Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 122. Kamu Yang Masak



II 122. Kamu Yang Masak

0"ini hukuman karena telah bermain api di belakangku."     

"Aahhhh …." Calista mengerang menahan teriakan karena kejantanan Darren langsung menghujam kewanitaannya dengan sekali hentakan.     

Sementara itu diluar, Hera dan Andrew berjaga di depan pintu masuk ruangan Darren sambil memakai headset di telinga masing-masing.     

Kedua mata Calista terbuka perlahan. Sejenak dia tidak tahu berada dimana. Ketika merasakan tubuhnya sudah tidak memakai baju sama sekali, hanya ditutup selimut tebal, Calista baru menyadari kalau beberapa saat yang lalu Darren telah menghukumnya, bahkan sampai meminta dua kali.     

Dengan susah payah Calista mencoba duduk. Rambutnya yang panjang menjadi acak-acakan. Dilihatnya sudah tidak ada sosok pria didalam ruangan ini yang membuatnya tidur pulas. Calista teringat dengan janji makan siangnya. Buru-buru perempuan ini mencari ponselnya. Ponselnya ada didalam tasnya. Namun dia tidak melihat tasnya dimana-mana.     

Tidak ada jam dinding didalam kamar ini. Untuk sesaat, Calista merasa seperti hidup di alam yang berbeda dengan manusia, tanpa adanya waktu. Calista segera mengambil pakaiannya yang diletakkan Darren di ujung kasur. Sebelum memakai pakaiannya, Calista membersihkan kewanitaannya terlebih dahulu dan juga menyiram wajahnya untuk membuat tampak segar, tidak seperti orang bangun tidur.     

Setelah semuanya dirasa lengkap ditubuhnya, Calista membuka pintu perlahan, khawatir ada orang selain Darren disana. Dia mengeluarkan sebagian kepalanya dan celingak celinguk.     

"Nyonya." Hera tiba-tiba mengagetkan Calista yang sedang bermain petak umpet.     

"Bu Hera? Dimana Darren?" Calista keluar dari kamar seutuhnya dan menutup kembali pintu kamar khusus itu. Dipastikan tidak ada Darren di dalam ruangan.     

"Tuan menitipkan nyonya pada saya. Beliau sedang ada rapat dengan rekan bisnis di luar." Jawab Hera yang langsung berdiri ketika melihat Calista muncul.     

"Cih! Sudah tahu sibuk, masih saja meminta jatah pagi-pagi." Gumam Calista dalam hati.     

"Oya, jam berapa sekarang bu?" Calista lupa tujuan awalnya keluar dari kamar.     

"Jam 11 siang, nyonya. Ada apa gerangan?" Hera terheran melihat Calista yang mencari tasnya dimana-mana. Dia baru ingat kalau tas nyonya majikannya ditaruh tuannya di dalam rak buku.     

"Dimana tasku? Aku sudah ada janji dengan Dian, temanku di butik. Aku harus segera berangkat sekarang." Calista bertolak pinggang, mengumpulkan memori mengingat terakhir kali menaruh tasnya dimana.     

"Ini nyonya." Hera mengambil tas yang ada di rak buku dan menyerahkannya pada Calista.     

"Ish kok ada disini sih? Ah sudahlah, ayo kita pergi. Masih ada waktu satu jam perjalanan." Calista bergegas ingin keluar dari ruangan suami yang telah memberinya olah raga pagi hari.     

"Tapi nyonya, tuan bilang untuk menunggu tuan disini. Kita tidak boleh kemana-mana." Jawab Hera.     

"APA?"     

-----     

"Kamu sedang apa?" Dian harus membiasakan diri menerima panggilan dari pria yang kini berstatus sebagai suaminya.     

"Masih jam kerja. Ada apa?" Jawab Dian singkat. Ingin rasanya dia tidak menjawab panggilan ini tapi Dave mengancam akan mengurungnya didalam rumah kalau dia tidak patuh dan tidak mau menerima telpon darinya.     

"Tidak apa-apa. Pulang jam berapa?" Dave yang sedang disibukkan dengan proyek didepan mata, masih menyempatkan diri menelpon Dian yang terdengar jelas acuh tak acuh menjawab telpon.     

"Jam kerja sampai jam 5 sore. Tapi bisa juga lembur." Jawab Dian.     

"Jam 5 segera pulang. Aku ingin makan malam hari ini kamu yang masak. Aku sampai rumah jam 8an. Saat aku pulang, aku mau makanan sudah siap." Dave memutuskan panggilan sepihak tanpa menunggu jawaban dari perempuan diujung telpon.     

"Sial! Huft, sabar Dian. Ambil positifnya saja kamu masih diperbolehkan untuk bekerja. Sebentar lagi jam makan siang. Aku harus menyelesaikan pekerjaan ini sekarang." Dian memilih untuk melupakan Dave dan melanjutkan pekerjaanya. Janji dengan Calista lebih utama dibandingkan memikirkan kelakuan Dave.     

Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Yang ditunggu belum datang juga. Dian sudah bersiap-siap duduk di teras samping, tempat beberapa karyawan menikmati makan siang mereka.     

"Dian, maaf siang ini aku tidak bisa datang. Besok ya …" Emot dua tangan disatukan terkirim bersamaan dengan kalimat permintaan maaf dari Calista.     

"Oh, iya tidak apa. Aku bisa makan beli diluar. Sampai jumpa besok yaa …" Dian beranjak berdiri menuju restoran yang ada didekat butik.     

"Huft, aku lapar." Sahut Calista.     

"Sebentar lagi makan siang nyonya akan segera datang. Tuan sudah menyiapkannya." Hera berkata.     

"Oya? Apa dia juga akan kembali untuk makan siang?" Tanya Calista lagi.     

"Tuan bilang diusahakan." Jawab Hera singkat.     

Toktoktok …     

"Masuk." Calista menyahut dari dalam.     

"Permisi, kami mengantarkan makanan untuk nyonya Calista." Seorang kurir pengantar makanan datang dengan membawa tiga dus makanan dan tiga jenis minuman.     

"Ada tiga porsi. Satu porsi untuk siapa?" Tanya Calista keheranan.     

"Tentu saja untukku." Tiba-tiba Darren muncul dibalik pintu masuk. Hera yang melihat majikannya datang, langsung mengundurkan diri.     

"Bawa satu porsi untukmu." Kata Darren lagi kepada Hera.     

"Baik, terima kasih tuan." Jawab Hera sambil membungkukkan diri.     

"Sudah bangun dari tadi?" Pria yang baru datang itu melepas jasnya dan meletakkanna di hanger jas yang ada didalam ruangan.     

"Ya. Kenapa aku tidak boleh menemui temanku?" Calista penasaran dengan jawaban yang akan diberikan Darren.     

"Karena aku ingin ditemani makan siang oleh istriku." Jawab Darren tanpa basa-basi. Calista terbengong mendengarnya.     

"Kenapa… kamu jadi romantic begini? Apa karena bawaan aku hamil?" Calista masih menyandarkan tubuhnya si punggung sofa. Harum aroma makanan sempat membuat perutnya bergejolak.     

"Kamu masih mual-mual?" Tanya Darren yang langsung duduk di sebelah Calista.     

"Terkadang kalau mencium yang tajam, aku ikut merasa mual." Jawabnya.     

"Kamu harus banyak makan, setelah itu istirahat lagi. Jangan kebanyakan kesana kemari tidak jelas." Jawab Darren.     

"Aku hanya ingin ke butik dan mengobrol lebih lama dengan seorang teman disana." Jawab Calista cemberut menekuk mulutnya.     

"Jam pulang kerja nanti kita mampir ke butik mami. Sekarang kita habiskan dulu makanan ini. Aku demi ingin makan siang denganmu, aku tidak makan setelah selesai meeting tadi." Ucapan yang keluar dari mulut Darren, sungguh berhasil membuat Calista berbunga-bunga hatinya.     

Seafood yang ingin dimakannya bersama Dian, kini tersaji hangat dihadapannya. Calista tersenyum senang karena dia mendapatkan makan siang sesuai seleranya. Darren yang melihat senyum merekah Calista ikut senang. Mudah sekali menyenangkan hati perempuan ini. Bukan dengan permata, berlian, ataupun kendaraan mewah. Cukup dengan makanan yang sesuai seleranya, maka senyuman merekah pasti hadir di bibirnya.     

"Bagaimana hukuman pagi ini? Mau lagi nanti malam?" Pertanyaan Darren yang menjurus dan tiba-tiba itu membuat Calista tersedak saat sedang menenggak minuman yang ada didalam botol.     

"Uhuk … kamu ini! Bisa tidak, tidak usah membahas seperti itu lagi?" Calista gemas bukan main dengan pria yang kadang membuatnya berbunga-bunga namun kadang juga membuat dirinya malu bukan main.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.