Be my kid's mommy! (Bahasa Indonesia)

II 205. Pertemuan Likha dan Calon Mertua (2)



II 205. Pertemuan Likha dan Calon Mertua (2)

0"Maaf tuan dan nyonya, saya bersumpah kami tidak pernah melakukan hubungan diluar nikah. Saya masih gadis dan belum pernah pacaran sebelumnya." Ucap Likha gugup, sambil mengibas-ngibaskan kedua tangannya seperti orang ditodong senjata menyerahkan diri.     

"Hahaha, kamu lucu sekali. Lewis punya keberuntungan seperti apa bisa mendapatkan gadis sepolos dan sebaik kamu?" Anggun menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya.     

"Mami, please." Lewis mengernyitkan alis mendengar ucapan konyol dari Anggun. Itulah kenapa Lewis paling malas berurusan dengan orangtuanya. Selama ini semua dikerjakan sendiri dan mereka terima beres. Tapi, untuk momen sekali dalam seumur hidup ini, Lewis terpaksa harus melibatkan kedua orangtuanya, agar tidak ada kesalahpahaman di kemudian hari dan pihak dari Likha pun tidak akan berpikir macam-macam.     

"Okay, okay … sekarang kita makan malam dulu ya. Sudah selesai disiapkan. Ayo ajak, calon istrimu." Anggun berjalan lebih dahulu disusul oleh sang suami, Kevin. Likha menatap Lewis seolah ingin berkata sesuatu.     

"Ada yang ingin kamu katakan?" Pria yang memiliki rambut dan alis tebal warna hitam pekat itu, berdiri sambil menyelipkan kedua tangan kedalam kantong celananya.     

"Tuan, jika anda ingin berubah pikiran, masih ada waktu. Aku bersedia melakukan apapun untuk melunasi hutang asalkan tidak melanggar norma agama." Ujar Likha sambil setengah berbisik, agar tidak terdengar pemilik rumah.     

"Hahaha, kamu aneh sekali. Dimana-mana perempuan minta dinikahi setelah dicium dan terlihat tubuh dibalik pakaian tertutupnya. Kamu malah sebaliknya. Apa kamu tidak menyesal tubuhmu telah terlihat oleh pria yang bukan suamimu?" Tanya Lewis balik, sambil menatap Likha tajam.     

"Oh, anggap saja aku sedang sial dan ceroboh saat itu. Tapi, kalau aku menikah, aku tidak ingin tinggal dirumah seharian. Aku masih ingin mengabdikan ilmuku sebagai perawat. Susah payah aku kuliah dan lulus dengan predikat terbaik, aku belum ingin dirumah saja kalau belum punya anak." Jawab Likha lirih.     

"Baiklah kalau begitu. Setelah kita menikah, aku akan bekerja sangat keras agar kamu cepat hamil dan punya anak agar kamu tidak perlu bekerja lagi. okay?" Lewis tersenyum memikat dan berlalu menyusul papi maminya , meninggalkan Likha yang gemas bukan kepalang sambil mengepalkan tangannya, mendengar ucapan sembarangan Lewis.     

"Ayo, sudah malam, setelah ini kita langsung pulang. Atau kamu mau menginap disini? Kamarku kosong kalau kamu mau." Lewis mengedip nakal ke perempuan yang tidak bisa berkata apa-apa lagi. Pria yang awalnya dikenal dingin dan cuek itu, bisa juga bertingkah konyol dan jahil.     

-----     

Malam ke empat Calista berada dirumah sakit, kesehatannya semakin membaik. Meskipun luka bekas tikaman di punggung belum sembuh sempurna, dan itu membutuhkan waktu yang lumayan lama, tapi setidaknya sekarang perempuan yang sedang mengandung dua bulan itu sudah bisa duduk perlahan dan berbicara meski baru sepatah dua patah kata.     

Darren pun tiada hari tanpa menjenguk sang istri. Karena pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan, Hera yang menunggu diluar ruangan sejak pagi. Darren akan datang siang hari saat jam istirahat dan kembali besok paginya.     

"Bapak Darren, istri anda sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat inap biasa karena sudah lepas dari masa krisis. Tapi, dia harus menjalani perawatan intensif selama satu minggu kedepan." Dokter yang mengontrol kondisi Calista berkata kepada Darrenn diruangan prakteknya.     

"Syukurlah, kapan istri saya bisa pindah ke kamar inap?" Tanya Darren.     

"Malam ini juga bisa. Sedang diurus oleh para perawat untuk dipindahkan. Saran saya, nyonya Calista jangan banyak bergerak dulu. Karena kondisinya juga sedang mengandung." Ujar dokter perempuan itu lagi.     

"Baiklah, saya akan patuhi semua saran dokter, asalkan istri saya cepat pulih dan bisa pulang secepatnya." Ujar Darren dengan wajah cerah, ini adalah berita baik sejak Calista masuk rumah sakit gara-gara percobaan pembunuhan itu.     

Darren pun keluar kamar dan memerintahkan Hera untuk membereskan kamar yang sudah disiapkan Darren sejak awal masuk rumah sakit. Hera pun segera menuju kamar sesuai yang diperintahkan tuan majikannya. Darren masuk kembali ke ruang ICU untuk menjenguk sang istri.     

"Sayang, apa kabarmu?" Darren mengusap punggung tangan sang istri dan mengelus-elusnya.     

"Baik, kamu sudah makan?" Meski dalam keadaan sakit, Calista masih memikirkan suaminya yang dilihat Calista lebih kurus dari biasanya.     

"Kamu masih saja mengkhawatirkan aku makan. Kamu sendiri belum makan kan?" Tanya Darren balik.     

"Cairan infus ini membuatku tidak akan kelaparan." Jawab Calista lirih sambil menunjukkan senyumnya yang masih lemas.     

"Tetap saja beda. Oya, malam ini kamu akan dipindahkan ke kamar inap biasa. Bagaimana? Senang kan?" Ujar Darren.     

"Oh, syukurlah. Kapan aku akan dipindahkan?" Tanya Calista lagi.     

"Sebentar lagi. Hera sedang membereskan kamarnya." Ucap Darren. "Ada sakit yang dirasa?" Darren menatap wajah sang istri yang masih pucat pasi.     

"Tidak ada, hanya belum bisa bergerak bebas saja." Calista tersenyum lirih.     

"Aku pastikan yang melakukan ini padamu, lebih memilih untuk mati dibandingkan hidup penuh penderitaan." Ujar Darren dengan rahang mengeras menahan emosi.     

"Ssst sudah lah, biarkan polisi yang bekerja. Kamu tidak usah melibatkan diri lebih jauh. Aku dan babies tidak ingin daddy kenapa-napa." Jawab Likha sambil mengusap perutnya yang belum terlihat buncit.     

"Babies anak yang kuat, sekuat mommy nya." Jawab Darren sambil turut mengusap perut sang istri dan mencium dahi perempuan hamil dan menghisap aroma tubuh yang lama dirindukannya itu.     

"Tuan Darren, kami akan melakukan pemindahan nyonya Calista sekarang. Mohon tunggu diluar terlebih dahulu." Seorang perawat datang menghampiri ragu-ragu karena menyela momen romantis yang terjalin antara suami dan istri yang terpisah berhari-hari lamanya.     

"Aku tunggu di luar." Calista mengangguk lemah membalas ucapan suaminya.     

Darren keluar kamar dan melakukan panggilan kepada anak buah kepercayaanya yang ditugaskan untuk mencari keberadaan Britney.     

"Maaf tuan, kami belum menemukannya. Mereka menghilang bagai ditelan bumi." Ujar orang suruhan Darren diujung telpon.     

"Kalau begitu, kalian harus masuk ke dalam bumi untuk mencarinya. Cepat temukan dia sebelum polisi menemukan mereka. Aku sendiri yang akan memberi mereka ganjaran atas perbuatan kejam mereka." Jawab Darren lalu memutuskan panggilan telpon sepihak.     

"Cih! Kamu mau lari kemana Britney? Dulu memang aku buta tergila-gila padamu. Tapi, sejak Calista hadir dan memberi warna di hidupku, kamu tidak lagi menjadi tujuan hidupku." Darren kesal luar biasa karena sudah 4 hari sejak kejadian itu tapi para penjahat itu belum bisa ditemukan keberadaanya. Darren menduga ada orang yang sengaja membantu mereka agar tidak mudah ditemukan. Dia yakinkan akan mencari cara lebih baik lagi agar kasus ini segera selesai.     

Pintu ruang ICU terbuka dan kasur dorong yang Calista berada diatasnya, didorong keluar dengan perlahan. Darren memasukkan kembali telpon genggamnya ke dalam saku jaketnya dan mengikuti Calista dari samping sambil menggenggam tangan sang istri yang masih lemah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.