Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 174. Bertamu Kerumah Dian (4)



II 174. Bertamu Kerumah Dian (4)

0"Kamu yang memakaikan aku baju? Membuatmu melihat yang tidak seharusnya dilihat." Jawab Dian sambil menatap lesu jendela.     

"Bu-bukan aku nyonya, tapi tuan Dave yang memakaikan nyonya baju." Jawab Feni dengan gugup.     

Dian terdiam membeku mendengar pengakuan Feni yang membuat hatinya tiba-tiba kosong dan entah ada yang hilang seketika. Apakah itu rasa sedih, kecewa, atau apa. Dian tidak bisa menjelaskan sedikitpun.     

"Baiklah, kamu boleh keluar sekarang." Dian berkata. Feni mengangguk sekali dan perempuan muda itu membereskan alat makan bekas majikannya untuk dibawa keluar. Setelah pintu ditutup, Dian mendesah mengeluarkan napas dari bibirnya. Ingin rasanya dia berteriak tapi pasti menimbulkan kehebohan.     

Dian pun mengambil bantal untuk menutupi wajahnya. Dan, perempuan malang itu berteriak sekuat mungkin diatas bantal yang menempel erat di wajahnya.     

-----     

"Apa rencanamu hari ini?" Darren bertanya pada istrinya yang hari ini sudah tidak mual lagi bila mencium bau tajam.     

"Seperti yang semalam aku katakan, aku mau ke kantor dimana Britney bekerja. Suami Dian adalah seorang CEO disana ternyata." Jawab Calista, sambil menyuap nasi goreng dan telur ceplok kesukaannya beberapa hari ini.     

"Huft, lalu apa yang akan kamu lakukan setelah sampai disana?" Tanya Darren lagi. Sifat keras kepala sang istri benar-benar sudah melampaui batas. Darren tidak bisa melarang karena yang akan terjadi adalah mood Calista akan buruk sepanjang hari, bahkan berhari-hari setelahnya.     

"Aku hanya akan bertanya, bolehkah aku bertamu kerumahnya? Aku hanya ingin menjadi tamu yang baik untuk istrinya, yang juga adalah temanku." Jawab Calista.     

"Okay, tapi kamu jangan memaksakan kehendak dan jangan memancing emosi suaminya. Seorang pria tidak akan suka bila dipaksa mengatakan apa yang tidak seharusnya orang lain tahu." Darren berbicara sambil mengangkat garpu ditangan kanannya karena pagi ini pria blasteran ini memilih sarapan dengan steak sapi saus lada hitam, dibandingkan dengan nasi goreng seperti yang Calista makan.     

"Iya, toh kamu juga sudah memberikanku seorang pengawal yang mengikutiku kemanapun aku pergi."     

"Aku berangkat sekarang. Ingat! Jangan memaksakan kehendakmu atau aku akan mengurungmu dirumah sampai hari lahirmu tiba." Jawab Darren. Pria yang bila sedang melotot tajam makan manik matanya yang berwarna hijau akan seperti kelereng yang bergulir indah. Dan, Calista suka itu.     

"Siap bos!" Jawab Calista sambil tersenyum manis. Darren pun tertular senyuman sang istri dan mengecup ubun-ubun Calista seperti biasa sebelum berangkat kerja.     

"Kamu awasi nyonya. Jangan pernah berpisah lebih dari 1 meter. Bahkan ke kamar mandi pun, kamu harus ikuti." Darren memberi wejangan ke salah satu ajudan yang dijadikan pengawal untuk istrinya mulai hari ini.     

"Siap tuan." Jawab pria berbadan tinggi besar dengan warna kulit kecoklatan dan rambut seperti potongan tentara. Pria yang mengenakan setelan safari berwarna abu-abu itu tampak sangat kaku seperti robot.     

Mobil Darren yang dikemudikan supirnya pun melaju meninggalkan mansion mewah dan tinggallah Calista dibalik jendela mengintip kepergian suaminya dengan senyum mengembang dibibirnya.     

"Selamat pagi nyonya, saya Ivan, ajudan anda yang baru mulai hari ini." Ivan, sang ajudan pun memperkenalkan dirinya setelah sang tuan muda pergi.     

"Oh kamu rupanya yang menjadi bayanganku. Baiklah, aku sejujurnya juga membutuhkan seorang pengawal namun aku tidak mau terlihat jelas. Bisakah kamu mengganti pakaian menjadi lebih santai dengan kaos dan celana jeans, begitu?" Tanya Calista.     

"Maaf, ini sudah sesuai standar protokoler dari tuan muda Darren." Jawab Ivan datar.     

Menyadari tidak ada gunanya berdebat lebih jauh dengan robot hidup, Calista menghela napas dalam-dalam dan mengangkat bahunya pasrah.     

"Ya sudahlah, terserah kamu lah. Tunggu aku disini, aku mau mengambil tas ku dulu."     

"Ini nyonya tasnya." Hera datang membawa tas Calista yang biasa dibawa kemana-mana.     

"Wah, bu Hera gesit sekali." Calista memeriksa isi tasnya khawatir ada yang ketinggalan. Dompet dan ponsel, dua benda yang wajib ada didalam tasnya, sudah aman berada didalamnya.     

"Ayo, kita berangkat sekarang." Ujar Calista.     

Mereka pun menuju mobil yang sudah disiapkan khusus untuk Calista sehari-hari dan kali ini supir tetap sekaligus pengawalnya adalah Ivan. Mobil melaju meninggalkan masion menuju sebuah kantor yang dimiliki oleh seorang pengusaha yang Calista sudah baca sekilas biodatanya adalah seorang playboy namun memiliki karakter yang hampir mirip dengan Darren, keras dan arogan. Apakah semua pengusaha seperti itu sifatnya? Batin Calista.     

"Ivan, kamu sudah berapa lama bekerja dengan suamiku?" Calista yang duduk di kursi penumpang belakang, ingin mengenal lebih jauh pengawalnya. Jadi, perempuan hamil itu memutuskan untuk berbincang sejenak meskipun Ivan sedang mengemudikan mobil.     

"Baru 5 bulan, nyonya." Jawab Ivan singkat.     

"Oh, lalu kamu tadinya bekerja dimana? Sebelum bekerja dengan Darren." Tanya Calista lagi.     

"Saya sebelumnya adalah seorang debt collector." Singkat namun padat. Membuat Calista melebarkan mata dan menaikkan alisnya.     

"Wow, profesi yang sangat menakjubkan." Jawab Calista. "Lalu kamu bisa dipekerjakan Darren bagaimana ceritanya?" Lanjut lagi.     

"Saya menagih hutang salah seorang teman tuan Darren yang merupakan seorang pemilik klab malam dan tuan muda saat itu yang membayarnya dengan berbagai syarat. Termasuk mempekerjakan saya." Jawab Ivan.     

Calista tidak menemukan korelasinya antara membayar hutang dengan mempekerjakan seorang debt colletor. Namun, Calista malas untuk berpikir jauh jadi perempuan hamil itu hanya membulatkan bibirnya membentuk huruf O seolah-olah paham apa yang dikatakan supir sekaligus ajudannya itu.     

"Nanti kamu turunkan aku di lobi dan kamu susul aku di atas ya." Jawab Calista. Ivan tidak menjawab ya ataupun tidak. Pria tinggi besar seperti seorang pemain gulat professional itu lebih fokus menyetir dan tidak menghiraukan apa kata Calista. Yang berkata menjadi diam saja tidak berkomentar lagi.     

"Sebentar lagi kita sampai." Ucap Calista lagi. Mobil itu pun sampai didepan lobi salah satu perusahaan yang terkenal dibidang telekomunikasi merajai bumi ini. Ivan tidak menurunkan Calista di lobi tapi membawanya menuju parkiran di basemen.     

"Kenapa aku dibawa kesini?" Tanya Calista heran.     

"Maaf nyonya, tuan tidak memperbolehkan saya berpisah dengan nyonya lebih dari satu meter. Besok setelah Hera sudah sembuh dari sakitnya, saya akan turunkan nyonya di lobi." Jawab Ivan diplomatis.     

"Oh my god, baiklah terserah kamu saja." Jawab Calista pasrah. "Jangan jauh-jauh parkirnya." Ucap Calista lagi.     

"Saya parkir disini nyonya." Ivan memarkirkan mobil dekat pintu masuk yang menuju lift untuk naik keatas. Ivan turun lebih dahulu, baru pria itu berlari memutar mobil dan membuka pintu Calista. Sejujurnya Calista juga bisa buka pintu sendiri, namun lagi-lagi Ivan beralasan 'ini sudah merupakan standar protokoler dari tuan'. Calista hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.     

Mereka berdua pun berjalan menuju pintu masuk didekat lift. Sambil menunggu pintu lift terbuka, Calista mengeluarkan telpon genggam dari dalam tas selempangnya. Penampilan wanita hamil itu hari ini sangat casual denagn kaos pendek warna hijau dan bolero warna putih. Dipadu padankan dengan celana panjang sepanjang betis warna hijau. Dengan rambut dikuncir kuda seperti biasa. Sungguh seperti mahasiswi di semester pertama.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.