Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 188. Likha Diculik (1)



II 188. Likha Diculik (1)

0"Aku malu. Aku hanya mantan seorang sekretaris, kalau tiba-tiba datang dengan memperkenalkan diri sebagai istrimu, pasti mereka berpikir macam-macam. Aku tidak mau!" Jawab Dian sambil menolehkan wajahnya ke kaca sebelah kirinya.     

"Huh, mereka yang membicarakanmu, berarti mereka sudah harus mencari pekerjaan di tempat lain." Dave berkata dengan tegas.     

-----     

Beberapa jam kemudian, di tempat berbeda, seorang perempuan hamil dengan celemek ditubuhnya dan rambut panjang yang digulung hingga keatas kepalanya menyerupai stupa candi, sedang sibuk menyiapkan makanan untuk suami tercinta. Setelah satu jam lebih berkutat di dapur, Calista tidak menghendaki seorangpun membantunya memasak, kecuali untuk membereskan sisa peralatan memasaknya, akhirnya soto ayam dengan berbagai macam pelengkap sudah tersaji rapih diatas meja makan. Lengkap dengan pilihan lontong atau nasi.     

Calista meminta Darren yang tidak terbiasa makan nasi untuk mencoba makan nasi minimal sehari sekali. Dan, biasanya pria blasteran itu memilih makan nasi di waktu malam hari agar kenyang lebih lama sampai pagi. Satu jam lagi Darren tiba dari kantor, kalau tidak ada halangan berarti. Calista bergegas menuju kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian.     

Orang yang ditunggu pun tiba. Darren datang tepat setelah Calista selesai berpakaian.     

"Aku terlambat kah?" Darren berkata saat masuk kedalam kamar.     

"Tidak kok. Kamu mandi dulu baru habis itu kita makan."     

"Okay, tunggu aku ya. Aku mandinya cepat." Jawab Darren dan langsung menuju kamar mandi setelah melepas setelan jas kerjanya. Calista telah menyiapkan pakaian santai untuk Darren di kamar mandi.     

Kurang dari setengah jam, sepasang suam istri itu pun keluar kamar untuk menikmati makan malam buatan sang istri. Meja yang tertata apik dan tersaji lauk pauk secukupnya untuk dua orang itu pun, mampu membuat Darren penasaran rasa masakan kali ini.     

"Ini apa?" Darren melihat benda yang dirasanya aneh dan baru pertama kali dilihat.     

"Kamu tinggal di Indonesia sudah berapa lama?" Calista penasaran juga akhirnya dengan masa tinggal Darren di Indonesia.     

"Aku tinggal disini sejak kuliah. Mami dan papi selalu menyajikan makanan ala western dirumah. baru kali ini saja semua serba Indonesia." Jawab Darren.     

"Ohhh … ok. Oya, ini namanya telur asin. Dibuat dari telur bebek yang diasinkan dengan cara diperam menggunakan abu dan garam selama kurnag lebih satu minggu. Lalu dibersihkan dan dikukus deh telurnya." Calista menjelaskan.     

"Ooh, teman-teman kuliahku tidak ada yang memperkenalkan telur ini sebelumnya." Jawab Darren.     

"Ya sudah, ayo kita makan sekarang. Keburu dingin." Calista memberikan satu sendok nasi ke atas piring Darren. Pria bermanik mata hijau itu menolak nasi dalam jumlah banyak.     

Setelah itu Calista menyiapkan soto dan tambahan lainnya.     

"Bagaimana rasanya?" Calista menyeringai lirih, khawatir makanannya tidak enak.     

"Nice, it tastes good. Wonderful. Kamu bisa buka kafe untuk memperkenalkan rasa soto ini." Jawab Darren sumringah.     

"Ya ya ya, kafe soto. Ide yang bagus." Calista tertawa dalam hati. Mana ada kafe jualan soto. Huft. Batinnya.     

-----     

"Lewis, hari ini adalah hari terakhir perawat itu berada disini. Setelah dia pergi, aku ingin kita berjalan-jalan keliling Eropa. Bagaimana?" Grace yang sudah kembali dari berkunjung kerumah keluarganya, mulai menggelayut manja di lengan Lewis yang sedang sibuk dengan laptopnya di ruang tamu.     

"Maaf Grace, aku sedang sibuk. Aku menemanimu ke Italy dengan meninggalkan setumpuk pekerjaanku di Indonesia." Lewis menjawab tanpa memalingkan wajahnya dari layar laptop.     

"Oya, kemana Likha?" Lewis yang sejak pagi sampai siang ini tidak melihat Likha, mulai merasakan kehilangan.     

"Huft, perempuan kuno itu lagi. Tadi pagi aku lihat dia keluar, dan sampai sekarang belum kembali. Huh, mungkin dia sudah punya pacar orang Italy." Jawab Grace sambil menyeringai sinis.     

"What? Dan kamu membiarkan begitu saja?" Lewis menutup laptop dan meletakkannya di atas meja pojok dekat jendela seperti biasa. Pria itu pun bergegas memakai jaketnya untuk keluar dari kamar apartemennya.     

"Kamu mau kemana? Jangan bilang kalau kamu mau mencari dia." Grace menatap nyalang Lewis yang mulai mengacuhkannya semenjak ada Likha di tengah-tengah mereka.     

"Grace, aku bawa Likha kesini jauh dari negaranya jauh dari keluarganya adalah untuk menemani kamu berobat. Dia tanggung jawabku selama berada disini, paham kamu?" Lewis segera keluar kamar setelah menyusupkan telpon genggamnya kedalam saku jaketnya.     

"SIAL!" Grace melempar bantal kursi ke lantai dengan marahnya. Antara dia dan Lewis memang tidak ada ikatan khusus sebagai pacar atau apapun. Tapi, hanya kepada Lewis lah Grace selalu mengandalkan kemampuan dan uluran tangannya untuk menangani banyak masalah.     

Lewis segera memburu lift untuk turun ke lantai satu. Sebelumnya, pria itu memencet beberapa nomer yang mengacu ke Likha, perempuan Indonesia yang sama sekali belum pernah pergi keluar negeri dan tidak bisa bahasa Italy itu.     

"Ayo angkat Likha. Kemana saja kamu?" Lewis geram bukan main Likha tidak menerima panggilan telpon darinya. Sambungan telpon masuk tapi tidak ada yang mengangkatnya.     

Satu jam sebelumnya,     

Likha turun dari kamar apartemen milik Lewis setelah sarapan untuk menikmati suasana Italy terakhir kalinya. Likha mengandalkan MAPS yang tersedia di aplikasi negara tersebut. Tujuan Likha kali ini adalah taman kota yang letaknya tidak jauh dari gedung apartemen. Hanya berjalan kaki lima menit maka sampailah perempuan berhijab yang mengenakan coat panjang warna coklat dengan jilbab warna coklat, sepatu boots warna hitam dan tentu saja gamis berkancing warna salem.     

Likha sangat menikmati suasana yang menurutnya sangat berbeda jauh dengan Bali, tempatnya berada. Saat ini cuaca berkisar 5 derajat celcius. Sangat dingin untuk perempuan yang biasa tinggal di negara tropis.     

"Ciao bella ragazza, cosa fai da sola? (Halo perempuan cantik, sedang apa sendirian saja?)" Tiba-tiba dari arah belakang Likha yang sedang duduk sendirian menikmati bunga-bunga cantik yang ada di taman, muncul tiga orang pria berkulit putih dengan tampang sangat mencurigakan.     

"I'm sorry, I don't speak Italian." Ujar Likha. Dia memang tidak bisa bahasa Italia tapi dia bisa bahasa Inggris karena hampir setiap hari pasiennya di Bali adalah turis mancanegara.     

"Hahaha, risulta essere uno straniero. cosa dovremmo fare con lui, ragazzi? (Hahaha, ternyata orang asing. Apa yang harus kita lakukan padanya, teman-teman?)" Ucap salah seorang pria yang bertubuh paling besar diantara yang lain.     

Menyadari ada yang tidak beres akan terjadi, Likha segera bangkit dari duduknya dan bergerak ke arah kumpulan ibu-ibu untuk menyelamatkan diri. Sayangnya, ketiga pria itu lebih gesit dan tangan mereka lebih panjang. Dengan sekali tarikan di lengan Likha, perempuan ini jatuh ke pelukan bos mereka yang berbicara terus sejak tadi.     

"Aahhh, lepaskan aku! Tol ummppph …" Suasana sepi yang mendukung, membuat Likha dengan mudah dibekuk dan digiring ke mobil yang telah menunggu mereka sejak tadi. Likha menjatuhkan telpon genggamnya dan bros yang dibelikan Lewis saat mereka berjalan-jalan ke Brera District!     

Dan, Likha diculik di siang hari …     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.