Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 152. Bertemu Kembali



II 152. Bertemu Kembali

0"Tidak minum susu?" Tanya Darren lagi heran. Karena segelas susu hamil dan segelas jus yang dihidangkan diatas meja sebenarnya adalah untuk Darren dan Calista. Tentu saja susu hamil untuk perempuan hamil.     

"Aku eneg minum susu. Minum jus lebih menyehatkan dan gizinya lebih banyak dibandingkan susu." Jawab Calista lagi.     

"Kamu selalu punya jawaban untuk semua pertanyaan." Darren terus mengunyah roti sandwichnya dan menenggak air putih yang disediakan. Jus yang seharusnya buat dirinya, sudah dihabiskan oleh Calista dengan sekali tenggak.     

"Kapan mereka akan datang?" Tanya Calista sambil mengusap bibirnya dengan serbet bersih yang ada dipangkuannya.     

"Jam sembilan. Masih ada waktu beberapa jam lagi. Aku temani keliling jalan pagi. Dokter bilang jalan pagi bagus untuk ibu hamil." Darren berdiri terlebih dahulu. Pria bermanik mata hijau itu mengulurkan tangan kanannya ke istri yang aura kecantikannya semakin terpancar sejak berbadan dua.     

Calista menyambutnya lagi dan lagi. Setiap uluran tangan yang diberikan Darren dan semua perhatiannya, Calista bertekad akan menikmatinya selama dia bisa. Bahkan kalau memang mereka tidak berjodoh sampai anak mereka dilahirkan kelak, Calista akan mengingat semua kenangan manis ini dan menyimpannya untuk diceritakan kepada anak cucunya kelak.     

"Perutmu mulai tampak buncit." Darren meraba perut Calista dari samping.     

"Hu uh, jadi buncit yaa. Seperti kebanyakan makan. Hehe .." Calista berusaha tersenyum walau sebenarnya hatinya merasa ciut juga dibilang buncit.     

"Jadi lebih seksi." Darren mengatakannya tepat diatas telinga Calista sehingga membuat wajah perempuan hamil ini memerah seperti tomat matang.     

"Calista, apa rencanamu kalau ternyata bapak mertuaku adalah rekan bisnisku yang paling ditakuti seantero pebisnis lain?" Tanya Darren sambil memasukkan kedua tangannya kedalam saku celana.     

"Apa hubungannya denganku? Dia tetaplah seorang pengusaha dan aku, tetaplah seorang istri rekan pengusahannya." Jawab Calista diplomatis.     

"Apakah kamu … akan tinggal bersama mereka?"     

"Pertanyaan konyol. Rumah seorang istri adalah dimana suaminya berada." Jawab Calista sambil melipat kedua tangannya didepan dada.     

"Benar-benar, kamu jangan lupa itu." Jawab Darren dengan senyum lebarnya.     

"Cih! Tergantung …"     

"Tergantung apa?" Tanya Darren lagi.     

"Tergantung sikap kamu padaku." Jawab Calista sambil melirik Darren dari ekor matanya.     

"Hahaha, bisa bisa …" Jawab Darren terbahak-bahak.     

"Maaf tuan dan nyonya, didepan ada tamu yang mencari." Hera datang menghampiri sepasang suami istri yang sedang berdebat pepesan kosong.     

"Waktunya sudah tiba. Ayo!" Darren merangkul kembali pinggang sang istri dan berjalan perlahan menuju ruang tamu dimana sepasang suami istri sudah menanti kedatangan mereka.     

"Tuan Donni, nyonya Agnes …" Darren mengulurkan tangan terlebih dahulu, dan disambut sepasang suami istri dengan senyum cerah merekah.     

Calista menyusul dibelakang Darren menjabat pria dan wanita dihadapannya dengan perasaan gamang.     

"Maaf mengganggu paginya, maksud kedatangan kami kesini adalah … untuk memberitahukan hasil tes DNA kemarin." Donni berkata sambil menautkan sepuluh jarinya menjadi satu kesatuan genggaman yang terlihat jelas kalau pemiliknya tampak resah.     

Darren dan Calista hanya terdiam saling memandang.     

"Ini hasilnya." Donni berdiri dan menyerahkan selembar kertas kepada Darren dan disambut Darren dengan berdiri terlebih dahulu. Sebelum dibuka untuk mengetahui isinya, Darren mendekatkan duduknya ke sang istri.     

Hanya butuh satu detik untuk mengubah segalanya. Calista tidak bisa berkata apa-apa. Namun bibirnya tampak bergetar dan air mata menggenang di kelopak matanya.     

Naluri keibuan seorang Agnes mulai teruji. Wanita itu berdiri dan berjalan mendekat ke arah anak semata wayangnya,"Calista sayang, kalau kamu … tidak ingin menganggap kami, tidak ingin mengakui kami, kami mengerti itu. Aku bukanlah ibu yang baik, akulah yang membuatmu tidak memiliki keluarga yang utuh …"     

"Agnes …" Donni menyela.     

"Anakku sayang, maafkan aku yang tidak bisa jadi ibu yang baik untuk kamu. Aku …"     

"Mami …" Calista menghampiri Agnes dan memeluknya erat. Tangisan keduanya pecah menggema ke seluruh ruangan. Lelaki dibelakang mereka masing –masing ikut memerah matanya. Semua pelayan yang berada didalam ruangan yang sama, tidak kuasa untuk tidak ikut menangis. Banyak yang menitikkan mata melihat keajaiban yang terjadi.     

"Mami, aku juga akan menjadi seorang ibu. Aku sudah bisa merasakan apa yang mami rasakan dulu. Jadi, aku tidak bisa marah atau kecewa pada mami." Calista berkata dengan suara pelan diseal-seal tangisannya.     

Darren bangkit berdiri dan mendekati pria rekan bisnisnya yang sekarang telah sah menjadi bapak mertuanya.     

"Ayah mertua …" Darren menyalami Donni dengan senyum tulus di wajahnya.     

"Darren, anak menantu." Jawab Donni kembali, dengan kepalan erat layaknya dua orang pria yang telah menyepakati sebuah kontrak bisnis sangat penting.     

Selepas puas berpelukan dan bertangis-tangisan dengan mami yang baru ditemuinya setelah sekian lama, Calista menatap sosok papi yang ada di Donni. Sangat berbeda jauh dengan bapak yang ada di Jogja. Usia mereka mungkin sama, namun Donni dimatanya masih teramat muda untuk disebut sebagai seorang papi.     

"Calista …"     

"Pa … papi …" Jawab Calista terbata-bata.     

"Anakku …" Donni mendekati sang anak perempuan yang telah lama hilang dan mendekapnya erat. Tidak ada rasa yang dapat melukiskan perasaan mereka masing-masing satu sama lain.     

"Aku yang mengadzani kamu saat baru dilahirkan oleh mamimu. Kini, anak itu akan mempunyai anak. Haha …" Suara Donni yang berat, berhembus di telinga Calista dengan disambut oleh kekehan semua orang yang hadir dan mendengarkan.     

Darren tidak menyangka, istri yang dicarinya dari ajang pemilihan istri, istri yang dulu berprofesi sebagai seorang office girl, ternyata adalah anak dari seorang pebisnis kelas kakap yang sangat disegani semua orang.     

"Apakah kamu … marah pada papi?" Donni berkata, sambil menyibak helaian rambut yang jatuh dipipi sang anak, ditarik kebelakang telinganya.     

"Harusnya. Tapi, aku berpikir lagi, semua kejadian pasti ada hikmahnya. Selalu ada alasan dibelakangnya. Aku tidak berhak menghakimi kehidupan seseorang di masa lalu. Karena semua orang punya masa lalu masing-masing." Calista tersenyum ramah.     

"Kamu memang anak yang sangat berbakti. Mereka berhasil mendidikmu menjadi seperti ini." Agnes dan Donni saling merangkul bahu, dan kini mereka mengajak anak perempuan mereka untuk bersama-sama saling merangkul.     

"Dua wanita paling berharga dalam hidupku sudah berkumpul di kehidupanku. Aku merasa kehidupanku lengkap sudah." Jawab Donni sambil menahan tangisan.     

"Oya, jam berapa kalian akan ke Jogja? Kalau boleh, aku juga ingin mengunjungi mereka, orangtua yang sudah sangat berjasa dalam membesarkanmu." Jawab Agnes dan Donni.     

"Jam 1 siang kami berangkat. Apa kalian ingin ikut bersama?" Darren menawarkan untuk pergi bersama.     

"Jika … tidak mengganggu kalian." Jawab Agnes.     

"Oh sama sekali tidak, mami. Kami senang jika kalian bisa ikut bersama kami. Mereka pasti senang bisa bertemu dengan orangtua sebenarnya diriku." Jawab Calista sambil tersenyum tipis.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.