Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 187. Hidup Harus Terus Berjalan



II 187. Hidup Harus Terus Berjalan

0"Aku suka bibirmu, hidungmu, matamu, dan semua yang ada pada dirimu. Dulu, aku adalah petualang wanita. Tidak ada wanita yang tidak bertekuk lutut di hadapanku. Kini, aku mendapatkan karmanya. Aku bertekuk lutut di hadapan istriku sendiri." Ujar Dave dengan suara beratnya.     

Dian hanya bisa mendengarkan dengan napas yang tertahan. Kedua tangannya menekan dada Dave agar tidak menyentuh kulitnya. Dian merasakan hawa mencekam akan terjadi di kamar mandi ini kalau dave sampai menempelkan tubuh telanjangnya ke tubuh dirinya sendiri yang tanpa selembar benangpun.     

"A-aku sudah selesai mandi. Kamu lanjutkan sendiri saja." Dian mencoba melarikan diri namun Dave mengurungnya dengan kedua tangannya yang menempel ke dinding dan wajahnya yang sangat dekat dengan wajahnya.     

"Uhhh, kenapa lama sekali satu minggu lagi? Aku ingin memakanmu sekarang juga." Napas Dave yang berhembus ke lehernya dengan hawa nafsu yang mulai muncul lagi setelah pergulatan mereka di kasur sebelumnya.     

"Dave, biarkan aku menyingkir dari hadapanmu satu minggu ini. Setelahnya, aku akan menerima apapun yang akan kamu lakukan padaku." Jawab Dian. Apapun akan Dian lakukan agar bisa menjauh dari pesona suami iblisnya.     

"Benarkah?" Kedua mata Dave berkilat penuh semangat. Seperti menemukan sesuatu kesenangan baru.     

"Ya. Tapi sekarang aku harus keluar dari sini. Dan, kita tidak usah satu kamar lagi, okay." Dian segera berlari secepat mungkin mengambil handuknya dan keluar dari kamar mandi dalam keadaan masih basah.     

"Huft, aku selamat." Gumam Dian sambil menarik napas lega. "Sekarang aku harus keluar dari kamar ini tapi pakaianku sudah tidak utuh lagi. Huh." Dian mencoba melihat isi lemari dan mencari pakaian yang masih ada didalamnya. Benar saja, pakaiannya masih ada semua. Dian pun mengambil segera apa yang bisa dipakai agar dia segera keluar dari kamar ini, menghindari terkaman dari harimau yang kelaparan.     

Sementara didalam kamar mandi, pria yang ditinggalkan tersenyum-senyum senang. Dia memang tidak mendapatkan liang kewanitaan sang istri, namun dia mendapatkan hal baru yang bisa membuatnya terpuaskan setidaknya sampai satu minggu kedepan.     

"Nyonya, anda disini rupanya? Aku mencari nyonya kemana-mana." Feni yang sudah dua kali bolak-balik ke kamar Dian, akhirnya menemukan majikannya baru keluar dari kamar tuan muda mereka.     

"Iya, aku lapar. Kita ke meja makan saja sekarang." Dian beranjak menuju ruang makan, diikuti oleh Feni yang bergegas berjalan cepat menyusul majikannya.     

Dian tampak sangat lahap menyantap sarapannya seorang diri. Feni yang melihat nyonya majikan makan yang seperti orang habis lari marathon itu tersenyum lirih. Setelah menghabiskan makan pagi yang telat, Dian kembali ke kamar tempatnya menyendiri untuk mengganti bajunya menjadi lebih santai. Dian memilih kaos lengan pendek agak longgar dengan kerah tinggi dan rok jeans selutut warna biru. Sungguh penampilan Dian seperti model pakaian jeans yang ada di majalah. Dengan rambut sebahu belah pinggir dan pakaian santainya, Dian seolah sudah bangkit dari keterpurukannya.     

"Nyonya tampak sudah lebih baik." Feni ikut senang melihat perubahan sikap nyonya majikannya.     

"Feni, satu yang kamu harus pelajari. Hidup harus terus berjalan. Percuma saja aku menghindar saat ini. Kemanapun aku pergi, dia pasti menemukanku. Saat ini … aku hanya bisa menjalani takdir yang harus kujalani." Ujar Dian sambil tersenyum menatap pemandangan di luar dari balik jendela.     

Tok tok tok …     

"Masuk." Sahut Dian.     

"Nyonya, mohon maaf … ditunggu tuan di meja makan." Seorang pelayan perempuan masuk dengan membungkuk hormat memberitahukan maksud kedatangannya mengetuk pintu kamar.     

"Aku sudah makan. Kamu tidak memberitahukan itu padanya?" Tanya Dian tidak mengerti.     

"Maaf nyonya, say a tidak berani." Ujar pelayan itu tanpa menatap wajah majikannya.     

"Huft, semua orang takut padanya. Baiklah, aku akan ke bawah." Pelayan itu pun tersenyum senang dan menutup pintu kembali.     

Dian merapihkan rambut dan pakaiannya terlebih dahulu sebelum keluar. Bukan demi Dave yang akan melihatnya, tapi Dian tidak ingin tampak kucel dihadapan siapapun. Perempuan itu pun keluar kamar diikuti Feni yang menutup pintu dibelakangnya.     

Dave yang sedang melahap makan pagi kesiangan, melihat Dian menuruni anak tangga dengan pakaian santainya, membuatnya menatap tajam dan menyunggingkan senyuman tipis.     

"Kamu sudah makan?" Dave bertanya,     

Dian duduk di sebelah kanannya dengan sikap sempurna menghadap meja. Namun, dia tidak bermaksud untuk menikmati makan keduanya.     

"Sudah.' Ujar Dian singkat dengan wajahnya menatap arah lain, selain Dave.     

"Kamu mau kemana hari ini?" Tanya Dave lagi.     

"Tidak kemana-mana. Mungkin hanya berjalan-jalan sekitar perumahan ini." Jawab Dian singkat.     

"Dengan pakaian seperti itu?" Dave mendelik.     

"Seperti apa?" Perempuan itu tidak mengerti dan mengamati pakaian yang sedang dikenakananya. Tidak seksi, tidak pendek, dan tidak menerawang. Apa ada yang salah? Pikirnya.     

"Pakaianmu terlalu banyak menampilkan lekuk tubuh. Ganti dengan yang lain!" Jawab Dave singkat lalu menenggak minuman air putih yang tersaji disebelah kanannya.     

"Aku sudah menutupi bekas jejak yang kamu tinggalkan dengan pakaian ini. Kamu mau aku pakai apa lagi? Daster?" Jawab Dian setengah berbisik.     

"Ikut aku!" Dave menarik lembut tangan Dian menaiki anak tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua.     

"Ohhh …" Dian merengutkan bibirnya dan mengeluh mendapati tangannya ditarik Dave tanpa seijinnya.     

Dave masuk menuju kamarnya sendiri dan menutup pintu lagi. Pria yang telah mendapatkan kepuasan batin itu dalam dua belas jam terakhir, membuka pintu lemari dan mengamati sejenak isinya lalu mengambil satu pakaian yang tergantung di hanger.     

Sebuah dress terusan pendek motif floral sepanjang betis. Tidak lupa bolero warna merah muda.     

"Ganti sekarang dan ikut aku segera." Ujar Dave.     

"Kita mau kemana?" Dian mendekap pakaian yang diberikan didadanya.     

"Kamu ganti baju dulu, nanti aku kasih tahu." Ujar Dave dengan lembut.     

Dian pun beranjak menuju kamar mandi untuk mengganti pakaian. Lima menit kemudian, Dian sudah berganti pakaian menjadi lebih elegan dan anggun. Dave puas melihat perubahan yang terjadi padanya. Dave pun menarik kembali tangan istrinya untuk keluar dari kamar.     

"Sekarang apa lagi? Eh tunggu dulu." Dian mengambil tas selempangnya dan mereka pun keluar dari kamar. Dave menyuruh Dian untuk masuk kedalam mobil.     

"Kita akan kekantorku." Ujar Dave.     

"APA? Oh tidak jangan, banyak teman-temanku disana, aku tidak mau bertemu mereka dalam keadaan seperti ini." Ucap Dian dengan suara lemah.     

"Keadaan seperti apa? Mereka harus tahu siapa istri dari seorang Dave Kingston." Dave yang mengemudikan sendiri mobil sportnya kali ini, menatap heran wajah sang istri. Disaat perempuan manapun berlomba-lomba ingin menunjukkan kelasnya dengan memperkenalkan pacar dan suami mereka, Dian justru enggan untuk mengakuinya. Dave mengernyitkan alis.     

"Aku malu. Aku hanya mantan seorang sekretaris, kalau tiba-tiba datang dengan memperkenalkan diri sebagai istrimu, pasti mereka berpikir macam-macam. Aku tidak mau!" Jawab Dian sambil menolehkan wajahnya ke kaca sebelah kirinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.