista mendekati Agnes dan menggenggam tangan ibu kandungnya erat. Calista merasa, apa yang dilakukan maminya kelak akan dia lakukan pada anaknya. Ternyata inilah rasanya kehilangan orang yang dicintai dan bertemu lagi setelah sekian lama.     

"Mami, maafkan aku. Aku masih butuh waktu untuk memahami semuanya. Tapi, yakinlah, aku bukan perempuan yang suka mendendam. Aku senang mami dan papi akhirnya bisa bersatu lagi setelah sekian lama."     

"Anakku, papi senang kamu tumbuh menjadi anak yang tangguh dan memiliki kepribadian yang baik, dan semua itu didapatkan dari mami kamu. Jika ada yang buruk, itu pasti dari aku, papimu. Nikmatilah waktu kalian dengan baik. Kami akan pulang dulu." Donni mendekati Calista dan memeluk putrid kesayanganya yang telah lama hilang.     

Darren hanya bisa melihat kemesraan tiga manusia yang saling berpisah dan akhirnya bertemu kembali setelah lama tidak bersua.     

"Terima kasih atas sambutannya, kami harus segera kembali. Datanglah kerumah kami kapan-kapan. Rumah kami selalu terbuka lebar untuk kamu dan suamimu." Donni dan Agnes berkata saling menimpali.     

"Pasti, aku akan mengajak Calista untuk sering mampir kerumah papi maminya." Darren mendekati Calista dan mendekap lengan sang istri untuk memberinya kekuatan dan ketenangan hati.     

-----     

"Tuan, nona Britney mengamuk di kantor. Dia hampir memecahkan semua barang yang ada diruangan tuan, kalau saja tida dicegah satpam." Salah satu manajer di perusahaan yang dikelola Dave melaporkan keadaan di suasana sabtu yang harusnya tenang dan damai buat semua orang.     

"Apa? Usir perempuan gila itu keluar dari kantor! Mulai saat ini, jangan biarkan dia masuk kedalam wilayah manapun di kantor."     

Dave menutup panggilan telpon dan rahangnya mengeras. Dia pun berdiri dan masuk kedalam rumah.     

"Aku akan ke kantor sekarang. Kamu jangan kemana-mana!" Perempuan yang memiliki rambut sebahu itu sedang asyik menyibukkan diri di dalam dapur dengan membuat kue kesukaanya, ketika Dave masuk tiba-tiba dan berkata yang membuatnya diam mengernyitkan alis.     

Tanpa berkata ya atau tidak, Dian mengikuti langkah Dave keluar, hanya sampai depan pintu.     

"Huh, itu urusannya mau kemana. Baguslah dia tidak dirumah. Aku bisa lebih bebas mau berbuat apa saja." Batin Dian sambil tersenyum senang.     

"Nyonya, ada yang bisa saya bantu?" Feni, pelayan muda yang diam-diam menaruh hasrat kepada Dave, majikannya, sejak dia menginjakkan kakinya dirumah ini, berkata dengan menundukkan wajahnya.     

"Oh, tidak ada. Aku hanya ingin menghabiskan waktu dengan membuat kue. Tidak buru-buru juga. Kamu bisa mengerjakan hal lainnya." Jawab Dian sambil tersenyum.     

"Nyonya baik dan cantik sekali, itu yang membuat perempuan diluar sana tidak suka dengan pernikahan nyonya dan tuan." Jawab Feni polos. Dian yang mendengarnya tersenyum sinis. Sepertinya dia tahu kemana arah pembicaraan anak muda ini.     

"Maksud kamu berbicara itu apa? Kamu termasuk salah satu perempuan disana yang suka pada Dave?" Ujar Dian to the point. Membuat Feni gugup dan memundurkan langkahnya.     

"Bu-bukan begitu nyonya, saya tidak bermaksud begitu. Maafkan ucapan saya! Saya tidak sopan!" Feni tidak menyangka, nyonya majikannya memiliki sifat yang keras dan tidak mudah idpengaruhi. Feni berlutut dibawah kaki Dian dan memohon ampun dengan air mata yang langsung banjir.     

"Huh, andaikan kamu tahu, aku dengan sukarela akan menyerahkan pria iblis itu padamu. Tunggu saja giliranmu, kelak jika pria sialan itu sudah bosan padaku, kamu pasti akan mendapatkan giliran berikutnya, sebagai penghangat ranjangnya." Batin Dian berkata.     

"Sudahlah, kamu pergi saja. Aku tidak apa-apa." Dian berkata sambil terus melanjutkan eksperimennya menggunakan tepung dan oven.     

Feni keluar dari dapur dengan tergesa-gesa hingga hampir menabrak pintu dapur karena air mata yang belum tuntas dihapus.     

"Dave, kelak jika kamu bosan padaku, katakana segera. Aku sudah tidak sabar ingin kembali menjadi burung yang terbang bebas kemanapun aku mau pergi, dengan kemampuan yang aku miliki." Gumam Dian sambil terus mengaduk beberapa bahan menjadi satu.     

-----     

"Dimana dia?" Dave yang baru datang, langsung menghampiri petugas keamanan yang sedang berdiri disana.     

"Nona Britney ada di ruangan kosong sebelah. Dia kami kurung sesuai dengan pesan tertulis dari tuan." Pria berpakaian seragam putih-putih itu memberitahu.     

Dave langsung menuju ruangan yang dimaksudkan.     

"Huh, apakah kamu sudah hilang akal setelah kehilangan suami? Kenapa ruanganku kamu hancurkan? Hmm …" Dave dudu berseberangan dengan Britney duduk. Perempuan mungil itu berdiri dan mendekati Dave sambil memeluk tangannya.     

"Dave, aku merindukan kamu. Jangan tinggalkan aku, okay? Ka-kamu boleh punya istri, aku tidak keberatan. Tapi, luangkan waktumu untuk aku, meskipun hanya beberapa menit setiap hari." Britney yang sangat mendambakan Dave, selepas tidak bisa mendapatkan Darren, memohon sambil memeluk dan mencium wajah Dave.     

Dave memejamkan mata dan mengeraskan rahang.     

"Hubungan diantara kita sudah berakhir. Kamu bebas menentukan hidupmu. Kamu juga bukan perempuan miskin dan cacat. Banyak pria yang mau jadi kekasih kamu." Jawab Dave sambil melepaskan pegangan tangan Britney ke kerah jaketnya.     

"Tidak bisa! Aku hanya ingin dirimu, aku tidak mau pria lain! Please Dave, kembalilah padaku." Lagi-lagi tangan Britney dihempaskan dari tubuhnya.     

"Jangan dekati aku lagi. Aku malas untuk berdebat." Dave ingin pergi meninggalkan Britney seorang diri, namun Britney langsung berlari ke arah pintu dan menguncinya dari dalam.     

"Kamu tidak akan bisa keluar, kalau kamu tidak mengikuti apa yang kuinginkan." Jawab Britney sambil menggenggam kunci ditangannya.     

"Berikan padaku. Aku tidak mau main-main. Kamu pergi dari perusahaan ini dan carilah tempat lain untuk bekerja. Perusahaan ini sudah tidak punya tempat untuk orang sepertimu bekerja." Jawab Dave tegas.     

"Huft, baiklah. Aku akan keluar dari perusahaan ini. Tapi dengan satu syarat." Jawab Britney.     

"Huh, apa itu?" Meskipun malas menanggapi perempuan ini, Dave terpaksa mengikuti kemauan terakhirnya.     

"Antarkan aku mengambil pakaianku di apartemenmu. Sayang sekali jika tidak terpakai disana, padahal merk terkenal semua." Britney mendecih.     

"Huuuff, baiklah. Cepat aku tunggu dibawah sekarang juga." Dave meminta kunci pada Britney dan dia pun keluar ruangan lebih dahulu. sepeninggal Dave, Britney tampak mengetik pesan tertulis kepada seseorang.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.