Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 162. All-terrain Vehicle



II 162. All-terrain Vehicle

0"Kamu mau apa, huh? Kerja sudah aku ijinkan, liburan ya silahkan. Aku tidak suka kamu melarikan diri dariku dalam keadaan hamil!" Suara Dave yang menggelegar membuat Dian menjadi bergetar ketakutan.     

"Biarkan aku pergi! Aku tidak mau hidup terpenjara. Aku masih mau bebas!" Dian berteriak histeris dengan air mata membanjiri wajahnya.     

"Kenapa harus aku? Kenapa? Kamu bisa mencari perempuan lain untuk memuaskan nafsu binatangmu! Aku hanya perempuan biasa yang ingin memiliki karir dan kehidupan yang mapan sebelum berumah tangga. Kalaupun aku ingin menikah, aku ingin dengan pria yang aku cintai sepenuh hati dan tidak bisa hidup tanpanya. Huhuhu ..." Dave mengeraskan rahangnya mendengar semua curhatan Dian yang sangat menyakitkan hatinya. Dave tidak bisa menahan lagi emosinya dan memukul setir kemudi dengan keras berkali-kali.     

Dian sudah tidak peduli lagi meskipun sorot mata Dave yang merah menyalang. Dengan gerakan layaknya pengemudi mobil yang ugal-ugalan, Dave menepikan mobil dan berhenti mendadak.     

"Jadi, kamu mau pergi, huh? Kamu mau bebas? Huh, sampai mati pun aku tidak akan melepaskanmu!" Pria yang sudah gelap mata itu melepaskan sabuk pengamannya dan juga sabuk pengaman Dian. Untuk kesekian kalinya, Dave memaksa Dian untuk melayani nafsu birahinya. Kali ini seolah ada campur tangan setan didalamnya karena Dave melakukan tanpa belas kasihan sama sekali.     

Dian menerima serangan nafsu bertubi-tubi dari Dave. Meskipun Dian berteriak mengemis meminta tolong untuk berhenti, semakin Dian berteriak meronta, semakin kuat Dave menghujam kewanitaan wanita malang itu.     

"Hentikan, pria sialan, berhenti!" Dian berusaha dengan segala cara untuk menghentikan aksi brutal pria yang menanamkan benih di rahimnya. Meski air mata membasahi wajahnya, tampaknya Dave sudah tidak peduli lagi.     

Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali Dave menggauli Dian dengan cara yang paling kasar. Hingga setelah beberapa saat kemudian, Dian merasakan perutnya sakit bukan main dan berteriak menangis merintih memegang perutnya.     

Dave terhenyak dan baru tersadar, perempuan yang dia gauli dengan kasar, adalah calon ibu untuk anaknya. Darah mengalir deras dari kedua paha Dian. Dave tersadar dan berteriak seperti orang gila,     

"Bertahanlah! Bertahanlah sayang! Maafkan aku! Aaarggggghhh …" Dave memakai pakaian seadanya dan memacu mobil dengan kecepatan tinggi menuju rumah sakit terdekat. Matanya sudah gelap, air matanya sempat menetes di ekor matanya. Ketika tiba di sebuah rumah sakit, Dave menggendong tubuh sang istri yang sudah pingsan bersimbah darah dibagian bawahnya. Beberapa petugas medis menyambut Dian dan meletakkannya diatas brankar menuju instalasi gawat darurat secepatnya.     

Dave terduduk di atas kursi tunggu karena tidak boleh masuk, dengan wajah tertunduk kacau dan sedih dengan tangan yang bersimbah darah. Dave berharap anaknya masih bisa diselamatkan. Meski kata hatinya berkata sudah tidak mungkin.     

"Dengan suami ibu Dian?" Seorang perawat wanita keluar dan menyadarkan lamunan Dave. "Silahkan masuk pak." Ujarnya lagi.     

Dave berjalan terhuyung menuju kedalam dan duduk dihadapan seorang dokter pria yang baru saja melakukan pertolongan pada Dian.     

"Maaf, kami sudah melakukan semaksimal mungkin. Janin sudah tidak bisa diselamatkan lagi." Seperti langit runtuh diatas kepalanya, dan batu besar menghantam dadanya, dengan napas tersengal-sengal Dave menahan tangis hingga dadanya sangat sesak tidak bisa tertahan lagi dan dia pun berteriak kencang membuat seisi rumah sakit geger mendengar raungan pria yang baru saja kehilangan bayi karena perbuatannya sendiri.     

Perempuan malang itu sudah kehilangan bayinya, wajahnya yang menampakkan warna putih pucat karena kehilangan banyak darah. Jarum infus menusuk punggung tangan kirinya. Sementara, tubuh bagian bawahnya masih terdapat banyak noda darah yang belum dibersihkan.     

-----     

Sepasang suami istri yang sudah bersiap untuk petualangan berikutnya, menularkan aura kebahagiaan diwajah semua orang yang melihatnya. Calista pagi ini menjalin rambutnya dibagi dua dan membentuk kepangan di sisi kanan dan kirinya, demi memudahkan petualangan hari ini. Jumpsuit warna merah muda dan dalaman kaos oblong pendek warna putih, semakin menambah aura kecantikan ibu hamil pagi ini. Sementara sang suami mengenakan celana warna coklat tua dan kaos oblong warna putih yang kompak dengan warna yang dipakai sang istri.     

Mereka menuju mobil sewaan yang sudah menunggu di depan pintu lobi.     

"Kita ke pantai parangtritis ya pak." Ujar Darren pada supir sewaan mereka. Darren dan Calista sudah sepakat untuk ke pantai Paantritis daripada ke puncak gunung Merapi. Disamping tempatnya lebih aman, pantai juga favorit Calista untuk melepaskan lelah.     

"Siap pak."     

Mobil pun melaju melewati banyak rumah penduduk ciri khas kota Jogja dan beberapa bangunan pemerintah di sisi kiri kanan jalan. Kurang dari 1 jam akhirnya mobil yang membawa mereka pun sampai di depan pintu gerbang masuk menuju pantai. Setelah membayar uang masuk, mereka di arahkan menuju lapangan parkir yang cukup luas untuk beberapa mobil.     

Jalanan yang masih asli belum mendapat sentuhan dari pemerintah untuk perbaikan fasilitas, beralaskan pasir sejak dari parkiran. Banyak ibu-ibu penjaja aneka seafood dan minuman kelapa di sekitar pantai.     

"Waaahhh, aku suka sekali …"     

"Jangan berlari!" Darren menahan tangan Calista yang seperti peluru siap berlari secepatnya untuk menghirup hawa laut yang masuk kedalam indera penciumannya.     

"Huuh," Calista terpaksa mengikuti kemana tangannya ditarik oleh pria yang tidak pernah meninggalkan sifat dominasinya dimanapun kapanpun.     

"Aku ingin bermain air laut." Ujar Calista. Anak kecil pun mungkin tidak seperti Calista yang mendapat banyak larangan. Darren menjaganya seperti batu pualam yang mudah retak bila tidak dijaga baik-baik.     

"Aku temani." Jawab Darren.     

Calista dan Darren berjalan bergandengan tangan menuju pantai berpasir putih dan ombak yang saling bersahutan. Air laut yang setinggi lutut mengotori kaki dan celana mereka berdua. Namun, Calista tampak sangat senang dan menikmati momen yang tidak terjadi setiap hari itu.     

Darren mendongakkan wajahnya dan menghirup aroma kebebasan laut lepas. Pria dingin ini sangat suka semua yang berhubungan dengan laut. Andaikan ada Lewis, dia dan Lewis sudah pasti akan memanfaatkan kesempatan ini untuk mencoba semua olahraga air yang tersedia.     

"Permisi pak bu, mau naik ATV (All-terrain Vehicle)?" Kebetulan tinggal satu yang kosong. Darren dan Calista melihat situasi sekitar pantai. Memang tidak seramai hari biasa karena detik ini adalah saat dimana orang-orang masih mengais rejeki dengan bekerja di berbagai sector. Hanya ada beberapa keluarga saja sekitar 10 keluarga yang berwisata ke pantai Parangtritis.     

"Yuks. Aku dari dulu ingin mencoba naik ATV tapi … harganya tidak terjangkau kantongku. Hehe …" Calista terkekeh.     

"Saat ini kamu naik berkali-kali ATV pun tidak akan kekurangan duit. Namun, yang menghalangi adalah kehamilanmu yang masih muda, rentan untuk menaiki kendaraan selain mobil." Jawab Darren.     

Lagi-lagi Calista merengut sedih. Kegembiraan didepan mata seolah-olah semu karena terlalu banyak yang tidak boleh dilakukan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.