Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 176. Bertamu Kerumah Dian (6)



II 176. Bertamu Kerumah Dian (6)

Mereka berdua pun menuju lift untuk turun dan kembali ke lantai satu untuk mengambil tanda pengenal mereka yang ditahan sebagai jaminan. Calista dan Ivan kini sudah berada didalam lift menuju basemen, tempat mobil terparkir.     

"Langsung pulang, nyonya?" Tanya Ivan saat setir kemudi diputar meninggalkan pelataran parkir gedung perkantoran milik Dave Kingston.     

"Iya, mau kemana lagi? Huft, hari ini gagal. Bagaimana yaa biar bisa tahu rumah Dian dimana?" Gumam Calista seorang diri, berbicara dengan kaca jendela yang setia menjadi tempat bersandar.     

Dave mengambil secarik kertas tersebut dan memandangnya lekat-lekat. Istriny pasti masih sangat berduka dan dia perlu teman untuk berbicara. Namun, yang Dave khawatirkan adalah Dian akan berbicara yang tidak-tidak dan nekat kabur lagi dari dirinya.     

Setelah beberapa saat, Dave memutuskan.     

Drrt … drrt … drrt …     

Calista mengambil telpon genggam yang bergetar didalam tasnya. Nampak nomer asing tertera di layar ponselnya.     

"Halo …" Ucap Calista ragu-ragu.     

"Nyonya Calista …"     

"Iya, saya …" Calista masih mencerna siapa yang menelponnya.     

"Aku Dave, suami Dian. Anda boleh menemui istri saya. Namun dengan satu syarat." Calista girang bukan main karena ternyata suami Dian mengijinkan dirinya untuk bertemu dengan Dian.     

"Iya iya katakan saja. Dan, kapan aku bisa bertemu dengan Dian?" Jawanb Calista dengan penuh antusias.     

"Besok aku akan berikan alamatnya. Syaratnya adalah jangan buat dia meninggalkan rumah. Atau, aku akan buat kalian berdua tidak bisa hidup tenang selamanya." Jawab Dave.     

"Meninggalkan rumah? Apa yang terjadi dengan Dian? Kenapa dia sampai ingin kabur dari rumah?" Batin Calista berkata. Dan, itu yang akan dia cari tahu saat bertemu dengan teman satu-satunya itu.     

"Baiklah, aku bersedia. Tidak bisakah hari ini juga aku bertemu Dian?" Tanya Calista lagi.     

TUTS! Telpon dimatikan sepihak oleh Dave.     

"Cih! Dasar manusia keras kepala, tidak punya sopan santun, maniak! Berani-beraninya menutup telponku. Awas saja!" Calista kesal dibuatnya. Tapi lalu dia teringat lagi ucapan Darren untuk tidak memaksa seseorang karena kita tidak akan tahu batas maksimal kesabarannya sampai mana. Calista pun menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan.     

"Ivan, kita ke butik ya." Ucap Calista.     

"Siap nyonya!" Jawab Ivan.     

Calista ingin mengunjungi butik mami mertuanya yang sudah lama tidak dikunjungi. Kangen juga rasanya berada disana. Seperti karyawan sesungguhnya dan Calista merindukan suasana seperti itu. Sibuk dengan deadline, target, dan perencanaan. Namun, sebelum sampai butik, Calista meminta Ivan untuk mampir ke toko kue spesialis coklat. Calista ingin membawa kue favorit Sara, kue bolu bertabur coklat luar dalam.     

Setelah mendapatkan kuenya, Calista meminta Ivan untuk langsung meluncur ke butik. Setelah satu jam perjalanan, akhirnya mobil itu pun tiba disebuah halaman parkir butik ternama yang sering dikunjungi para sosialita dari kalangan artis dan istri pejabat.     

Calista langsung turun dan menuju ke dalam butik. Semua karyawan masih mengingat Calista dengan baik. Mereka suka sekali Calista datang. Tidak lupa Calista meletakkan satu dus kue berisi bolu coklat diatas meja resepsionis, "Bagi-bagi yaa …" Senyum Calista sambil berlalu menuju keruangan mami mertuanya.     

"Terima kasih mba Calista." Secara bergantian semuanya mengucapkan rasa terima kasihnya sambil tersenyum cerah. Namun, itu hanya berlangsung beberapa detik. Ketika Ivan mengekor dibelakangnya, semua karyawan didalam butik langsung terdiam sambil saling bertukar pandang.     

Tok tok tok …     

"Masuk." Terdengar sahutan dari dalam dan membuat Calista tersenyum cerah.     

"Selamat pagi, ibu direktur." Calista masuk dengan membawa kegembiraan bagi Sara yang sedang mumet memikirkan pekerjaannya yang tumpah ruah.     

"Calista … ayo masuk. Aduh mami kangen sekali sama kamu. Tapi, Darren larang mami untuk menemui kamu." Sara menggandeng lengan menantu kesayangan dan mengiringinya duduk diatas sofa.     

"Loh kenapa memangnya mi? Oya, ini kue favorit mami. Bolu lava cake full coklat." Senyum Calista benar-benar mampu membuat seorang Sara tersenyum senang. Sejak tadi pagi wajahnya ditekuk.     

"Yah begitulah, dia terlalu protektif dan sangat keterlaluan. Padahal, mami butuh bantuan kamu banget di butik ini." Ucap Sara dengan wajah memelas.     

"Kenapa mi? Mungkin aku bisa bantu." Jawab Calista dengan wajah serius.     

"Kamu mau tidak, bekerja jadi asisten mami disini? Tidak usah seharian, sampai jam dua belas siang juga cukup. Dan, kamu tidak perlu datang tepat waktu seperti karyawan lain. Mami lagi butuh asisten yang cakap dan bisa mengawasi butik kalau mami harus tugas keluar kota. Dan, juga kamu tahu sendiri kalau papi Darren sewaktu-waktu harus ditemani kontrol kerumah sakit." Jawab Sara.     

"Aku mau mi, mau banget bantu mami. Tapi, bagaimana caranya agar Darren setuju?" Calista pun sesungguhnya belum menemukan cara jitu untuk membujuk suami mata hijaunya itu.     

Akhirnya kedua wanita itu pun terdiam tanpa bersuara sepatah katapun. Sampai waktunya Calista pamit pulang, Calista belum menemukan caranya.     

"Mi, aku akan berusaha membujuk Darren bagaimanapun caranya. Semoga Darren mau menerima saranku. Tapi, saat ini aku harus pulang dulu. Sudah siang, Darren tidak mengijinkanku seharian diluar rumah." Jawab Calista.     

"Iya, baiklah, kasih kabar ke mami ya. Oya, terima kasih kuenya. Semua orang disini sangat kehilangan kamu setelah kamu tidak berada di butik lagi." Mami memeluk Calista dan menepuk punggungnya pelan-pelan. "Langsung pulang yaa jangan mampir-mampir lagi."     

"Iya mi." Calista pun pulang setelah mengecup pipi kiri dan kanan mami mertuanya.     

"Calista …"     

"Nyonya Agnes … eh maksudku … mamah." Calista sudah memutuskan untuk memanggil ibu kandungnya dengan sebutan mamah. Kini Calista memiliki 3 orangtua. Bapak dan ibu, mami dan papi, juga mamah dan papah. Calista beruntung sekali banyak kasih sayan yang diberikan padanya, setelah perjalanan panjang penuh lika liku harus dihadapinya dan berjuang dari titik 0.     

"Sayang, kamu habis bertemu mami mertua kamu?" Agnes berkata. Wanita yang masih tetap cantik dan langsing diusia empat puluh tahun itu, memeluk sang anak perempuan yang lama menghilang.     

"Iya mah, mami ada didalam. Aku harus segera pulang karena Darren pasti mengawasiku kalau aku keluyuran diluar rumah seharian." Jawab Calista sambil terkekeh.     

Agnes pun ikut tertawa ringan. Dia tahu menantunya sangat sayang pada anaknya. Kalau dia melarang Calista diluar rumah berlama-lama, itu karena Darren tidak ingin Calista merasa capek dan pada akhirnya akan membuatnya lelah dan uring-uringan.     

"Calista, kapan-kapan main kerumah papah mamah. Nanti mamah akan masakkan makanan yang enak banget dan bergizi untuk ibu hamil." Agnes meraba perut Calista yang mulai tampak sedikit buncit.     

"Iya mah, Calista juga mau. Nanti Calista minta ijin dulu sama Darren." Jawab Calista.     

"Nyonya, maaf ada telpon dari tuan muda." Ivan tiba-tiba datang menghampiri dan membawa telponnya untuk diterima Calista.     

"Tuh lihat kan mah, kesini saja ditelepon segala."Calista mengerucutkan bibirnya, sementara Agnes terkekeh mendengarnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.