Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 193. Tempat Pelelangan (3)



II 193. Tempat Pelelangan (3)

0Calista pun kembali ke atas kasur dan masuk kedalam selimut yang sama dengan suaminya. Darren menyudahinya dengan mematikan lampu kamar yang ada disebelahnya. Sepasang suami istri itu pun menikmati malam yang dingin dengan tidur berpelukan. Dan, untuk kesekian kalinya, Darren akan bangun di tengah malam untuk melanjutkan pekerjaanya yang tertunda.     

-----     

Hingga satu ketika pintu kamar pun bergerak terbuka kearah dalam. Likha menggeleng-geleng kepala ketakutan dan dia mencoba menarik tubuhnya menjauhi pintu kamar.     

"Jangan … jangan … dekati aku … tolong … kasihanilah aku …" Sesosok pria berpostur tinggi dengan pakaian serba hitam dan topeng joker menghiasi wajahnya. Topeng yang menampakkan wajah gembira namun dibalut dengan riasan badut itu tampak menyeramkan oleh sebagian orang, namun oleh sebagian orang lain dianggap menghibur.     

Pria bertopeng Joker itu berjalan perlahan dengan langkah kaki elegannya mendekati Likha yang penampilannya sangat menyedihkan, sedang duduk terseok-seok beruaha menjauhi pria yang berjalan mendekatinya, karena kedua tangan dan kakinya diikat. Air mata sudah membanjiri pipi perempuan malang yang sudah tidak mengenakan hijabnya itu.     

Pria itu berjongkok mendekati Likha dan meraih dagu lalu mengangkatnya. Jarak antara wajah Joker dan Likha hanya berjarak 10 senti saja. Likha menutup matanya rapat-rapat. Perempuan malang itu sudah pasrah dengan dirinya dan hanya bisa bermunajat dalam hati.     

"Likha, ini aku Lewis. Kamu sudah bebas." Seketika mata Likha terbuka lebar-lebar. Namun, yang dilihat dihadapannya masih seseorang dengan topeng menyeramkan itu. Apakah tadi dia sedang berhalusinasi? Ataukah, pria dihadapannya ini adalah benar Lewis?     

"Siapa kamu?" Hanya dua kata yang bisa diucapkan Likha.     

Pria itu pun membuka topengnya perlahan-lahan dan tampaklah sosok seorang pria yang Likha teriakkan namanya diatas panggung beberapa saat yang lalu.     

"Anda … tuan Lewis?" Likha tersenyum menangis mendapati dirinya akhirnya bisa bertemu lagi dengan orang yang mempekerjakannnya dan membawanya ke Italy.     

"Likha, berpura-puralah kita tidak saling mengenal. Disini adalah penginapan khusus mereka yang sudah dibeli dengan pembelinya masing-masing. Meskipun uang sudah ditangan mereka dan kamu sudah sah menjadi milikku, tapi mereka harus memastikan kalau para pembelinya tidak akan mengancam kelangsungan bisnis mereka." Ujar Lewis dengan suara berbisik pelan.     

"Ja-jadi, apa yang harus aku lakukan?" Balas Likha dengan intonasi yang sama pelannya.     

"Supirku sudah menunggu dibawah untuk membawa kita keluar dari sini. Tapi, ada beberapa prosedur yang sedang diurus. Sambil menunggu, aku ingin kamu bekerja sama denganku." Jawab Lewis lagi.     

"Apa itu?" Warna bola mata Likha yang hitam bening seperti kelereng, membuat Lewis terkesima sejenak dan menatapnya lebih lama tanpa berkedip.     

"Bekerja samalah dengan ku berpura-pura mendesah seolah-olah aku sedang menggaulimu. Bisa kan?" Ujar Lewis. Bola mata Likha melebar mendengar ucapan yang sangat kurang ajar itu.     

"Apahhh? Anda bilang apa? Kenapa … aku … harus berbuat … seperti itu?" Sudah hilang hijabnya, dan kini harga dirinya pun akan hilang dengan berpura-pura sedang merintih karena berhubungan intim. "Anda jangan mengada-ada." Likha menundukkan wajahnya. Melepas cengkeraman tangan Lewis di dagunya.     

"Seperti yang aku bilang, ini untuk menghilangkan keraguan mereka dan agar kita bisa keluar dari tempat ini sekarang juga. Ornag-orang mereka masih berdiri di luar pintu menguping apa yang sedang kita lakukan didalam." Susah sekali mennjelaskan hal seperti ini kepada Likha yang sedang kacau balau hatinya. Namun, hanya ini salah satu cara agar mereka bisa segera kembali ke apartemen.     

"Ba-baiklah, aku tidak … mau … berlama-lama disini." Jawab Likha dengan lirih pada akhirnya.     

"Bagus! Aku akan lepaskan ikatanmu dan ikuti apa yang aku akan lakukan. Jangan pernah menolakku dan menyebut nama ku sebenarnya nanti. Namaku disini adalah The Joker Man. Ingat itu!" Likha menganggukkan kepalanya. Lewis pun melepas ikatan yang ada pada tangan dan kaki perempuan malang tersebut.     

"Siap-siap?" Lewis menggenggam tangan Likha dan berjalan mendekati kasur. Jantung Likha berdegup kencang. Tangan dan kakinya dingin gemeteran. Tidak tahu apa yang akan dilakukan pria ini padanya. Tapi, apapun yang terjadi, dia tidak boleh menolak dan menyebut namanya.     

Diujung ranjang, Lewis membuka pakaian dan tampaklah dada lelaki sixpack yang rutin berolahraga dengan warna perunggu sangat memikat di cahaya kamar yang temaram, membuat Likha langsung menutup wajah dengan kedua telapak tangannya, dan berteriak histeris, "Aaaaaa ..." Bukan teriakan dibuat-buat tapi teriakan sesungguhnya karena Likha tidak pernah melihat dada polos Lewis sebelumnya didepan matanya.     

Dengan perlahan, Lewis menarik pinggang Likha lebih mendekat padanya. "Show time." Bisik Lewis di telinga gadis yang tidak mengerti apa yang pria ini akan lakukan. Lewis harus melakukan semuanya se natural mungkin agar mereka bisa segera keluar dari tempat terkutuk ini. Tempat yang berhasil diketahui oleh para prajurit bayangannya dan Lewis pun berhasil mendapatkan akses masuk dari salah seorang anak buahnya.     

Lewis mengangkat tubuh Likha dan menggendongnya lalu merebahkannya ke atas kasur.     

"Apa yang akan anda lakukan? Tolong jangan … ini sudah … keterlaluan." Likha mengemis memohon kepada Lewis untuk tidak melanjutkan permainan mereka lagi.     

"Bagaimana ini, kamu pun belum berteriak mendesah untukku." Bisik Lewis lagi.     

"Aku … akan melakukannya sekarang." Jawab Likha setengah berbisik, dengan napas tersengal-sengal ketakutan.     

"Kamu tidak akan bisa, karena kamu tidak berpengalaman. Aku bantu caranya biar cepat ya."Lewis mengedipkan sebelah matanya dan akhirnya pria itu pun melancarkan aksinya demi pembebasan mereka.     

"Aaaaaahhhh … jangan tolong …" Lewis menyesap leher Likha tiba-tiba dan menggenggam kedua tangan perempuan itu di sisi kanan dan kirinya. Entah setan darimana, Lewis seperti terpancing dengan permainan yang dia pimpin sendiri. Naluri kelelakiannya timbul seketika. Melihat dada Likha yang membusung dan leher jenjang putihnya, membuat kejantanan Lewis tiba-tiba mengeras dan meminta lebih.     

"Jangan … tolong … Ummpppphhh …" Lewis mencium Likha untuk kedua kalinya, dengan dalam dan penuh hasrat. Diawali dengan perlahan-lahan lalu kelamaan semakin liar hingga perempuan yang terjerat penculikan itu mengeluarkan desahan sesungguhnya.     

"Tuan … jangan … hentikan …" Lewis semakin liar hingga menyusuri dada dan menyusupkan kepalanya ditengah-tengah dada Likha dan mencium menyesap kedua gunung kembar itu dari balik gamisnya.     

"Aaahhh … jangan … hik hik … tuan hentikan …" Habis sudah suara Likha karena menangis dan teriak sejak tadi. Hanya ada suara parau yang keluar dari tenggorokannya. Air mata Likha tidak hentinya menetes dari kedua bola matanya yang bening. Likha menggigit bibirnya agar tidak mendesah lagi. Pria yang awalnya hanya memainkan trik ini, ternyata malah terjebak ke permainan yang dibuatnya sendiri.     

"Maafkan aku …" Lewis melepaskan genggaman tangannya dan bergegas beranjak dari atas tubuh Likha lalu pria itu pun segera memakai bajunya kembali.     

Drrttt drrrt drrtt … "Baik, kami turun sekarang." Lewis menerima telpon yang dipastikan dari temannya. "Ayo kita keluar dari tempat ini." Lewis berkata kepada Likha namun tidak berani menatap wajahnya. Likha masih terpaku berbaring di atas kasur sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.