Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 192. Tempat Pelelangan (2)



II 192. Tempat Pelelangan (2)

0Dengan kurungan tertutup oleh kain panjang dan tebal, Likha merasakan tubuhnya ikut terangkat bersama sel ini. Bukan terangkat, tapi didorong seperti diatas kereta. Likha tidak tahu takdir apa lagi yang akan membawanya kali ini.     

Samar-samar perempuan yang sudah tidak lagi berhijab ini mendengar suara-suara seperti berdengung sekitarnya. Seperti banyak orang namun Likha tidak bisa melihat apa yang sedang terjadi dibalik penutup sel ini.Likha hanya menekuk tubuhnya dengan lutut rapat-rapat. Tidak ada yang bisa dijadikan penutup kepala. Likha sudah pasrah namun bibirnya terus berkomat-kamit menyebut asma Allah SWT.     

Tiba-tiba terdengar suara kencang memekakkan telinga. Suara seorang pria dengan pengeras suara dalam bahasa Inggris sehingga Likha bisa mengerti apa yang dikatakan pria tersebut.     

"Selamat datang di tempat luar biasa yang hanya terjadi satu bulan sekali ini. Tempat pelelangan bukan sembarang melelang. Tempat pelelangan paling terbesar dan hanya orang-orang tertentu yang memiliki akses untuk berada disini." Desir jantung Likha berdetak kencang, tubuhnya gemetaran mendengar kata lelang. Dia akan menjadi tontonan yang mungkin terdiri dari puluhan pasang mata. Andaikan bunuh diri bukanlah dosa besar, Likha sudah melakukannya sejak jilbabnya terlepas paksa oleh dua orang pria menyeramkan tadi.     

"Tanpa berlama-lama lagi, ini lah barang pertama yang akan dilelang malam ini. BUKA!" Tiba-tiba saja kain penutup sel dibuka secara paksa dan selebar-lebarnya. Mata Likha menatap sendu bukan puluhan lagi, tapi ratusan pasang mata yang menatapnya dengan berbagai macam pikiran masing-masing.     

"Masih muda, usia dua puluh lima tahun, cantik, dan belum pernah disentuh oleh pria manapun, alias masih PERAWAN. Hahaha … yang berminat, harga penawaran dibuka mulai dari 50 juta dan berlaku kelipatan 10 juta. DONGGG!     

Gendang ditabuh dan harga diri Likha pun mulai dipertaruhkan. Likha menunduk dengan wajah berderai air mata. Perempuan itu tidak berani menatap semua mata yang menatap takjub, buas, bahkan ada yang secara terang-terangan menjilat bibir mereka dengan lidahnya masing-masing. Namun, yang Likha tidak ketahui, di kursi paling atas, duduk seorang pria dengan mengepalkan tangan dan mengeraskan rahangnya serta sorot mata membunuh.     

"60 juta."     

"70 juta."     

"90 juta."     

Likha menutup kedua telinganya rapat-rapat dan menggeleng-gelengkan ingin berteriak sekencang mungkin. Dia tidak tahu harus meminta tolong pada siapa. Dia tidak mengenal satupun orang di negara ini. Hingga akhirnya terbersit satu nama yang muncul di kepalanya dan lalu diteriakkannya sekencang mungkin,     

"LEWIIIIIIIIIS!     

Sontak acara mendadak berhenti. Mereka termangu karena perempuan didalam sel masih bisa berteriak memanggil sebuah nama seolah-olah meminta pertolongan.     

"500 juta!" Semua yang hadir mendadak terdiam dan mencari asal suara yang langsung menghentikan proses tawar menawar. Seorang pria dengan postur tinggi dengan rambut agak panjang, berdiri dan memperlihatkan dengan jelas topeng joker yang dipakainya. Dial ah The Joker Man, begitu sebutan mereka yang biasa menghadiri lelang ini.     

Setelah pria itu menawarkan harga, tidak ada lagi yang berani menawarnya. Mereka yang tidak bisa melanjutkan penawaran pun mendesah kecewa.     

"Wah ternyata The Joker Man kali ini benar-benar menyukai wanita. Setelah sebelumnya yang dibeli adalah koleksi benda pusaka. 500 juta 1, 500 juta 2, 500 juta 3. DONGGGG! Wanita ini jatuh pada The Joker Man. Terima kasih atas perhatiannya semua. Tuan Joker Man. Silahkan urus pembayarannya segera dengan bagian keuangan kami. Selanjutnya …"     

Sel Likha didorong menuju ke belakang panggung, kedua tangannya yang terikat, ditarik menuju ke sebuah ruangan, yaitu kamar kosong. Likha didorong masuk kedalam kamar yang sangat mewah dan suasana serba putih. Likha tidak tahu harus berbuat apa. Kedua tangan dan kakinya diikat kencang. Hingga satu ketika pintu kamar pun bergerak terbuka kearah dalam. Likha menggeleng-geleng kepala ketakutan dan dia mencoba menarik tubuhnya menjauhi pintu kamar.     

-----     

"Darren, apa kamu kenal dengan yang namanya Dave Kingston?" Calista memutar tubuhnya yang semula menghadap kaca rias, kini ke arah kasur dimana suaminya masih setia dengan laptopnya. Dulu Darren lebih memilih lembur di kantor dan sampai rumah langsung tidur atau olahraga malam sebelum tidur. Sekarang, Darren memilih membawa pekerjaanya kerumah dan pulang lebih cepat. Karena kalau sudah sampai rumah, istrinya akan dengan setia menyuapi makanan jika pria ini terlalu sibuk dengan laptopnya. Dan, dia pun akan lebih punya banyak waktu mendengarkan segala cerita istrinya yang terkadang tidak perlu diceritakan tapi wajib didengarkan.     

"Suami temanmu?" Jawab Darren sambil jarinya tetap lincah diatas tust keyboard laptop.     

"Kamu tahu?" Calista tersenyum cerah dan matanya berbinar-binar. Perempuan itu pun lalu menghampiri sisi kasur tempat dimana suaminya menyibukkan diri.     

"Hmm, kamu sudah pernah cerita. Apa kamu lupa?" Tanya Darren lagi.     

"Oh benarkah? Mungkin …" Calista mengangguk-anggukkan kepalanya mirip mainan warna kuning yang dijadikan pajangan diatas dasbor mobil.     

"Ada apa dengan dia?" Tanya Darren sekali lagi.     

"Kalau tidak salah, dia itu … pacar cinta pertamamu ya?" Calista menyipitkan matanya menanti perubahan sikap dari Darren ketika perempuan itu menyebut 'cinta pertama'. Darren menghela napas dalam-dalam dan menghentikan jarinya beraktivitas lalu mengalihkan pandangan dari layar laptop ke wajah istrinya, yang sedang menyeringai sinis.     

"Kenapa kamu suka sekali mengungkit sesuatu yang pada akhirnya kamu pun akan kecewa dengan jawabannya? Tidak bisakah kita melupakan nama dia untuk selama-lamanya, seperti aku juga mulai melupakan dia?" Jawab Darren diplomatis.     

"Huh, bukan itu maksudku. Maksudku, pria itu sudah punya pacar tapi terhadap temanku juga tidak mau dilepaskan, bahkan cenderung posesif. Aku rasa dia punya kepribadian ganda. Atau, dia rakus. Atau, dia egois." Jawab Calista sambil melipat tangannya didepan dada dan bibirnya cemberut namun sorot matanya galak.     

"Hahaha, itu sifat alami pria. Kamu tidak tahu?" Darren seperti menemukan mainan baru malam ini. Konsentrasi kerjanya sudah terlanjur terpecah akibat hipotesa tidak masuk akal perempuan hamil.     

"Apa? Jadi, kamu juga akan berbuat seperti itu?" Calista mengerutkan dahi.     

"Well, meskipun itu sifat alami pria, tapi tidak semua pria seperti itu. Lagipula, aku yakin suami temanmu itu menganggap B adalah masa lalunya. Semua orang punya masa lalu kan?" Darren menarik tangan Calista yang terlipat diatas dada dan mendekapnya erat ke dadanya, setelah sebelumnya menyingkirkan laptop dari atas pangkuannya.     

"Sudahlah, besok kita akan melihat baby kita. Jangan terlalu memikirkan orang lain. Jaga mood untuk memikirkan yang penting-penting saja." Darren menepuk-nepuk lengan sang istri dengan penuh kelembutan, berbeda sekali dengan sikap yang dia berikan jika dihadapan bawahannya, tidak terkecuali Andrew.     

"Oh iya, baiklah. Kita tidur saja." Calista mengambil laptop Darren dan meletakkannya hati-hati ke atas meja rias yang ukurannya lebar itu. Calista pun kembali ke atas kasur dan masuk kedalam selimut yang sama dengan suaminya. Darren menyudahinya dengan mematikan lampu kamar yang ada disebelahnya. Sepasang suami istri itu pun menikmati malam yang dingin dengan tidur berpelukan. Dan, untuk kesekian kalinya, Darren akan bangun di tengah malam untuk melanjutkan pekerjaanya yang tertunda.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.