Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 133. Pertemuan Ibu dan Anak (4)



II 133. Pertemuan Ibu dan Anak (4)

0Calista ingin menangis rasanya melihat adik semata wayang ada dihadapannya. Perempuan hamil itu buru-buru berjalan cepat ingin memeluk Anton yang sudah lama tidak dilihatnya, dan Anton pun menghampiri Calista dengan berjalan cepat. Namun, tubuh Darren berdiri dengan aura menakutkan ada ditengah-tengah mereka.     

"Kamu pikir kamu siapa mau memeluk istri orang sembarangan?" Mata hijau Darren seolah bisa menembus jantung Anton dan mencabiknya hingga menjadi pecahan.     

"Istri? Mba, kamu sudah menikah?" Anton, yang ternyata adik Calista, merantau ke Jakarta dan bertemu Donni secara tidak sengaja dan direkrutnya menjadi anak buahnya. Anton yang membutuhkan pekerjaan apa saja, demi membiayai kehidupannya sebagai anak rantauan. Menjadi asisten Donni bagian lapangan.     

"Darren, ini adikku satu-satunya. Tidak apa!" Calista menyingkirkan tubuh Darren dan memeluk Anton yang masih bingung mencerna kalimat terakhir yang diucapkan pria bermata hijau didepannya.     

"Kenapa kamu tidak memberitahu mba kalau kamu ke Jakarta? Mba bisa mengupayakan tempat tinggal dan pekerjaan kamu." Jawab Calista sambil mengusap-usap punggung pria yang jarak usia dengannya hanya dua tahun itu.     

Darren yang tidak menyukai pemandangan itu, menarik lengan Calista untuk melepaskan pelukannya ke pria lain, meski itu saudaranya.     

"Jadi kamu adiknya, yang tinggal di Jogja itu?" Ujar Darren sambil memeluk bahu istrinya. Calista merasa kalau Darren sedikit berlebihan. Bahkan dengan adik kandung istrinya pun, tidak mau kalah dan terjalin interaksi lebih romantis dibandingkan dengan dirinya.     

"I-iya, kamu suami kakak aku?" Tanya Anton lagi.     

"Uh um." Jawab Darren tanpa mengedipkan matanya. Calista mencoba melepaskan tangan Darren yang ada di bahunya namun Darren justru semakin mengeratkannya. Calista menatap Darren dengan pandangan mengintimidasi minta dilepaskan, tapi Darren justru tersenyum tipis. Calista mengaku kalah.     

"Anton, kamu sejak kapan datang ke Jakarta?" Akhirnya kedua kakak beradik itu pun saling berbicara dengan posisi berdiri yang tidak membuat nyaman Calista sama sekali.     

"Hampir satu bulan mba. Aku tidak bisa menghubungimu karena nomer hpmu sepertinya berubah." Jawab Anton, alisnya mengkerut menatap Darren yang mendekap erat kakaknya. Namun Darren justru membalasnya dengan tatapan maut seperti ingin menyayat-nyayat tubuh kurus Anton. Tenggorokan Anton bergerak menelan saliva.     

"Oh iya, nomer ku yang lama sudah hangus masa aktifnya. Mana hp mu? Aku berikan nomer hp ku yang baru sekarang." Perempuan itu melangkah maju ingin mendekati adiknya namun Darren seolah-olah tembok besi yang susah untuk diterobos.     

"Darren, please?" Dengan senyuman memelas, perempuan itu memohon sekedar ingin mendekati adiknya saja yang jelas-jelas di depan matanya.     

"Huft! Baiklah." Akhirnya tangan kanan besi itu pun terlepas dan Calista bisa maju mendekati Anton. Anton memberikan ponselnya dan Calista tampak sibuk mengetik beberapa angka di ponsel adiknya.     

"Jangan sungkan hubungi aku kalau kamu butuh sesuatu." Calista memberikan ponsel itu kembali ke pemiliknya.     

"Dan, sebaiknya tidak perlu sering-sering menelpon." Sela Darren mendengar ucapan Calista kepada adiknya.     

Calista tersenyum tipis dan melebarkan matanya ke arah pria yang kadang hangat tapi lebih sering dingin menggigit. Pria yang ditatap malah menyipitkan matanya seolah berkata, "Awas saja kalau kalian sering berhubungan!"     

Sejak pertama melihat Anton, Darren merasa kalau Calista dan dirinya sangat berbeda jauh dari segi fisik. Anton lebih tampak terlihat Jawanya. Sedangkan Calista, dari kontur wajah dan warna kulitnya, ada unsur Eropa didalamnya. Darren merasa harus menyelidiki lebih jauh tentang seluk beluk keluarga Calista, saat dia ke Jogja akhir pekan ini.     

Sudah 2 jam mereka menunggu di rumah sakit. Anton berkata kalau tuannya sebentar lagi akan sampai di rumah sakit. Darren menahan keingintahuan siapa tuan yang dimaksud. Kalau dari suara ditelpon, dia menduga kalau itu adalah Donni Rickman, rekan bisnisnya yang baru. Namun, ketika dia bilang, 'istriku', Darren menduga kalau perceraian Donni dengan Britney karena adanya perempuan lain yang hadir dalam kehidupan Donni.     

Pria yang baru datang membuka pintu ruangan gawat darurat, seketika menebar aura dominan. Semua orang yang melihat pria yang baru datang itu, tidak bisa mengedipkan matanya. Postur tinggi besar dengan bulu-bulu yang tumbuh lumayan lebat di sekitar rahang dan rambut hitam tebalnya, serta mengenakan setelan jas hitam yang semakin menambah kesan angker bagi siapa pun yang melihatnya.     

"Tuan Donni."     

"Darren?" Donni heran apa yang dilakukan Darren disini. Tapi itu hanya berlangsung sepersekian detik, fokusnya langsung beralih ke sang istri,     

"Dimana Agnes?" Anton menyambut tuan majikannya dan menuntun arah ke sebuah kamar dimana Agens terbaring lemah sendirian dengan jarum infus di tangan kanannya.     

"Sayang, kamu kenapa?" Donni menatap nanar wajah pucat sang istri dan jarum yang menusuk kulit putih mulusnya.     

"Apa kata dokter?" Donni bertanya ke siapa saja yang bisa memberikannya jawaban memuaskan.     

"Nyonya Agnes terkena serangan jantung mendadak. Untung segera dibawa ke rumah sakit." Calista maju mendekati kasur Agnes dan memberikan jawaban yang dia dapatkan dari dokter beberapa jam sebelumnya. Donni tidak mau melepaskan tatapannya dari mengamati tubuh lemah sang istri sehingga dia tidak melihat wajah Calista yang sedang berbicara, dia hanya berkata "Oh".     

"Cih!, setidaknya istrimu berhasil diselamatkan, tuan Donni." Jawab Darren yang tidak suka istrinya diabaikan.     

"Terima kasih. Dia memang punya riwayat jantung dulu. Tapi, aku heran kenapa sekarang bisa kambuh lagi." Donni mengusap punggung tangan mulus sang istri dengan lembut. Tanpa malu dan ragu, Donni memperlihatkan kasih sayangnya kepada Agnes didepan orang banyak.     

"Sayang, aku datang. Maafkan aku yang pergi terlalu lama sehingga tidak bisa ada disisimu saat kamu membutuhkan aku." Donni mengusap pipi mulus Agnes. Darren menarik tangan Calista untuk keluar kamar, agar bisa memberikan waktu privasi untuk Donni dan istrinya. Anton pun melipir pergi keluar. Kini hanya tinggal Donni dan Agnes didalam kamar.     

"Uhh …" Donni merasakan jari jemari Agnes bergerak sedikit demi sedikit dan suaranya pun terdengar lirih di telinga.     

"Anton, panggil dokter kemari!" Suara Donni yang menggelegar, membuat Anton terperanjat dan segera pergi mencari dokter.     

"Apa yang kamu rasakan sayang? Kamu pasti merasa menderita!" Donni berbisik di telinga Agnes. Wanita yang sangat dicintainya itu kini sedang terbaring lemah tidak berdaya.     

"Aku … tidak … apa-apa." Lemah dan terbata-bata, hanya itu yang bisa dikatakan Agnes. Matanya masih belum terbuka sempurna.     

"Donni … anak kita …" Agnes terengah-engah ingin berkata.     

"Sssst, jangan bicara dulu. Kamu butuh banyak istirahat." Jawab Donni.     

"Anak kita …"     

Bertepatan dengan seorang dokter dan perawat masuk untuk memeriksa kondisi tubuh Agnes yang telah pingsan hampir tiga jam lamanya.     

"Bagaimana bu, apa yang dirasa?" Dokter itu membaa stetoskop dan memeriksa pernapasan sang pasien.     

"Aku … baik-baik … saja dok." Agnes mencoba tersenyum meskipun tubuhnya masih belum pulih seutuhnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.