Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 190. Likha Diculik (3)



II 190. Likha Diculik (3)

0"APA? TIDAAAKK! Tuan Dave maafkan aku, tuan toloooong, jangan pecat saya. Tolong maafkan ucapan saya."     

"Kamu sih cari gara-gara. Kamu berdua harus bertanggung jawab. Aku tidak ikutan bergosip tadi!" Perempuan yang lain panik hampir menangis. Kelima perempuan itu pun menangis histeris mendapati diri mereka dipecat dan hal itu menjadi pemandangan bagi orang-orang sekitar.     

"Tidak perlu seperti itu. Kamu memutuskan sumber pendapatan mereka." Dian berkata saat mereka sudah berada didalam lift.     

"Biar mereka mencari sumber pendapatan di tempat lain. Kalau mau bekerja di tempatku, harus menjaga mulut dan bekerja sesuai peraturan." Jawab Dave sambil tersenyum tipis memandang wajah sang istri yang tampak cemas. Dave menyibak helaian rambut yang jatuh di pipi sang istri dan menyingkirkannya ke belakang telinga.     

"Kamu tidak perlu memikirkan apa kata orang. Yang perlu kamu pikirkan adalah, bagaimana membuatku senang selama satu minggu kedepan." Lirik nakal Dave membuat Dian menggeleng-gelengkan kepala tidak percaya. Sungguh dosa apa yang aku lakukan sebelumnya. Mendapatkan suami yang kejam, posesif, dan mesum dalam satu paket lengkap. Batin Dian berkata.     

"Selamat pagi tuan Dave." Seorang sekretaris perempuan menyambut kedatangan Dave dengan sorot mata berbinar-binar. Pakaian kerjanya yang sangat ketat dan roknya yang seksi dan minim, membuat Dian sebagai perempuan merasa jengah dan risih melihatnya. Mungkin kalau perempuan itu membungkuk, celana dalamnya akan terlihat jelas dari belakang dan belahan dadanya akan menyembul sempurna dari depan. Beruntung, Dian tidak menganggap Dave sebagai suami yang harus dicemburui, jadi Dian tampak biasa saja.     

Namun, sorot mata berbinar perempuan tadi meredup dan berubah menjadi sinis kala melihat Dave menggandeng mesra tangan Dian masuk kedalam ruangan kerjanya. Perempuan itu tidak mengetahui kalau Dian adalah mantan sekretaris Dave sebelumnya.     

"Buatkan aku segelas kopi dan segelas kopi susu. Antarkan kedalam segera." Perintah Dave pada sekretarisnya yang tampak jelas tidak suka pada Dian.     

"Baik tuan." Jawab sekretaris tersebut. Dan, dia pun berlalu menuju pantry.     

"Kamu lihat sendiri Dave, tidak ada yang menyukaiku disini. Lebih baik aku dirumah saja." Dian langsung menghampiri sofa dan duduk diatasnya.     

"Jangan pedulikan mereka, aku yang harus kamu pedulikan." Jawab Dave sambil menuju meja dan membuka jasnya untuk digantung ke tiang jas gantungan jas disebelahnya. Dave mengenakan kemeja putih panjang yang pas di badan sehingga menampakkan otot tubuh terutama dada yang sangat terjaga bentuknya. Dian sejenak terpaku menatapnya, namun sedetik kemudian dia memalingkan wajahnya ke arah lain. Dave yang sempat melihat perubahan wajah istrinya itu, menyeringai tipis.     

"Aku akan mengerjakan beberapa pekerjaan sebentar. Kemarilah sebentar." Dave menyuruh Dian untuk mendekatinya dan Dian pun berjalan malas-malasan mendekati suami iblisnya itu. Dave menarik tangan Dian tiba-tiba sehingga perempuan itu memekik kaget.     

"Apa yang kamu lakukan?" Dian yang sudah dalam posisi dipangku Dave, menjadi khawatir dan deg-degan kalau sekretarisnya masuk nanti. Tidak mungkin akan melihat dirinya dalam posisi seperti ini.     

"Duduklah dengan diam. Aku harus bekerja." Dave berkata sambil mengusap wajah mulus dan cantik Dian yang tak bosan-bosannya dipandang pria berambut panjang tersebut.     

"Ya sudah kamu bekerja saja. Aku duduk disana. Lepaskan aku! Nanti sekretarismu datang dan melihat kita begini." Ujar Dian panik ketakutan sambil meronta meminta untuk dilepaskan.     

"Kenapa kamu panik? Kamu adalah istriku. Yang lain tidak penting bagiku." Jawab Dave. Perlahan jari jemari Dave membuka kancing depan di gaun terusan yang dipakai sang istri.     

"Kamu jangan macam-macam! Hentikan!" Dian memegang tangan Dave dengan satu tangan, sementara tangan lainnya melingkar di leher sang suami untuk menjaga keseimbangan dia duduk. Sorot mata Dian yang melotot tidak bisa menghentikan tangan Dave yang berotot untuk melanjutkan gerakannya.     

"Tenanglah, aku hanya minta sedikit sarapan." Jawab Dave dengan santainya.     

"Sarapan apa? Kamu sudah mendapatkannya dirumah pagi ini." Jawab Dian. Sungguh perempuan itu ingin menangis rasanya kalau Dave sudah memaksakan kehendaknya di tempat yang tidak ladzim.     

"Aku mau lagi. Setelah ini, aku ijinkan kamu bertemu dengan temanmu, Calista." Jawab Dave lagi. Lidahnya mulai menelusuri dada sang istri dan menyesapnya penuh hasrat.     

"Ishh pelan-pelan. Ahhh … tadi kamu bilang apa? Calista?" Antara heran dan geli, Dian harus menahan suaranya agar tidak mendesah meski akhirnya kelolosan juga.     

"Hmm …" Dave berhasil meninggalkan jejak di dada Dian. Merasa nanggung, Dave turun ke bawahnya lagi dan akhirnya kuncup gunung kembar itu berhasil disesapnya seperti anak bayi yang menyusu pada ibunya. Dian menggigit bibirnya menahan geli dan menjambak rambut Dave pelan.     

"Sudah, hentikan. Aku harus pergi." Dian mendorong kepala Dave untuk menjauh dari dadanya dan perempuan itu segera bangkit dari pangkuan Dave dan menutup kancing gaunnya. "Kamu keterlaluan!" Dian menggeram dan meninggalkan Dave seorang diri yang terkekeh lalu menyandarkan punggungnya ke kursi. Perempuan itu segera menuju kamar mandi yang ada didalam kamar khusus disebelah ruang kerjanya, untuk merapihkan dirinya.     

Tok tok tok …     

"Kopi hitam dan kopi susunya pak." Sekretaris itu masuk dan meletakkan dua cangkir kopi di meja yang tersedia khusus untuk tamu.     

"Hmm." Dave tidak memberikan tatapan ke sekretarisnya. Alih-alih, matanya justru terfokus pada layar laptop dan bekerja secepat mungkin aga bisa segera pulang dan bercinta dengan sang istri dengan cara yang baru saja mereka temukan pagi ini.     

-----     

Setelah lelah menangis, Likha duduk menekuk lututnya di pojok kurungan. Dari arloji yang ada ditangannya, dirinya sudah berada di tempat ini sekitar tiga jam lamanya. Tapi, belum ada tanda-tanda akan datangnya pertolongan. Namun, tiba-tiba dua orang pria dengan postur tinggi besar menyeramkan, datang mengetuk-ngetuk teralis kurungan dengan tongkat besi yang digenggamnya. Mereka mengatakan sesuatu dalam bahasa mereka yaitu Italy yang sudah pasti tidak dimengerti Likha.     

Likha semakin merapatkan tubuhnya ke dinding kurungan yang terbuat dari batu bata tanpa plester. Sorot mata Likha menjadi panik meredup ketika dua orang pria itu melihat padanya dan mendekati dirinya.     

"Kalian mau apa? Lepaskan aku!" Tubuh Likha diseret dan kedua tangannya dicengkeram di sisi kanan dan kiri. Likha meronta-ronta minta dilepaskan. Semua perempuan yang ada didalam kurungan menatap sedih Likha yang akan menjadi korban berikutnya untuk di lelang.     

"Taci, non fare rumore! (Diam, jangan berisik!)." Ucap salah satu diantara dua pria yang menggiring Likha untuk keluar dari kurungan dan menuju suatu tempat. Likha tidak tahu mereka berkata apa. Likha hanya tahu kalau hidupnya dalam bahaya tapi dia tidak tahu harus berbuat apa. Benar kata perempuan yang ditemuinya pertama kali masuk kurungan. Dirinya akan ditempatkan ke dalam sebuah sel kurungan berbentuk kotak persegi yang digembok rapat.     

Namun, apa yang mengejutkan dirinya adalah salah seorang pria melepas jilbabnya dengan paksa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.