Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 183. Serangan Bertubi-tubi di Pagi Hari



II 183. Serangan Bertubi-tubi di Pagi Hari

0"Selamat datang dirumah kami, sayang." Agnes membuka pintu untuk menyambut anak tercinta yang datang berkunjung ke rumah untuk pertama kali. Sayangnya, Donni tidak sedang berada dirumah. Pria yang memiliki postur tinggi besar itu sedang bertemu dengan klien besar di luar pulau.     

"Mamah, maaf aku datang sendiri. Darren hari ini masih sibuk bekerja." Ujar Calista sambil melangkahkan kaki masuk kedalam rumah Agnes. Pandangan matanya menyusuri seisi ruangan sejauh mata memandang. Tidak ada benda yang tidak fungsional. Ukuran rumah yang sangat luas namun terlihat luas dan lega. Agnes dan Donni sepakat tidak menumpuk barang tidak perlu dirumah mereka. Bahkan vas bunga ukuran raksasa yang biasa dimiliki rumah-rumah orang berada, tidak nampak disana.     

"Bagaimana keadaanmu? Apakah kehamilanmu baik-baik saja? Maksud mamah, kamu mengalami mual-mual dan mabuk di pagi hari kah?" Agnes menuntun Calista untuk duduk di sofa panjang warna krem yang ada diruang tamu. Tidak berapa lama, seorang pelayan datang membawakan minuman segar dan dingin berwarna merah cerah.     

"Awal-awal iya mah, aku mabuk sampai payah selama 2 minggu. Tapi, sekarang sudah berkurang. Papah kemana?" Calista tidak melihat penampakkan Donni didalam rumah, sehingga memancing rasa penasarannya.     

"Biasa, sama seperti suamimu, sibuk luar biasa. Hehe. Ayo diminum dulu." Agnes mengambil gelas minuman beserta tatakannya untuk diberikan kepada anaknya. Dan, dia pun mengambilkan untuk diri sendiri.     

"Terima kasih mah, merepotkan saja."     

"Sama sekali tidak. Oya, ceritakan dong ke mamah awal mula kamu kenal Darren bagaimana." Agnes merasa hari ini akan sangat berharga buatnya. Hari ini dia akan menjalin hubungan dengan lebih baik pada anak semata wayangnya yang lama tidak bertemu.     

Calista terdiam sejenak mendengar pertanyaan Agnes dan bibirnya menyunggingkan senyum tipis.     

"Mamah pasti tidak akan percaya. Dan, aku pun sampai saat ini masih tidak percaya dengan apa yang aku lakukan." Calista menggeleng ringan kepalanya.     

"Ada apa? Ceritakan saja. Jangan sungkan-sungkan sama mamah. Mamah ingin kamu selalu terbuka pada mamah dan menjadikan mamah tempat curhat yang nyaman dan bisa dipercaya." Ujar Agnes.     

"Aku tidak tahu harus bilang atau tidak. Karena, itu tidak ladzim." Jawab Calista.     

"Ada apa sih? Kamu membuat mamah penasaran saja." Agnes bertanya dengan berkali lipat rasa penasaran membuncah.     

"Mamah jangan kaget ya." Ujar Calista.     

"Ya …"     

"Aku … dan Darren … menikah karena kontrak." Jawab Calista. Singkat, namun membuat Agnes membelalakkan matanya lebar-lebar dan mulutnya menganga.     

"Apa?"     

-----     

Perlahan perempuan itu membuka matanya. Matahari pagi yang masuk menembus tirai jendela kamar yang tidak ditutup semalam, membuat kedua kelopak matanya merasa silau. Namun, perempuan itu merasakan ada tangan berat yang menindih perutnya. Bunyi napas teratur pun berhembus di lehernya sehingga kulit tubuhnya merasa geli.     

Dian membuka matanya dan menemukan, dirinya berada dalam pelukan Dave, pria yang berstatus sebagai suami. Seingat Dian, semalam dia tidur di kursi sofa, sementara Dave berada di atas kasur. Apakah Dave semalam membopongnya ke atas kasur? Dian tidak bisa berpikir banyak dengan posisi terikat seperti ini.     

Perlahan-lahan dia mengangkat tangan Dave agar menyingkir dari perutnya. Namun, tenaga pria itu saat sedang tidur pun masih saja lebih kuat daripada dirinya yang sudah bangun.     

"Kamu mau kemana?" Dave tiba-tiba bersuara sehingga Dian terhenti sejenak dalam usahanya untuk melepaskan diri.     

"Sudah pagi, aku mau kembali ke kamar." Jawab Dian, sambil mengangkat tangan Dave dari perutnya.     

"Ini kamarmu. Mulai hari ini, kamu kembali ke kamar ini." Ujar Dave, merelakan tangannya terangkat dan tubuhnya kembali terlentang. Dian baru menyadari kalau Dave bertelanjang dada. Beruntung, dirinya masih lengkap mengenakan piyama. Dian menghela napas lega.     

"Aku tidak percaya denganmu. Aku akan kembali ke kamarku sendiri sampai satu minggu kedepan." Ujar Dian. Baru saja Dian akan bangkit dari kasur, tangan kanannya ditarik Dave sehingga tubuhnya kembali roboh ke atas kasur dengan posisi Dave berada di atas.     

"Kamu pindah yaa hari ini kembali ke kamar kita. Aku berjanji, aku tidak akan menyentuhmu sampai satu minggu kedepan." Dave menyibak rambut yang jatuh di kening Dian dengan gerakan penuh kelembutan. Dahinya ditempelkan ke dahi sang istri yang tidak bergerak sama sekali. Namun, Dave bisa merasakan detak jantung sang istri berdegup kencang.     

Ketika dagu dan hidung sepasang anak manusia berlainan jenis yang sudah disahkan dalam ikatan pernikahan, bertemu dan saling merasakan kehadiran satu sama lain, aktivitas mencium bibir satu sama lain pun tidak dapat dihindarkan. Pertama Dave memulainya dengan ciuman penuh kelembutan, kedua tangan Dian digenggam dengan kedua tangannya di sisi kanan dan kiri.     

Dian memejamkan mata. Mulut berkata tidak tapi tubuhnya tidak bisa berbohong. Dia mendambakan sentuhan Dave dari lubuk hatinya yang paling dalam. Hatinya mengkhianati pikiran dan otaknya, yang selalu ingin pergi dan melarikan diri dari pria yang telah meluluh lantakkan kehidupan normalnya.     

Dave melesakkan lidah kedalam mulut Dian yang terbuka dan menyusuri rongga mulut sang istri yang lama tidak dikecapnya. Manis, sangat manis, meski mereka berdua baru bangun tidur, hingga Dave tidak kuasa untuk semakin memperdalam gerakannya dengan memberikan ciuman yang dalam dan penuh hasrat.     

"Jangan …"     

"Aku akan pelan-pelan, sayang." Dave menyesap leher sang istri dalam-dalam sehingga pemiliknya meringis mendesah merasakan kulitnya tertarik.     

"Jangan, tolong hentikan." Dian mengaduh meminta belas kasihan. Masa pemulihan setelah operasinya belum usai. Namun, Dave seperti sudah tidak tahan untuk melakukan hubungan suami istri.     

"Aku akan keluarkan di luar. " Napas berat Dave seolah menandakan kalau hawa nafsu pria diatasnya ini sudah memuncak.     

Dan, benar saja, piyama Dian dibukanya dengan paksa. Kancing berhamburan kemana-mana. Dalam hitungan sekejap, sepasang gunung kembar Dian sudah menjadi sarapan untuk Dave. tidak puas sampai disitu, Dave menuju kebawah dan menyingkirkan segitiga penutup istrinya. Kulit tubuh Dian meremang merasakan tubuhnya mendapatkan serangan bertubi-tubi.     

"Dave, hentikan. Jangaaaann … ahhhhh … hentikan … issshhhh …" Suara desahan sang istri semakin membuat Dave berkecamuk seperti harimau kelaparan. Paha bagian dalam Dian dicecap dan dihisapnya berulang-ulang. Hingga sampai saatnya, area klitoris perempuan yang belum lama ini menuntaskan operasi kuretnya, mendapatkan kecupan dan jilatan hangat dari lidah Dave, punggung Dian terangkat ke atas merasakan serangan bertubi-tubi dari Dave.     

"Aaaaaa … aku … mau keluaarrrr …" Luapan cairan hangat dari kewanitaan Dian mengalir membasahi muka Dave. Dian klimaks untuk pertama kalinya pagi ini. Dave bukannya jijik malah menjilat cairan kental yang membasahi wajahnya. Napas Dian tersengal-sengal. Dave benar-benar membuatnya tidak berdaya pagi ini. Tidak seharusnya aku memberinya obat semalam dan menemaninya tidur di kamar, kalau seperti ini jadinya. Batin Dian berkata.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.