Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 186. Perempuan Penyebar Fitnah



II 186. Perempuan Penyebar Fitnah

0"Ayo cepat-cepat ikuti aku, aku tidak mau berlama-lama disini." Ujar perempuan hamil yang melirik arloji di tangan kirinya. Semuanya berpacu dengan waktu, belum lagi masaknya juga lumayan lama. Calista berjalan cepat menuju pintu masuk sementara Ivan menyusul dibelakang dengan langkah-langkah panjangnya.     

Calista langsung menuju rak sayuran. Ivan mengekor dibelakang dengan mendorong trolley nyonya majikannya. Tidak ada interaksi percakapan diantara mereka karena Calista sibuk dengan memilih baran sementara Ivan sibuk mendorong trolley yang muter kesana kemari mengikuti langkah kaki perempuan hamil yang berjalan di sebelah kirinya.     

"Kepala toge, daun bawang, kentang untuk topping, kacang tanah, bihun, dan tidak lupa bahan utamanya tentu saja seekor ayam yang sudah dibersihkan dan berupa potongan. Setelah semuanya cukup, Calista berjalan menuju kasir. Ivan menyingkir dan menuju parkiran, setelah dipersilahkan oleh perempuan hamil.     

"Calista?" Seorang perempuan muda sebaya dengan Calista, menghampirinya saat berada di antrian kasir.     

"Vivi? Benar Vivi bukan?" Calista tampak ragu namun dia yakin kalau yang menegurnya adalah teman kuliahnya.     

"Ya benar, aku Vivi. Itu tadi siapa? Suami kamu?" Tanya Vivi lagi dengan seringai sinisnya. Calista menghela napas. Ternyata karakter itu tidak akan berubah sampai kapanpun. Vivi adalah perempuan penebar gossip di sekitaran kampus. Tidak ada yang lolos dari pengamatannya. Dan, dia punya akun instagram khusus untuk menyebarkan aib orang-orang sekitarnya, meskipun beberapa diantaranya ada yang benar.     

"Bukan, suamiku sedang bekerja." Tidak mungkin juga kan bilang kalau Ivan adalah pengawalnya. Makin heboh saja nanti beritanya.     

"Ohh begitu, tapi kulihat tadi kalian mesra sekali saling bantu mendorong trolley dan mengambil barang." Jawab Vivi dengan gayanya yang memaksa.     

"Memangnya tadi kamu lihat aku dan dia gandengan tangan? Ciuman? Pelukan? Atau saling mendekap erat?" Tanya Calista kembali.     

"Ya mungkin saja saat aku tidak melihatnya. Terus siapa dong kalau bukan suami? Selingkuhan?" Sungguh Vivi ini cocok sekali jadi wartawan berita infotainment. Mengulik kehidupan artis dari yang tidak bermasalah menjadi bermasalah, dari yang baik-baik saja menjadi bubar.     

"Mau tahuuu saja." Calista mendorong trolleynya maju karena giliran menuju kasir semakin dekat.     

"Cih! Kamu ambil cuti satu tahun karena mau menikah kan? Pasti menikah dengan suami orang atau karena kamu sudah hamil duluan." Jawab Vivi lagi pantang menyerah.     

"Huft, Vivi, aku mau belanja, tidak mau bergosip atau meladeni khayalanmu yang terlalu tinggi. Maaf, aku tidak ada waktu." Calista meletakkan barang-barang belanjaanya ke atas meja kasir untuk dihitung. Perempuan berambut merah yang baru datang itu pun mendecih sinis mendapati dirinya terabaikan.     

Setelah 5 menit akhirnya Calista menuntaskan belanjanya dan buru-buru ingin kembali ke mobil. Perempuan hamil itu malas meladeni Vivi yang terlalu banyak bicara dan suka menebar fitnah.     

"Heiii Calista, tunggu aku!" Vivi mengejarnya dibelakang dan karena Calista tidak boleh berlari, maka langkah kakinya pun tersusul oleh Vivi.     

"Mau apa lagi? Aku buru-buru harus pulang." Jawab Calista. Vivi berdiri di depan menghalanginya hingga Calista tidak bisa melanjutkan langkahnya.     

"Kamu kenapa sih? Kalau kamu benar kamu tidak perlu melarikan diri seperti itu." Vivi tersenyum sinis melihat Calista yang seolah-olah sedang menyembunyikan aibnya. Makanan empuk nih untuk di kampus besok, batin Vivi berkata.     

"Aku benar atau tidak, apa urusanmu? Kamu cari mangsa lain saja untuk dijadikan bahan fitnahan kamu di kampus. Aku tidak peduli!" Jawab Calista sambil menabrak Vivi hingga perempuan itu menyingkir dari hadapannya.     

"Hei, kurang ajar sekali! Kamu pikir kamu itu siapa?" Vivi melayangkan tangannya hendak menjambak rambut Calista namun Ivan yang sejak tadi memperhatikan, menangkap tangan tersebut dari arah depan yang tidak terlihat oleh Vivi.     

"Ihhhh, sakit. Kurang ajar! Beraninya sama perempuan!" Vivi meronta minta dilepasakan cekalan tangan Ivan di pergelangan tangan kanannya.     

"Toko ini ada CCTV. Kalau kamu mau mengadu, pastikan kamera CCTV itu ikut menjadi bukti, siapa yang kurang ajar terlebih dahulu." Jawab Ivan dengan ekspresi datar sambil menghempaskan tangan Vivi menjauh. Perempuan pengacau itu meringis memijat tangannya sambil menatap tajap pria yang tadi mencengkeram tangannya menjauh. Calista sudah tidak terlihat lagi karena sudah masuk kedalam mobil.     

"Kurang ajar! Aku pasti dapatkan berita tentang kamu, Calista! Huh, primadona kampus justru menjadi istri simpanan suami beristri. Hahaha … kamu pasti habis!" Rutuk Vivi sambil memungut belanjaannya yang berserakan di lantai halaman luar toko.     

"Huft, bisa-bisanya aku bertemu biang gossip." Gumam Calista.     

"Anda tidak apa-apa nyonya?" Ivan bertanya sambil memutar kendali setir menuju pintu keluar toko grosir terbesar tersebut.     

"Aman. Oya, Ivan. Jangan beritahu hal sepele seperti ini ke bos kamu ya. Aku tidak mau hal ini dijadikan alasann olehnya untuk mengurungku dirumah seharian." Ujar Calista sambil mengerucutkan bibir.     

"Baik, nyonya." Ivan pun berpikir selama nyonya majikannya tidak menderita luka, tidak ada yang perlu dilaporkan ke tuan majikannya.     

"Terima kasih, ya sudah ayo kita ngebut. Aku hanya punya waktu 2 jam untuk memasak." Sahut Calista.     

Ivan pun meluncurkan mobil menuju mansion dengan kekuatan cepat sesuai arahan majikannya.     

-----     

"Apa yang aku lakukan? Kenapa aku bisa bertindak diluar nalarku?" Dian masuk kekamar mandi membersihkan tubuhnya karena aroma dan pekatnya cairan kental bertebaran di wajah, leher, dan tangannya. Perempuan cantik dengan rambut sebahu itu menikmati guyuran air hujan dari kran shower yang dingin menyegarkan.     

Namun, keasyikannya membersihkan diri harus terusik dengan sepasang tangan kekar yang memeluk perutnya dari belakang.     

"Oh, hentikan, aku sedang mandi." Perempuan itu kaget bukan main dan seketika membalikkan tubuhnya. Sudah bisa ditebak suami yang sangat menggilai dirinya itu, menyusulnya kedalam kamar mandi.     

"Aku juga mau mandi." Dave mengusap wajah dan rambut panjangnya yang menyamai Dian, dibawah air shower. Sepasang suami istri itu pun mandi bersama di pagi hari dengan melewati makan pagi mereka setelah menciptakan badai tornado dikamar utama dengan sprei yang berantakan.     

Melihat Dave yang akan mandi, Dian menyudahi mandinya dengan menyingkir untuk mengambil handuk. Namun, Dave tidak akan pernah membiarkan istri yang susah payah didapatkannya ini, pergi begitu saja. Tangan Dian ditarik lembut, dan tubuhnya dipepet hingga menempel ke tembok.     

"Kamu mau apa lagi?" Dian menatap mata Dave dengan pandangan penuh waspada.     

Dave meraba wajah cantik sang istri dengan jarinya. Seluruh bagian wajah Dian ditelusurinya baik-baik dengan sangat detail bahkan Dave memberi perhatian lebih lama ke bibir Dian sambil mengusap dengan ibu jarinya.     

"Aku suka bibirmu, hidungmu, matamu, dan semua yang ada pada dirimu. Dulu, aku adalah petualang wanita. Tidak ada wanita yang tidak bertekuk lutut di hadapanku. Kini, aku mendapatkan karmanya. Aku bertekuk lutut di hadapan istriku sendiri." Ujar Dave dengan suara beratnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.