Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 163. Menyusuri Pasir Putih



II 163. Menyusuri Pasir Putih

0"Saat ini kamu naik berkali-kali ATV pun tidak akan kekurangan duit. Namun, yang menghalangi adalah kehamilanmu yang masih muda, rentan untuk menaiki kendaraan selain mobil." Jawab Darren. Lagi-lagi Calista merengut sedih. Kegembiraan didepan mata seolah-olah semu karena terlalu banyak yang tidak boleh dilakukan.     

"Lalu untuk apa aku kesini kalau ini tidak boleh itu tidak boleh." Calista berjalan menjauhi Darren untuk berjalan disepanjang pantai pasir putih.     

"Aku tahu." Darren mengejar istri yang ngambek sambil merangkul bahunya. Kita main pasir saja." Jawab Darren dengan senyum memikatnya.     

"Haa? Main pasir?" Darren menarik lembut tangan Calista dan menggendongnya sampai mendekati ombak yang siap menerkam pasangan muda tersebut. Calista berteriak histeris karena Darren menggendong sampai air laut setinggi pahanya.     

"Darren, turunkan aku. Aaaaa aku takuuut." Perempuan hamil itu memegang erat leher pria yang dalam sekejap mendadak berubah menjadi jahil.     

"Pernah merasakan air laut seutuhnya?" Darren mengedip horror.     

"Kamu jangan macam-macam yaa!" Calista melotot menatap mata hijau Darren dan mengerat leher kokoh pria blasteran tersebut. Tertawa iblis Darren membuat jantung Calista berdegup kencang.     

"Siap-siap ya!"     

"Darreeeeeen, awas kalau kamu berani!"     

"Satu … dua …"     

"Aaaaaaaaa …"     

-----     

"Sudah siap?"     

"Yup, ayo, kita temui orangtua yang sudah merawat anak kita dengan baik." Jawab Agnes.     

Mereka berdua keluar kamar hotel yang baru saja ditempati semalam. Pekerjaan sang suami yang padat membuat jadwal keberangkatan mereka harus diundur. Dan, mereka baru sampai Jogja semalam dengan waktu penerbangan paling terakhir.     

"Aku degdegan." Ucap Agnes.     

"Tenang saja. Dari yang Darren ceritakan padaku semalam, mereka adalah orang-orang yang sangat ramah dan sederhana pola berpikirnya. Semoga mereka bisa menerima kedatangan kita dengan tangan terbuka." Jawab Donni.     

"Iya, semoga." Agnes menimpali.     

Donni menggenggam erat tangan kanan Agnes yang berkeringat dingin karena gugup, meskipun suhu didalam mobil sangat dingin namun tangan Agnes mengeluarkan keringat dingin. Agnes pun tersenyum tipis.     

Perjalanan sepasang suami istri yang baru dipertemukan setelah dua puluh tiga tahun lamanya, menuju rumah orangtua asuh anaknya, akhirnya sampai juga didepan rumah keluarga Teguh dan Dini. Agnes berpenampilan sederhana berupa dress sepanjang betis dengan lengan panjang motif floral dan Donni memakai kaos polo warna putih dengan celana panjang warna senada, tidak ingin tampak bermewah-mewahan karena tidak ingin terlihat terlalu sosialita.     

"Assalammualaikum." Agnes memberi salam terlebih dahulu. menunggu beberapa detik namun tidak ada sahutan dari dalam.     

"Assalammualaikum." Agnes bersabar dengan menunggu panggilan. Namun, pagar yang tidak begitu tinggi dan pintu terbuka, seharusnya suara panggilan dari luar terdengar jelas.     

"Kita tunggu sampai tiga kali. Kalau tidak ada jawaban dari dalam, kita pulang." Jawab Donni sambil tersenyum. Mencoba menenangkan istri yang gelisah karena panggilannya tidak mendapat jawaban dari dalam.     

"Waalaikumussalam."     

"Alhamdulillah, ada orang dirumah ternyata." Senyum Agnes kini terbit kembali di bibirnya.     

"Siapa yaa?" Ibu membuka pintu pagar dan mempersilahkan masuk sepasang suami istri yang tampak berbeda dari kebanyakan tamu yang biasa dia terima. Dan, tanpa menaruh rasa curiga sama sekali, ibu langsung membuka pintu lebar-lebar untuk tamu yang baru pertama kali berkunjung kerumahnya.     

"Maaf, apa benar disini rumah bapak Teguh dan ibu Dini?" Agnes bertanya dengan suara penuh kelembutan.     

"Betul, saya Dini. Tapi, suami saya sedang istirahat." Jawab ibu.     

"Sebentar, wajah anda seperti …" Ibu mengerutkan alisnya dan sekejap kedua matanya terbelalak lebar dengan mulut menganga. "Apakah anda?"     

"Benar bu, saya ibu kandung Calista, anak perempuan yang sudah ibu asuh dan rawat sejak masih bayi." Agnes mulai menunjukkan sisi kelemahan seorang wanita dengan berurai air mata.     

"Oh Tuhan, jadi anda ibu kandung Calista?" Ibu kaget tidak percaya dengan penampakan yang dilihatnya. Wanita didepannya mirip sekali dengan Calista. Mungkin saat dia masih muda, wajahnya seperti Calista sekarang. Dan, kelak Calista bertambah usia, wajahnya akan seperti wanita dihadapannya.     

Kedua wanita itu pun saling berbicara dari lubuk hati terdalam, terutama Agnes yang merasa punya banyak kesalahan dan hutang budi. Sungguh benar yang dikatakan Darren, ibu Dini bukanlah orang yang mendendam, mudah memaafkan, dan sangat sederhana sikapnya. Ibu tidak mempersulit Agnes dan Donni untuk berterima kasih dan menceritakan semua sejak awal.     

Bagi Dini, semua kejadian pasti ada sebabnya. Dan, manusia ibarat actor, hanya melakukan apa yang disuruh sutradara. Sutradaranya tentu saja Allah SWT, sebaik-baik pembuat rencana dan pengambil keputusan.     

Sayangnya, Agnes dan Donni tidak bisa menemui Teguh, ayah angkat Calista, karena bertepatan dengan mereka datang, Teguh baru saja tidur untuk setelah minum obat. Namun, Agnes dan Donni berjanji akan datang kembali besok mengajak Calista ikut serta. Dini tersenyum bahagia mendapatkan keluarga baru, keluarga dari anak angkatnya yang sangat baik dan ramah. Tidak seperti bayangannya kalau orang kaya adalah sombong dan angkuh.     

"Huft, satu persatu tali simpul mulai berhasil terurai. Jalan hidupku mulai semakin menemui titik terang setelah aku menemukanmu." Donni mendekap erat bahu sang istri.     

Agnes diam mendengarkan saja, tidak tahu harus berkata apa.     

"Yang menjadi pertanyaanku, selama dua puluh tiga tahun ini, memangnya tidak ada satupun pria yang mendekatimu? Aku rasa semua pria masih memiliki mata yang normal. Melihatmu yang cantik dan mengagumkan, siapapun pasti ingin memilikimu." Tanya Donni penasaran.     

"Hahaha, Donni, wanita itu bukan seperti pria. Banyak hal yang bisa dilakukan seorang wanita untuk mengusir sepi. Salah satunya dengan mengerjakan hobi yang lama tidak dikerjakan. Kalau aku, ya dengan kuliah dan menyibukkan diri didalamnya." Jawab Agnes.     

"Ohh, bagaimana dengan para pria? Apakah tidak ada satupun yang mendekatimu?" Donni begitu penasaran dengan kehidupan Agnes selama jauh dari sisinya. Agnes adalah wanita yang sangat cantik dengan postur tubuh yang sempurna. Pria manapun pasti ingin memilikinya.     

"Aku menjauhkan diri dari pergaulan. Aku tidak punya teman dekat. Duniaku hanya kampus dan rumah." Jawab Agnes singkat.     

"Hmm … bagus kalau begitu." Donni tersenyum puas mendengarnya. Memanglah dia tidak salah memilih istri yang juga ibu dari anaknya. Dengan dua istri setelah Agnes, Donni selalu menggunakan pengaman dan memastikan mereka untuk mengkonsumsi pil pencegah kehamilan dihadapannya langsung, setelah berhubungan.     

Donni tidak ingin memiliki anak dari siapapun, kecuali dari Agnes, istri yang melarikan diri bersama anak mereka yang masih bayi.     

"Memangnya kamu ingin aku punya teman cowok? Huh, ada sih tapi aku tidak meladeninya sampai sekarang." Jawab Agnes sambil menyeringai.     

"Siapa?" Mendadak warna wajah Donni berubah menjadi gelap dan garang.     

"Kenapa kamu? Bukankah kamu juga sampai menikah dua kali selepas kita berpisah? Cih! Masih berlagak setia." Agnes menyeringai sinis melihat wajah Donni yang seolah ingin melahap dirinya bulat-bulat.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.