Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 182. Ciuman Pertama Likha



II 182. Ciuman Pertama Likha

0"Beh, allora sembra un bel vestito. tua moglie è davvero una donna meravigliosa. Sono sicuro che deve essere molto bella. (Baiklah kalau begitu, sepertinya ini gaun yang bagus. Istri anda benar-benar wanita yang luar biasa. aku yakin dia pasti sangat cantik.)" Ujar wanita paruh baya tersebut.     

"Sì, mia moglie è molto bella. e, per favore, scegli anche l'hijab e l'hijab interno. (Ya, istriku sangat cantik. dan, tolong pilihkan juga, jilbab dan dalaman jilbabnya."Ujar Lewis lagi.     

Setelah proses transaksi yang mulus itu berjalan lancar, Lewis segera kembali ke apartemennya. Hanya perlu berjalan kaki sekitar 10 menit dan pria penyendiri itu pun sampai di lobi apartemen tempat dimana dia tinggal. Namun, Lewis tidak langsung naik ke unitnya. Dia mampir sebentar ke kafe yang ada di lantai 1 untuk menikmati secangkir kopi panas.     

"Lewis? Apa kabar?" Seorang wanita asli Italy yang cantik dengan rambut hitam legamnya dengan bola mata warna hitam pekat, menghampiri Lewis dan langsung mengecup pipinya sebagai tanda keakraban yang sangat diantara mereka.     

"Hai, Adriana." Lewis terkejut, mendapat ciuman dari perempuan yang sebenarnya adalah teman Grace. Namun, lebih sering menelpon ke Lewis dibandingkan ke Grace.     

"Kapan kamu tiba di Italy? Aku kangen sekali sama kamu. Oya, Grace kemana?" Adriana tahu betul, dimana ada Lewis pasti ada Grace disampingnya.     

"Grace sekarang sedang berkunjung ke rumah kerabatnya." Jawab Lewis. "Maaf Adriana, aku tidak bisa berlama-lama. Aku sudah mengantuk sekali. Kalau begitu, aku permisi dulu. Selamat menikmati kopi." Lewis hendak berjalan melangkah keluar dari kafe ketika Adriana berdiri menghalanginya.     

"Apa itu Lewis? Seperti pakaian. Dan, dari butik muslimah? Grace sudah mengenakan jilbab?" Adriana memiringkan kepalanya, penasaran dan menyipitkan mata.     

"Kamu terlalu banyak berpikir. Permisi!" Lewis meninggalkan Adriana yang masih dipenuhi dengan rasa curiga yang membuncah di dada. Bagaimanapun, aku harus tahu apa yang terjadi dengannya. Batin Adriana.     

Lewis menuju lift yang akan membawanya menuju lantai dimana kamarnya berada. Tanpa disadarinya, Adriana sedang mengikutinya dari jarak jauh. Adriana buru-buru memencet lift sebelahnya untuk menuju lantai dimana Lewis tinggal. Perempuan penguntit itu bertekad untuk mengetahui berita terbaru dari lelaki yang disukainya sejak lama, namun tidak pernah memberinya lampu hijau, bahkan untuk sekedar berbicara lebih dari lima menit.     

Lewis segera menuju kamarnya setelah keluar dari lift. Adrianna menyusul dibelakangnya diam-diam. Merasakan ada yang membuntutinya, Lewis mengambil jalan lain, tidak langsung ke apartemennya. Pria itu menghilang diantara beberapa ruangan kosong yang berada dibagian dalam apartemen.     

Adriana mengutuk dirinya yang kehilangan jejak Lewis. Perempuan itu tidak tahu dimana unit apartemen Lewis berada. Pria itu tidak pernah mengijinkan siapapun masuk kedalam apartemennya.     

"SIAL! Kemana dia? Pasti dia tahu aku ikuti makanya melarikan diri." Gumam Adriana. Tangannya terkepal kesal bukan kepalang. Sasarannya hilang didepan mata.     

Lewis bersembunyi dibalik pintu sebuah ruangan tempat dimana gudang berada.     

"Huh, ternyata kamu. Mau apa kamu Adriana? Tidak cukup masa lalu kamu hampir menjebakku untuk bertanggung jawab. Aku tidak akan melupakan hal itu." Batin Lewis berkata sambil menyeringai sinis. Adriana yang masih terlihat jelas diujung sana, tampaknya tidak segera pergi dari sana. Dan, sialnya. Kamar apartemen Lewis, berada tepat dibelakang Adriana yang kini sedang menekan beberapa angka di layar telpon genggamnya.     

"Grace? Kamu dimana? Oh, jadi benar. Kapan kamu akan kembali? Oh, baiklah kalau begitu. Kalau sudah kembali, telpon aku ya. Kita akan bersenang-senang seperti dulu. Baiklah. Ok, selamat malam." Klik! Telpon pun terputus. Lewis tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan dan Adriana sedang menelpon siapa. Namun, yang pasti saat ini, Lewis harus menjauh dari perempuan penguntit yang berbisa tersebut.     

Setelah lelah mengelilingi lantai dan mencari yang pria yang menghilangkan jejak, Adriana menuju lift untuk turun kembali. Dirasa perempuan itu benar-benar sudah pergi, Lewis keluar dari persembunyiannya dan bergegas menuju pintu unit apartemennya untuk membuka kunci dan masuk segera. Dengan cepat-cepat Lewis masuk tanpa mengucapkan salam terlebih dahulu.     

Likha yang baru saja selesai membersihkan seluruh ruangan dengan menyapu dan mengepel, menaruh jilbabnya di kursi agar sewaktu-waktu Lewis datang dan mengucapkan salam, dia bisa segera memakainya kembali. Badannya bermandikan peluh keringat jadi terpasa dia membuka jilbabnya sejenak.     

Namun, tanpa disadari Likha yang sedang membersihkan jendela dengan berjingkat karena tidak sampai, Lewis telah berdiri dibelakangnya, tepat dibalik pintu, menatap perempuan yang memiliki rambut hitam panjang sepinggang kini tergulung sempurna sampai keatas mirip patung candi dan lehernya yang jenjang serta putih membuat tenggorokan Lewis bergerak.     

Lewis tidak tahu harus bersembunyi kemana agar Likha tidak malu bila melihatnya. Tidak ada tempat untuknya menyembunyikan tubuh yang tinggi menjulang. Namun satu yang pasti, ada hasrat didalam hatinya yang menyuruhnya untuk bergerak dan mendekati gadis dihadapannya yang sedang membelakanginya.     

"Huft, selesai juga akhirnya. Baiklah, sekarang aku mau mandi dan tidur. Sudah jam berapa ini?" Likha hendak memutar tubuhnya untuk melihat jam dinding yang ada di atas tembok depan dapur. Namun, tubuhnya seolah-olah tersengat listrik tegangan tinggi ketika seseorang menarik pinggangnya dan memberikan ciuman liar dan dalam. Likha melebarkan matanya karena kaget bukan main. Rambutnya pun terlepas dari gulungannya karena hentakan yang tiba-tiba.     

"Ummmppphh …" Likha memukul dada pria yang dengan lancangnya mencuri ciuman pertamanya. Tangannya tidak kuat untuk mendorong dada kokoh pria ini. Hingga akhirnya, Likha bisa melepaskan diri dan PLAKKK! Sebuah tamparan panas mendarat di pipi Lewis.     

Likha terkejut tidak percaya kalau dia adalah Lewis, yang satu jam sebelumnya sangat hangat dan bisa diajak berkomunikasi. Kini seperti iblis yang auranya sangat menyeramkan. Dada Likha sesak bukan main, napasnya tersengal-sengal. Tidak ada kalimat yang bisa diucapkan, Likha bergegas berlari menuju kamarnya, dengan membawa perasaan sedih dan kecewa.     

Lewis tidak berani mencegahnya. Entah setan mana yang merasuki dirinya. Karena dia sudah tidak sanggup lagi untuk menahan keinginan. Dipandanginya jilbab Likha yang masih terselempang manis di lengan sofa. Dan, bungkusan yang dia bawa pun terjatuh ke atas lantai berkarpet.     

Didalam kamar, Likha menangis sesenggukan. Sudah tiga kali Lewis melihatnya tanpa mengenaka jilbab. Likha sudah bertekad untuk segera kembali ke Indonesia, apapun yang terjadi. Bahkan jika gajinya belum dibayarpun, dia ingin segera kembali ke keluarga baru yang menginginkan jasanya untuk menemani seorang ibu hamil.     

Likha telah mengunci pintunya rapat-rapat. Perempuan itupun mengganti gamis yang dia pakai dengan setelan piyama. Likha menuju kamar mandi. Disapukannya bibir yang sudah mengecap ciuman pertama, dengan kencang. Likha tidak ingin berlama-lama di negara yang membuatnya selalu tidak nyaman untuk melakukan apapun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.