Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 164. Liburan Tlah Usai



II 164. Liburan Tlah Usai

"Kenapa kamu? Bukankah kamu juga sampai menikah dua kali selepas kita berpisah? Cih! Masih berlagak setia." Agnes menyeringai sinis melihat wajah Donni yang seolah ingin melahap dirinya bulat-bulat.     

"Seperti katamu, pria dan wanita berbeda dalam menyikapi kesendirian. Wanita bisa menahan hawa nafsunya, tapi seorang pria bila itunya tertahan selama bertahun-tahun, maka akan menimbulkan banyak penyakit." Jawab Donni yang membuat asumsi asal sehingga Agnes tertawa terbahak-bahak.     

"Hahahaha, ya ya ya, terserah kamu lah. Aku tidak ingin membahas ini lagi. Jadi, kamu pun jangan mengungkit ini lagi. okay?" Ujar Agnes sambil menaikkan alisnya. Donni tidak berkata ya ataupun tidak. Dia hanya diam menyeringai tipis sambil memandang jalanan.     

-----     

"Hatchiii …" Calista yang bermain air sepanjang hari, akhirnya terkena flu. Darren membungkus sang istri dengan selimut tebal dan membuatkannya teh manis hangat. Beruntung, Calista tidak sampai demam.     

"Jadi hari ini kita tidak kemana-mana lagi. Lekas sembuh dan kita kembali pulang besok pagi." Ujar Darren sambil menatap wajah sang istri yang hidungnya merah karena bersin berkali-kali.     

"Huft, aku belum ke puncak merapi, belum ke alun-alun, belum kemana-mana. Kenapa harus pulang cepat?" Kondisi Calista yang flu berat membuatnya susah berbicara normal karena diseling bersin.     

"Liburan telah usai. Kapan-kapan lagi kita kesini. Sekarang kamu minum obat dulu." Darren menyodorkan sekaplet obat flu dan demam sekaligus.     

"Tidak-tidak, aku tidak mau minum obat. Dulu waktu aku masih kecil, kalau sakit ringan begini tidak langsung minum obat, tapi oles-oles minyak gosok dan urut dulu. Atau menghirup uap minyak kayu putih." Jawab Calista.     

"Minyak kayu putih? Sepertinya aku bawa." Darren berjalan menuju lemari dan mencari sesuatu didalam tas kopernya.     

"Ah, ada. Untung aku bawa. Mami menitipkan padaku untuk kamu yang suka mabuk dan muntah-muntah. Sekarang aku didihkan air dulu ya." Jawab Darren.     

"Iya, terima kasih Darren. Kamu perhatian sekali." Calista senang, Darren memperhatikan betul kebutuhannya, bahkan hal yang dianggapnya sepele.     

Setelah air mendidih, Darren meneteskan beberapa drop minyak kayu putih kedalamnya. Pria yang terkadang penuh kelembutan dan terkadang penuh keegoisan itu meminta Calista mendekat dan duduk di kursi yang sudah disediakan. Dengan bermodalkan handuk kecil yang menutup kepalanya, Cali sta menghirup dalam-dalam uap minyak kayu putih untuk meredakan flu beratnya.     

Setelah beberapa kali menghirup, Calista merasa bisa bernapas lebih baik dan kepalanya lebih enteng.     

"Sudah?" Darren bertanya.     

"Sudah. Terima kasih. Sekarang aku mau tidur." Jawab Calista.     

Perempuan yang tampak payah setelah bermain air pantai dari pagi sampai siang itu, berjalan dengan tertatih-tatih menuju tempat pembaringan yang sangat empuk. Darren membantu sang istri dengan menyelimutinya hingga sebatas leher. Darren pun ikut menyusul kedalam selimut dan memeluk Calista diatas dekapan dadanya.     

"Liburan tlah usai. Besok kita semua kembali ke rutinitas masing-masing. Lekas sembuh agar baby bisa tidur nyenyak kalau maminya tidur nyenyak." Darren menepuk punggung Calista dengan pelan dan suara dengkuran halus pun terdengar di telinga suami yang tersenyum tipis.     

-----     

"Istri anda harus menginap di rumah sakit untuk mendapatkan perawatan intensif lebih lanjut." Dokter yang memeriksa keadaan Dian, memberikan hasil diagnosisnya setelah dilakukan pemeriksaan. Dave yang duduk di sisi ranjang Dian, hanya bisa menatap istrinya yang belum bangun dari tidur lelapnya.     

"Kenapa dia belum bangun juga dok?" Tanya Dave.     

"Kita tunggu sampai besok. Obatnya masih bekerja untuk menenangkan fisiknya." Jawab dokter berseragam putih-putih tersebut.     

Dave hanya menganggukkan kepalanya. Dian baru saja mengalami operasi kuret jadi mungkin masih terdapat obat bius yang membuatnya tertidur.     

Dave keluar dari kamar perawatan untuk menghirup udara segar. Beberapa jam yang lalu setan setan menguasai pikirannya sehingga dia berbuat yang sangat menyakiti dan membahayakan kandungan Dian. Dave ingin berteriak menangis kencang namun gengsinya sebagai pria masih terlalu besar untuk melakukan itu.     

Pupus sudah harapannya memiliki anak dalam waktu dekat ini. Semua karena kesalahannya sendiri. Begitu tidak bisa mengontrol imajinasi dan pikirannya yang membuatnya berpikir gelap. Andaikan waktu bisa diulang, Dave ingin bersikap lebih lembut.     

Pria yang baru saja kehilangan calon anaknya itu, duduk di ruang tunggu luar dengan menundukkan wajah dan mengepalkan tangannya semalaman. Dirinya tidak kuasa untuk melihat wajah Dian lebih lama. Wajah yang selalu dia sakiti hatinya, sejak pertama dia bertemu dengannya di pagi hari yang indah dan menghancurkan masa depannya.     

"Ahh … anakku … anakku …" Calon ibu muda yang baru saja kehilangan bayinya itu, merintih menangis sesenggukan dalam tidurnya. Dian bermimpi ada iblis yang mengambil paksa anak yang sedang dikandungnya dan wajah iblis itu sangat menyeramkan hingga tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata.     

"Anakku!" Dian duduk terbangun dari pingsannya. Keringat mengucur deras dari wajah dan lehernya, napasnya tersengal-sengal. Tidak ada siapapun didalam kamar yang cukup luas ini. Dian merasakan tangannya yang perih karena jarum infus.     

Dian pun mengingat kembali apa yang terjadi sebelumnya. Dan, perempuan malang itu berakhir dengan menangis sesenggukan. Tanganya meraba perutnya yang memang masih rata namun kini tidak ada nyawa makhluk mungil didalamnya.     

"Kamu sudah bangun?" Dian kaget dan terdiam mendengar suara yang tidak akan dapat dilupakan seumur hidupnya. Suara iblis yang mirip muncul dalam mimpinya. Namun Dian memilih untuk tidak melihatnya lagi. Dian tidak ingin melihat dan berbicara dengannya. Kalaupun terpaksa saat ini dia harus mendengarkan, dia tidak akan membalasnya dengan menatap apalagi berbicara.     

Pria yang sudah menghancurkan masa depannya, kehidupan indahnya, cita-cita tingginya, dan angan-angan hidup bahagia sampai nanti. Entah dosa apa yang sudah aku buat di kehidupan sebelumnya sehingga aku bisa bertemu dengan iblis berwujud manusia ini.     

Dian kembali merebahkan tubuh dan menyelimuti dirinya dengan memunggungi arah datang Dave. Dave yang tahu kalau istrinya ini sengaja menghindarinya, berjalan perlahan mendekati Dian yang tidur membelakangi dirinya.     

"Kita mulai lagi dengan baik-baik. Mulai detik ini, kamu harus menuruti apa yang aku perintahkan, jangan membantah, dan kabur lagi dariku." Aura intimidasi di berikan Dave untuk istrinya yang masih lelah. Dian memejamkan mata malas untuk menanggapi. Ingin rasanya Dian mengubur dirinya jauh sampai ke dasar bumi, agar tidak bisa mendengar lagi suara-suara pria yang sangat dibenci seumur hidupnya itu. Dian bersumpah akan melarikan diri lagi kalau ada waktu dan kesempatan. Dan , kelak dia tidak akan bodoh lagi sehingga mudah ditemukan.     

"Kamu dengar apa yang aku katakan?" Dave mengeraskan rahang. Dia tahu Dian tidak tidur. Dia tahu perempuan ini sengaja menghindari dirinya. Dave menghirup napas dalam-dalam untuk menekan emosi yang akan membuncah karena diabaikan kehadirannya.     

"Besok pagi kita pulang. Aku sudah menyiapkan semuanya. Sekarang, istirahat dulu." Dave pergi meninggalkan kamar dengan pintu ditutup kasar. Semua orang yang mendengar hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.