Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 179. Perempuan Yang Dirindukan



II 179. Perempuan Yang Dirindukan

0Darren pun melangkah masuk ke kamar mandi setelah menyelimuti tubuh polos Calista dengan selimut dan merapihkan rambut sang istri yang ikatan rambutnya dilepas Darren saat mereka sedang menyatu.     

Pria yang sudah mendapatkan pemenuhan kebutuhan batinnya, segera memakai setelan jas yang baru setelah mandi membersihkan diri. Kamar pribadi Darren ini dilengkapi lemari yang berisi lengkap pakaian Darren awalnya. Tapi kini juga dipenuhi dengan pakaian Calista di sisi sebelahnya.     

Tidak ada yang bisa masuk ke kamar ini selain Darren dan Calista. Sehingga Calista lah yang membersihkan kamar ini namun pakaian kotor dibawa pulang untuk di laundry dirumah.     

Darren keluar kamar meninggalkan sang istri yang masih tertidur pulas karena kelelahan. Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang.     

"Ivan, masuk." Darren memanggil ajudan sang istri untuk menghadap ke ruangannya. Pria kaku itu pun masuk dan menemui sang majikan yang terkenal lihai dalam berkata-kata dan bersikap.     

"Siap tuan, ada perintah?" Ajudan baru yang memiliki postur tubuh tinggi besar itu menghadap Darren dengan sikap sempurna.     

"Apa saja yang dilakukan istriku dan kemana saja kalian setengah harian ini." Darren melihat Ivan dengan pandangan dingin.     

"Pertama, kami pergi ke kantor Dave Kingston. Lalu setelah itu nyonya meminta untuk mampir ke toko kue. Disana nyonya membeli dua kotak kue coklat. Satu untuk para karyawan butik dan satunya lagi untuk nyonya Sara. Setelah itu kami ke butik. Dan, saya menunggu di lobi. Nyonya tidak lama disana dan beranjak pulang. Namun, di pintu keluar bertemu dengan seorang wanita yang dipanggil mamah oleh nyonya Calista. Begitu saja tuan." Ivan menyudahi sesi laporannya dan membuat Darren puas mendengar.     

Calista tidak berbohong sedikitpun, dan Darren menyukainya. Darren mengkhawatirkan sifat istrinya yang terkadang lupa kalau dirinya sedang hamil jadi selalu melakukan kegiatan seperti manusia normal pada umumnya. Seperti berlari dan makan makanan pinggir jalan.     

"Okay, bagus. Pekerjaanmu hari ini sangat memuaskan. Lanjutkan terus seperti ini. jadilah ajudan untuk istriku yang bisa mengawalnya kemana saja. Kamu keberatan?" Tanya Darren.     

"Saya pasti akan melakukannya sebaik mungkin. Kalau begitu, saya permisi dulu." Darren mengangguk pelan. Ivan pun keluar ruangan meninggalkan Darren yang melanjutkan pekerjaanya sebelum pulang.     

-----     

Pria yang rambutnya sudah mulai memanjang sampai ke bahu dengan bulu-bulu halus tumbuh di rahangnya itu, baru sampai rumah pukul sepuluh malam. Pekerjaannya yang menumpuk, ditambah lagi kondisi jalanan yang macet dimana-mana, membuatnya selalu pulang larut malam. Dan, itu membuat Dave merasa lebih baik menghabiskan waktu dikantor dibandingkan harus melihat istrinya yang diam mengurung diri di kamarnya.     

Pria yang berubah menjadi pendiam itu sejak kejadian yang menyebabkan kehilangan anaknya itu, segera menuju kamar utamanya yang berada di lantai dua. Kamar sang istri berada di sebelah kamarnya. Dave melihat kenop pintu kamar sang istri. Dia menghampirinya dan memegang putaran pintu itu. Namun dia mengurungkan niatnya untuk masuk. Dave pun melangkah kembali menuju kamarnya untuk mandi membersihkan diri.     

Dian, selama ini diam-diam mengintip mobil suaminya berangkat dan pulang kerja. Perempuan malang itu tidak pernah tidur lebih dahulu sebelum suaminya pulang. Dian melihat bayangan seseorang di balik pintu luar, mendekati kamarnya. Namun, beberapa detik kemudian bayangan itu menghilang. Dian menghela napas lega.     

Dian melanjutkan membaca buku yang diberikan oleh Feni. Tidak ada telpon genggam dan laptop sehingga dunianya hanyalah buku dan televisi yang ada didalam ruangan. Sepanjang hari jika Dave tidak ada dirumah, Dian menghabiskan waktu di taman dengan menanam bunga dan tanaman herbal kesukaanya. Dirinya perlahan sudah menerima kenyataan bahwa anak yang dikandungnya telah hilang.     

Namun, Dian tidak ingin menunjukkannya dihadapan Dave kalau semua baik-baik saja. Perempuan ini menikmati kesendirian dan tidak adanya ineteraksi antara dirinya dengan Dave, pria yang dimatanya adalah iblis menjelma menjadi manusia.     

"Uhuk uhuk uhuk …" Samar-samar Dian mendengar suara orang batuk dari sebelah kamarnya. Di kamar sebelah kanannya adalah Dave. Sementara kamar sebelah kirinya kosong tak bertuan. Dian beranjak bangun dari duduk dan menempelkan telinganya lebih erat ke dinding sebelah.     

"Uhuk uhuk uhuk …" Suara Dave, gumam Dian. Pria itu ternyata sedang sakit. Pantas selama dua hari ini pria itu tidak datang ke kamarnya. Mungkin dia takut menularkan, pikir Dian.     

Suara Dave sudah tidak terdengar lagi. Namun, hati Dian berkecamuk gelisah. Biasanya orang setelah batuk akan keluar keringat dingin atau menggigil demam. Kakinya ingin pergi melangkah ke kamar sebelah, namun hatinya berkata 'jangan'. Dian pun kembali duduk ditepi kasur dengan kaki menyentuh lantai karpet.     

Perempuan itu pun menguatkan hati keluar kamar dan menuruni anak tangga menuju lantai satu. Disana dia mencari kotak P3K dan mengambilnya. Perempuan itu pun berjalan cepat menuju anak tangga ke lantai dua. Sesampainya didepan kamar Dave, Dian berdiri mematung. Dia ragu apakah akan masuk atau tidak.     

Dian mengambil napas sebanyak mungkin dan menghembuskannya pelan-pelan. Handle pintu diputar perlahan dan nampak pencahayaan didalam kamar yang temaram. Namun, Dian bisa melihat Dave tengah tidur dengan tubuh telentang dan satu tangan menutup dahinya.     

Dian tampak ragu kembali untuk memberinya obat. Dia ingin memegang dahi pria yang telah berkali-kali mengecewakan dirinya dan melukai hatinya. Namun, sisi kemanusiaannya lebih besar dari apapun. Dian meletakkan kotak obat diatas meja sisi tempat tidur.     

Tangan Dian terulur gemetar ingin menyentuh dahi pria ini. Namun, dahinya pun tertutup oleh tangan berototnya. Dengan perlahan dan lembut, Dian menyingkirkan tangan Dave, sekedar untuk menyentuh dahinya. Perlahan namun pasti, dan Dian pun berhasil. Benar saja, dahi Dave sangat panas. Dian mengeluarkan obat dari kotak P3K dan mengambil thermometer elektrik didalamnya. Dian menembakkan alat tersebut ke dahi Dave dan angka yang tertera adalah 39.5 derajat celcius.     

Dian kaget sekali mendapati pria iblis ini ternyata demam tinggi. Mau tidak mau Dian membangunkan Dave untuk minum obat demam sementara waktu ini. Besok baru ke rumah sakit.     

"Bangunlah … hai bangun …" Dian malas menyebut nama pria ini. Jadi tubuh Dave disentuh sedikit untuk membangunkannya.     

"Kamu …" Dave bingung melihat Dian yang sudah ada disisi tempat tidurnya.     

"Badan kamu panas sekali. Minum obat dulu." Dian menuangkan obat demam berupa cairan itu e dalam sendok obat dan memberikannya pada Dave.     

Dave memperhatikan perempuan yang dirindukannya kini hadir di depan matanya tanpa harus dipaksa. Dave tersenyum tipis namun patuh dengan arahan Dian untuk minum obat.     

"Sudah berapa lama kamu sakit?" Tanya Dian, tanpa menatap mata Dave.     

"Belum lama." Jawab Dave lemas.     

"Dua hari?" Tanya Dian lagi, sambil menutup botol obat dan memasukkannya kembali kedalam kotak P3K.     

"Huh, kamu tahu darimana?" Dave tersenyum masam.     

Sungguh percakapan suami istri yang sangat singkat yang pernah ada di muka bumi ini, mungkin.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.