Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 151. Sama-sama Karbohidrat



II 151. Sama-sama Karbohidrat

0Calista menelan saliva susah payah dan menatap lirih mata hijau Darren.     

"Ya … halo …" Darren menjawab telpon dengan intonasi pelan.     

"Kami ingin kerumah kalian besok pagi. Kalian belum berangkat ke Jogja kan?" Suara Donni yang berat, tidak jauh berbeda dengan Darren, tampak sedang memendam sesuatu.     

"Bisa diatur. Kalian mau datang jam berapa?"     

"Sekitar jam 9. Tidak kepagian kan?"     

"Tidak sama sekali, kami akan menunggu kalian datang."     

"Okay, terima kasih." Donni menutup panggilan telpon setelah Darren mengucapkan salam kembali.     

"Ada apa?" Calista yang sejak tadi penasaran, hanya bisa menyimak apa yang Darren dan seseorang bernama Donni bicarakan.     

"Mereka mau datang besok pagi, sebelum kita berangkat ke Jogja. Aku beritahukan dulu pengunduran keberangkatan besok." Darren langsung melakukan panggilan ke seseorang yang diyakini ada hubungannya dengan keberangkatan mereka menggunakan pesawat besok.     

Calista merenung memikirkan kemungkinan apa yang akan mereka bicarakan besok. Mungkinkah soal hasil tes DNA? Pikirnya.     

"Besok kita ke Jogja penerbangan siang. Baiklah, hari sudah malam. Kita istirahat tidur sekarang." Darren langsung masuk ke dalam selimut dan mematikan lampu tidur yang ada di sampingnya. Calista yang masih memikirkan apa yang akan dikatakan sepasang suami istri yang baru dikenalnya itu, sempat gelagapan mengetahui kamar sudah gelap.     

Calista merebahkan tubuhnya dan menyelimuti dirinya sampai sebatas leher. Darren mengulurkan tangan kirinya yang panjang ke bawah leher Calista.     

"Tidurlah, jangan berpikir macam-macam. Baby juga pasti sudah lelah." Darren memeluk tubuh Calista dan menepuk pelan punggung perempuan hamil seperti sedang menidurkan anak bayi.     

Detak jantung Darren yang teratur dan hembusan napasnya, membuat perasaan Calista lebih tenang dan melepaskan semua rasa penasaran yang hinggap di dada.     

-----     

Sementara itu ditempat lain, seorang wanita paruh baya menangis sesenggukan didada seorang pria yang sudah berusia matang dengan penghasilan yang sangat mapan. Sudah lebih dari setengah jam Agnes menangis terisak-isak, kala membaca hasil tes DNA yang dibawa Jay, ajudan Donni baru saja. Hasil yang membuktikan 99.99% cocok itu membuat Donni dan Agnes tidak tahu harus berbuat apa untuk sesaat.     

Akhirnya, mereka menemukan anak perempuan mereka yang hilang. Dulu, Agnes menitipkan pada satu keluarga yang sudah dia ketahui pekerjaan calon orangtua angkat untuk anaknya. Namun, keduanya pindah rumah karena rumah sebelumnya ternyata adalah kontrakan yang habis masa sewanya.     

Sejak Calista usia lima tahun, Agnes kehilangan jejak anaknya. Tidak ada tetangga yang tahu dimana keberadaan pak Teguh dan ibu Dini pergi. Kini, anak gadis mereka ada di depan mata dan sudah menikah dengan seseorang yang sangat berpengaruh dalam dunia bisnis.     

"Donni, katakan sesuatu. Apakah kamu jadi kehilangan suaramu setelah melihat isi kertas itu?" Agnes mulai berhenti menangis dan mengatur kembali napasnya yang dari tadi tidak beraturan.     

"Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku … huh … sekarang memiliki keluarga yang utuh. Seorang istri dan seorang anak. Aku pikir … hidupku akan berakhir mengenaskan seorang diri tanpa … keluarga disekitarku." Donni berkata dengan terbata-bata.     

"Semua karena kesalahpahaman dan kebodohanku yang terlalu percaya apa kata orang. Aku dulu masih labil, emosiku mudah keluar tanpa berpikir terlebih dahulu." Wanita itu menundukkan wajahnya. Air mata kembali turun dari bola mata hitamnya yang bening.     

Donni mendekati Agnes dan duduk berlutut dihadapan istrinya yang sedang duduk di tepi ranjang.     

"Kamu lupa ya, siapa pria yang kamu nikahi? Pria yang usianya tujuh tahun diatasmu, seorang pria dingin yang belum pernah mengenal cinta, dan tidak tahu caranya memperlakukan wanita dengan baik karena tidak ada figure yang bisa dijadikan contoh. Jadi, wajar saja bila istrinya melarikan diri, hehe …" Genggaman tangan Donni membuat Agnes merasa nyaman dan tenang. Donni yang sekarang sudah lebih dewasa dan tidak mendahulukan emosi lagi.     

"Besok adalah pertemuan kita secara resmi dengan anak kita. Sekarang kita tidur yang nyenyak dan damai. Karena besok kita harus berangkat pagi-pagi." Jawab Donni. Tangannya menarik tangan sang istri untuk segera masuk kedalam selimut. Donni dan Agnes tidur dengan saling berpelukan dan selimut menjadi pelengkap kehangatan mereka.     

-----     

Setiap pagi, manusia membuka dua hadiah terbaiknya, yaitu kedua matanya. Mata yang bisa melihat dari segaal sudut dan perspektif, mata yang bisa membuat hati menjadi ceria atau sebaliknya, mata yang bisa membuat semua orang menjadi lebih bersemangat atau sebaliknya.     

Seperti halnya, suasana di sebuah mansion seorang pengusaha muda, yang dalam beberapa bulan lagi akan menjadi seorang ayah. Beberapa pelayan sedang sibuk mempersiapkan sarapan sejak subuh tiba untuk kedua majikannya. Setelah menu sarapan selesai, mereka juga mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa kerumah bapak dan ibu mertua tuan majikan mereka. Darren mempersiapkan satu mobil penuh barang berupa kebutuhan sehari-hari untu bapak dan ibu Calista di Jogja.     

"Kamu kenapa?" Darren menganga melihat Calista menuruni anak tangga, menggunakan masker penutup mulut dan hidung.     

"Kamu sedang pilek?" Tanya Darren lagi.     

"No, aku tidak mau mencium bau masakan aneh. Tapi, aku juga bosan didalam kamar terus." Jawab Calista. Jumpsuit bahann jeans warna biru dan kaos oblong lengan pendek yang dikenakannya membuatnya selalu cantik. Pakaian manapun tidak ada yang gagal bila dipakai olehnya, meski daster sekalipun.     

"Kalau begitu kita sarapan di teras saja, okay?" Darren memanggil seorang pelayan untuk membawa sarapan mereka ke teras samping yang dikelilingi bunga-bunga nan cantik hasil kerajinan tangan Calista sebelumnya.     

Calista mengangguk setuju. Darren merangkul pinggang wanita hamil tersebut dan berjalan berangkulan menuju teras.     

"Hmmm, udaranya sangat segar diluar." Calista membuka masker dan merentangkan kedua tangannya lebar-lebar. Matanya terpejam menikmati kesegaran udara di pagi hari yang dipenuhi tumbuhan menghijau dan aneka bunga warna-warni.     

Darren tersenyum senang melihat Calista.     

"Kita sarapan dulu, nanti kita jalan-jalan pagi setelah makan." Semua makanan yang semula ada di meja ruang makan, kini sudah berpindah ke atas meja persegi panjang yang ada di teras. Darren membuat teras samping menjadi sangat nyaman untuk sang istri berlatih yoga dan menikmati teh pagi dan sorenya.     

"Okay." Calista segera duduk dan menikmati roti sandwich dengan irisan tomat dan selembar keju.     

"Kamu tidak makan nasi?" Darren heran, beberapa hari ini Calista dilihatnya tidak pernah makan nasi.     

"Nasi dan roti sama-sama karbohidrat. Yang penting asupan giziku seimbang." Ujar Calista sambil menenggak jus mangga yang menyegarkan.     

"Tidak minum susu?" Tanya Darren lagi heran. Karena segelas susu hamil dan segelas jus yang dihidangkan diatas meja sebenarnya adalah untuk Darren dan Calista. Tentu saja susu hamil untuk perempuan hamil.     

"Aku eneg minum susu. Minum jus lebih menyehatkan dan gizinya lebih banyak dibandingkan susu." Jawab Calista lagi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.